Pecihitam.org<\/strong> \u2013 \u00a0Selain Uighur, komunitas Muslim di China juga direpresentasikan oleh kelompok Hui. Mereka bisa menjalankan ritual keagamaan tanpa harus takut ditangkap aparat dan dituduh teroris. <\/p>\n\n\n\n Berbeda dengan\nSuku Uighur yang secara ras dan etnis memang berbeda dengan rakyat Tiongkok\npada umumnya karena berkulit putih dan berhidung mancung, maka Suku Hui ini\ntidak berbeda dengan rakyat Tiongkok pada umumnya yang berkulit kuning dan\nbermata sipit. <\/p>\n\n\n\n Seperti dikutip dari artikel Adnan\nAbdullah yang terbit di Kompasiana pada Juli 2019, Suku Hui juga menggunakan bahasa Mandarin dan memiliki budaya yang sama\ndengan rakyat Tiongkok pada umumnya.<\/p>\n\n\n\n Mereka juga tidak pernah punya keinginan untuk\nmerdeka dari RRC. Laksamana Cheng Ho yang legendaris itu berasal dari Suku\nHui. <\/p>\n\n\n\n Hal itulah\nyang membuat Muslim Hui bisa hidup damai dan menjalankan ajaran Islam dengan\ntenang tanpa pembatasan atau gangguan dari pemerintah RRC. <\/p>\n\n\n\n Selain itu, pemerintah China juga\nmembiarkan Muslim Hui mendirikan banyak masjid dan sekolah islam, serta pergi haji dan umrah.<\/p>\n\n\n\n Bahkan, pemerintah RRC saat\nini sedang membangun kota muslim terbesar di dunia yang diberi nama Hui Culture\nPark di Yinchuan. <\/p>\n\n\n\n Di kompleks\nyang dibangun di atas lahan seluas 67 hektare dengan biaya mencapai USD 3,5\nmiliar dolar Amerika atau sekitar 45 triliun rupiah itu, selain dibangun\nmasjid, juga dibangun berbagai fasilitas seperti museum, tempat pertunjukan,\nrestoran halal, dan taman-taman yang luas.<\/p>\n\n\n\n Indikator keramahan pemerintah Cina terhadap Hui, mengutip artikel\u00a0The Economist<\/em>\u00a0berjudul “The Hui: China’s other Muslims” (2016) bisa dilihat sebagai berikut. Jumlah masjid di Ningxia, tempat asal Hui, telah meningkat dua kali lipat sejak 1958, dari 1.900 menjadi 4.000. Hui\nbisa eksis di Cina karena keberadaan nenek moyang mereka yang berasal dari\nPersia. Mereka, yang mayoritas pedagang, masuk ke Cina lewat Jalur Sutra.\nSelain datang dengan tujuan jual-beli, para pedagang Persia ini juga membawa\nmisi menyebarkan Islam. Pecihitam.org \u2013 \u00a0Selain Uighur, komunitas Muslim di China juga direpresentasikan oleh kelompok Hui. Mereka bisa menjalankan ritual keagamaan tanpa harus takut ditangkap aparat dan dituduh teroris. Berbeda dengan Suku Uighur yang secara ras dan etnis memang berbeda dengan rakyat Tiongkok pada umumnya karena berkulit putih dan berhidung mancung, maka Suku Hui ini tidak berbeda dengan […]<\/p>\n","protected":false},"author":15,"featured_media":26413,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[2,11],"tags":[8019,8018],"yoast_head":"\n
Orang-orang Hui juga memiliki akses untuk ibadah haji hingga produksi terhadap bisnis makanan halal. Di saat bersamaan, pemerintah Cina tak keberatan komunitas Hui menerapkan hukum syariah.
Keterbukaan pemerintah Cina kepada Muslim Hui tak bisa dilepaskan dari faktor asimilasi. <\/p>\n\n\n\n
\n
\nSeiring waktu, mereka melebur dalam lapis sosial masyarakat\nCina. Mereka menetap, berkeluarga, dan akhirnya beranak-pinak. Termasuk dengan\netnis Han. Keadaan ini membikin orang-orang Hui punya kedekatan istimewa dengan\nCina. Mereka bisa berbahasa Cina dan tersebar di seluruh penjuru negeri, hanya\nseperlima yang tinggal di Ningxia.
\n
\nHasil asimilasi itu bisa dilihat kala mereka menyesuaikan\npraktik-praktik Islam dengan Konfusianisme. Contohnya: membangun masjid dengan\nperpaduan gaya tradisional Cina dan Islam.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"