Pecihitam.org<\/strong> – Tasawuf<\/a><\/strong> dan modernitas adalah dua entitas, yang oleh banyak pihak dipandang sangat bertolak belakang. Tasawuf berkiblat kepada pada kehidupan akhirat dan cenderung membelakangi dunia sedangkan modernitas<\/strong><\/a> berkiblat pada dunia dan meninggalakan akhirat. <\/p>\n\n\n\n Jika bercermin pada filsafat manusia, maka dapat diketahui bahwa manusia adalah makhluk multidimensional, ada yang menyebut sebagai makhluk monodualisis, yaitu jasmani dan rohani atau lahir dan batin.<\/p>\n\n\n\n Dalam\nkehidupannya manusia tidak mungkin meninggalkan atau melupakan dunia karena\nmanusia masih membutuhkan makan, pakaian untuk melindungi tubuhnya, bahkan\nuntuk untuk beribadah manusia (seorang muslim) juga membutuhkan pakaian untuk menutupi\nauratnya. Manusia juga masih membutuhkan rumah tempat berlindung dari sengatan\npanas matahari dan guyuran hujan. <\/p>\n\n\n\n Jika manusia sudah memilih dunia maka kehidupan akhirat mudah terabaikan dan mudah terlupakan. Fenomena ini sering dihubungkan dengan kehidupan modern yang menyebabkan manusia lupa kehidupan setelah kehidupan di dunia ini. <\/p>\n\n\n\n Manusia modern dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengandalkan kemampuan akalnya untuk mengolah dunia, menciptakan peralatan canggih, menciptakan kemudahan-kemudahan untuk kesenangan dunia dan pada gilirannya mereka bahwa manusia mampu hidup dengan kemampuan dirinya sendiri.<\/p>\n\n\n\n Anggapan seperti ini adalah titik awal dari proses sekularisasi, yaitu pemisahan secara tegas antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. <\/p>\n\n\n\n Manusia modern memposisikan dirinya sebagai subyek yang menentukan segala parameter norma dan ukuran, sementara alam semesta adalah obyek yang harus dikuasai dan dieksploitasi demi kemajuan dan kesenangan manusia. <\/p>\n\n\n\n Manusia bahkan menjauhkan diri dari petunjuk-petunjuk adikodrati dan spiritual karena semakin ia jauh dari kehidupan akhirat maka semakin membuatnya berkuasa di dunia.<\/p>\n\n\n\n Manusia modern dengan paham seperti ini memusatkan perhatiannya hanya kepada kehidupan materi. Materi menjadi cara pandang baginya sehingga kebenaran dan kebahagiaan pun diukur dari materi, di luar materi tidak ada kebenaran. <\/p>\n\n\n\n Titik klimaks dan paham seperti ini adalah atheis atau ateisme yang memandang dunia sebagai sesuatu yang ada dengan sendirinya, kekal tanpa campur tangan kekuatan di luar dirinya, yang berakhir dengan deklarasi kehidupan tanpa tuhan.<\/p>\n\n\n\n Bertolak dari watak bawaan dasar manusia sebagai makhluk monodualis itulah sesungguhnya titik berangkat dari kedua paham di atas. Secara kasat mata, kedua cara pandang tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan karena masing-masing berada pada ujung yang ekstrem . <\/p>\n\n\n\n Cara hidup kesufian yang ekstrem itu tidak luput dari kritik meskipun dengan dalih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Sebaliknya, cara hidup modern yang sepenuhnya materi itu pun dianggap bukan jalan terbaik dalam rangka kemajuan dunia dan peradaban manusia. <\/p>\n\n\n\n Oleh karena itu, umat islam harus melihat titik balik dari kedua paham itu sehingga umat islam tidak gagap menyikapi bahkan menciptakan kehidupan modern tetapi pada waktu yang sama juga tidak tercabut dari akar spiritualitasnya.<\/p>\n\n\n\n