Pecihitam.org<\/strong> – Sistem sosial yang berlaku pada masyarakat Arab sebelum Islam diwarnai oleh Kultur Badui yang sering disebut dengan nomad society. Selain sistem sosial, hukum kewarisan sebelum Islam datang juga diwarnai oleh budaya badui. <\/p>\n\n\n\n

Budaya Badui dirancang demi kepentingan gerakan. Mereka berpindah ribuan kilometer setahun untuk menghidupi diri dan gembalanya. Mereka melakukannya dengan bangga seraya bersenandung Qasidah mengumbar pujian bagi para pahlawan dan kejantanan kan (clan)-nya, memuja perang dan cinta, merindukan kenikmatan anggur. Temanya selalu mirip: darah, cinta, dan anggur. (lihat Fuad Hashem, Sirah Muhammad Rasulullah,<\/em> (bandung: mizan, 1989), hal.28). Kesukuan menjadi pola hidup yang mapan. Sebagian lagi bermata pencaharian dagang. Karena itu Hashem membuat ilustrasi sebagai berikut:<\/p>\n\n\n\n

“Kalau tak kami temukan klan (clan) musuh, kami perangi\nsaja tetangga dan sahabat, supaya nafsu perang kami jadi reda\u201d<\/em> Bunyi syair\nArab kuno. Tidak ada perdamaian kekal antar suku. Kata “razia” yang\nkini disebut dengan rasa ngeri, berasal dari kata ghazw yang mereka sebut\ndengan asyik sejak dahulu kala. Ghazwah ini adalah permainan perang yang telah\njadi olahraga yang membudaya. Dengan razia ini satu suku menyerang, merampok dan\nmembantai ternak secara sopan dan tertib. Dilarang menumpahkan darah manusia,\nmembunuh, dan melakukannya setelah tengah malam Jangan mengganggu wanita dan\nanak kemah atau perabot masak mereka. Barangsiapa melanggar, maka permainan\nmenjadi sungguhan dan peperangan pasti berkobar. <\/p>\n\n\n\n

Itulah gambaran sepintas budaya masyarakat Arab sebelum Islam.\nAdalah wajar apabila kemudian mereka disebut sebagai Jahiliyah (ignorance).\nKarena itu eksistensi seseorang diukur dari kekuatan fisik, dan itu hanya bisa\ndimainkan oleh kaum laki-laki. Keunggulan dan keterampilan memanggul senjata\ndemi keunggulan klan, menjadi taruhan martabat dan prestise seseorang.<\/p>\n\n\n\n

Sistem demikian memberi pengaruh yang cukup kuat dalam hukum kewarisan mereka (kewarisan sebelum islam). Konsekuensinya, anak-anak baik laki-laki dan terlebih perempuan dilarang mewarisi peninggalan keluarganya. Sebagaimana catatan sejarah, penguburan hidup-hidup anak perempuan, merupakan fakta yang tidak bisa ditutup-tutupi. Kaum perempuan mendapat perlakuan diskriminatif. Kenyataan seperti inilah yang telah dihapus oleh Islam. Mereka tidak mau menghargai kesederajatan kaum perempuan dengan laki-laki. Bagi mereka kaum perempuan tidak ubahnya dengan barang yang dapat ditukar dan perjual belikan. Ibn Katsir mengutip riwayat Ibn Abbas berikut ini:<\/p>\n\n\n\n

\u201cApabila seorang laki-laki meninggal dunia dan meninggalkan\nseorang Janda, maka ahli warisnya melemparkan pakaian di depan janda tersebut, guna\nmencegah orang lain mengawininya. Jika janda itu cantik, segeralah kawininya.\nTetapi jika janda tersebut jelek, ditahannya hingga waktunya meninggal, dan\nkemudian diwarisi harta peninggalannya .<\/em>\u201d (lihat Ibnu Katsir, Tafsir\nal-Qur\u2019an al-Karim, <\/em>juz 1(Kairo: dar ihya al-Kutub al-Arabiyyah,, tt) hal.\n465).<\/p>\n\n\n\n

Praktik semacam ini telah mendarah daging dalam masyarakat, bahkan hingga\nmasa awal-awal Islam, kebiasaan tersebut masih terus berlangsung. ada seorang\nlaki-laki bernama Mihsham ibn Abi Qais al-Aslat ditinggal mati ayahnya.\nMendiang ayahnya, meninggalkan istri cantik, menjadi janda. Dalam pembagian\nwarisan, janda tersebut tidak diberi bagian sedikit pun. Mihsham berhasrat\nuntuk mengawini janda ayahnya itu yang tidak lain adalah ibunya sendiri. Tetapi\nibunya tidak segera memberi jawaban, dan menghadap Rasulullah SAW untuk meminta\nizin agar diperkenankan kawin dengan Mihshan, anaknya itu. Rasulullah Saw.,\ntidak segera memberi jawaban kemudian turunlah ayat:<\/p>\n\n\n\n

\u064a\u064e\u0627 \u0623\u064e\u064a\u064f\u0651\u0647\u064e\u0627 \u0627\u0644\u064e\u0651\u0630\u0650\u064a\u0646\u064e\n\u0622\u0645\u064e\u0646\u064f\u0648\u0627 \u0644\u064e\u0627 \u064a\u064e\u062d\u0650\u0644\u064f\u0651 \u0644\u064e\u0643\u064f\u0645\u0652 \u0623\u064e\u0646\u0652 \u062a\u064e\u0631\u0650\u062b\u064f\u0648\u0627 \u0627\u0644\u0646\u0650\u0651\u0633\u064e\u0627\u0621\u064e \u0643\u064e\u0631\u0652\u0647\u064b\u0627<\/strong><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Hai orang-orang yang beriman, tidak\nhalal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa, <\/em>QS. An-Nisa\u2019 ayat 19.<\/p>\n\n\n\n

Adapun\ndasar-dasar hukum yang diberlakukan pada masa-masa awal Islam diturunkan adalah\n:<\/p>\n\n\n\n

1. Al-Qarabah atau pertalian kerabat<\/li>
2. Al-Hilf wa al Mu’\u0101qadah atau janji\nsetia, dan<\/li><\/ol>\n\n\n\n

   Al-Tabanni <\/a>atau adopsi (pengangkatan anak). <\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

   Pecihitam.org – Sistem sosial yang berlaku pada masyarakat Arab sebelum Islam diwarnai oleh Kultur Badui yang sering disebut dengan nomad society. Selain sistem sosial, hukum kewarisan sebelum Islam datang juga diwarnai oleh budaya badui. Budaya Badui dirancang demi kepentingan gerakan. Mereka berpindah ribuan kilometer setahun untuk menghidupi diri dan gembalanya. Mereka melakukannya dengan bangga seraya […]<\/p>\n","protected":false},"author":40,"featured_media":22053,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[1691,3211],"tags":[7017],"yoast_head":"\n