Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831
{"id":23355,"date":"2019-12-03T07:16:00","date_gmt":"2019-12-03T00:16:00","guid":{"rendered":"https:\/\/pecihitam.org\/?p=23355"},"modified":"2019-12-03T00:43:43","modified_gmt":"2019-12-02T17:43:43","slug":"kisah-debat-imam-syafii-dan-imam-hambali-tentang-orang-yang-meninggalkan-shalat","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/pecihitam.org\/kisah-debat-imam-syafii-dan-imam-hambali-tentang-orang-yang-meninggalkan-shalat\/","title":{"rendered":"Kisah Debat Imam Syafii dan Imam Hambali Tentang Orang yang Meninggalkan Shalat"},"content":{"rendered":"\n

Pecihitam.org<\/strong> – Dalam kitab Tadzkirah al-Auliya\u2019 terdapat kisah Imam Syafii<\/a><\/strong> dan Imam Hambali yang pernah berdebat tentang kedudukan orang yang meninggalkan shalat apakah kafir atau tidak.<\/p>\n\n\n\n

Saat itu Imam Hanbali menyatakan pendapatnya bahwa orang yang meninggalkan shalat satu kali saja dengan sengaja, maka orang itu dihukumi kafir. <\/p>\n\n\n\n

Pendapat itu berdasar dari dzahir teks hadits: \u201cBarangsiapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja, dia telah kafir.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Lalu Imam Syafii berkata kepadanya: \u201cJika seseorang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dihukumi kafir seperti madzhabmu (pendapatmu), bagaimana cara orang tersebut kembali pada Islam?\u201d<\/p>\n\n\n\n

Imam Ahmad bin Hanbal menjawab: \u201cMelakukan shalat.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Imam Syafi\u2019i berkata lagi: \u201cBagaimana mungkin shalat orang kafir dipandang sah?!\u201d Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal diam, tidak mengatakan apa-apa lagi. (Fariduddin Attar<\/a><\/strong>, Tadzkirah al-Auliya\u2019, alih bahasa Arab oleh Muhammad al-Ashiliy al-Wasthani al-Syafi\u2019i (836 H), Damaskus: Darul Maktabi, 2009, hlm 272). <\/p>\n\n\n\n

Dari sini dapat kita lihat bahwa perbedaan pendapat merupakan hal yang lumrah dalam kajian hukum islam. Sebab jika tidak ada perbedaan pendapat, maka khazanah keilmuan kita tidak akan sekaya ini. Kitab-kitab ulama akan terlihat tipis dan tidak ada kitab yang tebal berjilid-jilid dan kaya akan informasi.<\/p>\n\n\n\n

Akhirnya kita tahu bahwa perbedaan pendapat adalah rahmat, yaitu bentuk kasih sayang Tuhan kepada umat manusia. Kemudian tinggal bagaimana kita sebagai umat islam melestarikannya.<\/p>\n\n\n\n

Selain itu dari kisah debat Imam Syafii dan Imam Hambali di atas mengajarkan kepada kita betapa pentingnya mengetahui bagaimana proses hukum fiqih terbentuk.<\/p>\n\n\n\n

Sebagai contoh sebuah hukum yang terbentuk dari hadits riwayat Imam Muslim yang mengatakan, \u201cal-ghuslu yaum al-jum\u2019ah wajibun \u2018ala kulli muhatalimin\u201d, mandi hari jumat wajib bagi setiap muslim yang telah baligh.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Dhohir hadits tersebut jelas mengatakan tentang kewajiban mandi Jumat, namun kebanyakan ulama menghukumi mandi jumat adalah sunnah, meski ada pula ulama yang menghukuminya wajib seperti Madzhab Dzahiri. Mengapa bisa terjadi demikian?<\/p>\n\n\n\n

Karena ulama tidak gegabah mengambil kesimpulan tanpa melakukan telaah mendalam. Dalam perkara hukum mandi Jumat, ternyata para ulama sangat hati-hati serta mempertimbangkan dzahir hadits yang lain.<\/p>\n\n\n\n

\u0645\u064e\u0646\u0652 \u062a\u064e\u0648\u064e\u0636\u0651\u064e\u0623\u064e \u064a\u064e\u0648\u0652\u0645\u064e \u0627\u0644\u0652\u062c\u064f\u0645\u064f\u0639\u064e\u0629\u0650 \u0641\u064e\u0628\u0650\u0647\u064e\u0627 \u0648\u064e\u0646\u0650\u0639\u0652\u0645\u064e\u062a\u0652 \u0648\u064e\u0645\u064e\u0646\u0650 \u0627\u063a\u0652\u062a\u064e\u0633\u064e\u0644\u064e \u0641\u064e\u0627\u0644\u0652\u063a\u064f\u0633\u0652\u0644\u064f \u0623\u064e\u0641\u0652\u0636\u064e\u0644\u064f <\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cBarangsiapa yang berwudlu di hari jumat maka cukup baginya dan baik. Barangsiapa yang mandi jumat, maka mandi itu lebih utama.\u201d (H.R. Imam Tirmidzi dan Imam Abu Daud)<\/em><\/p>\n\n\n\n

Itulah mengapa berdasarkan hadits di atas, mayoritas ulama berpendapat bahwa mandi Jumat hukumnya bukan wajib namun sunnah. Hal ini sama halnya dengan debat Imam Syafii dan Imam Hanbali diatas tentang kedudukan orang yang meninggalkan shalat.<\/p>\n\n\n\n

Imam Syafii tentunya sangat tahu dasar argumentasi dari Imam Ahmad bin Hanbal. Namun beliau tidak bisa mengabaikan hadits lain tentang larangan mudahnya mengkafirkan orang.<\/p>\n\n\n\n

\u201cMan da\u2019a rajulan bi al-kufr aw qala \u2018aduwwa Allah wa laisa kadzalik illa hara ilaih (HR. Muslim). Barang siapa yang mendakwa seseorang dengan kekufuran, atau menyebutnya musuh Allah, sedangkan dia tidak seperti itu, hal tersebut akan kembali pada yang mengucapkannya.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Menurut Madzhab Syafii, orang yang meninggalkan shalat bisa dikatakan kafir ketika dia meninggalkannya karena mengingkari kewajiban shalat. Namun, jika meninggalkannya sebab kemalasan dan menyepelekan, maka orang tersebut tidak dihukumi kafir, tetapi berdosa. (Fariduddin Attar, 2009, 272).<\/p>\n\n\n\n

Karena itu sangat penting untuk memahami berbagai keragaman hukum fiqih untuk memperluas pengetahuan kita. Karena orang yang berpengetahuan luas, tidak akan mempersulit namun mempermudah, seperti kisah ulama-ulama kita di masa lalu.<\/p>\n\n\n\n

Rata-rata para ulama dahulu memberikan hukum yang paling mudah dilakukan oleh masyarakat umum, namun mereka memberikan hukum yang paling berat untuk dirinya sendiri, bukan sebaliknya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah di atas terdapat hikmah yang mengajarkan kita beberapa hal:<\/strong><\/p>\n\n\n\n