Pecihitam.org-<\/strong> Oral seks dalam islam masih belum memiliki kedudukan jelas. Namun, sebagai gejala populer dalam perubahan prilaku seksual masyarakat Muslim, sejak beberapa tahun belakangan ini oral seks mulai mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. <\/p>\n\n\n\n Artikel ilmiah dan pendapat ringkas tentang oral seks sebagai tanggapan spontan mulai banyak dipublikasikan. Responsi tersebut terus tumbuh seiring perkembangan historisitas masyarakat. Persoalan oral seks telah menyebabkan banyak ulama di berbagai negara Muslim tertarik menganalisis dan mengeluarkan fatwa. <\/p>\n\n\n\n Mayoritas fatwa -fatwa ulama tersebut bercorak etis. Artinya, persoalan oral seks masih diselesaikan pada level anggapan -anggapan saja dan belum menyentuh alasan yang bersifat substansial. Hal ini bisa dipahami karena memang persoalan oral seks merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan. <\/p>\n\n\n\n Disamping itu, masalah ini juga mengundang silang pendapat di kalangan ulama karena tidak adanya teks agama yang pasti dalam menjelaskan hal ini. Oleh sebab itu terjadi silang pendapat. Berikut akan dijelaskan mengenai Oral Seks Suami-Istri Dalam Pandangan Hukum Islam Perspektif Syekh an-Najmi.<\/p>\n\n\n\n Aktivitas oral seks yang dilakukan pasangan suami – istri merupakan fenomena sosial yang bisa dibilang baru di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan dalam wacana keislaman. Hal ini memunculkan perdebatan di kalangan cendekiawan muslim tentang kebolehan melakukan aktivitas tersebut. <\/p>\n\n\n\n Namun demikian, kebanyakan ulama membolehkan aktivitas oral seks diantaranya adalah Shahid Athar, seorang ulama dan pakar seksologi<\/a> Islam. Namun demikian, tidak sedikit pula yang mengharamkan aktivitas tersebut. Satu diantaranya adalah Syaikh an-Najmi, seorang mufti Arab Saudi bagian selatan. <\/p>\n\n\n\n Dua ulama tersebut memiliki karakter dan corak berpikir yang berbeda karena corak masyarakat yang mereka hadapi juga berbeda. Syekh an-Najmi berada di lingkungan Arab Saudi, sedangkan Shahid Athar berada di lingkungan Amerika Serikat. Kedua ulama tersebut mena rik untuk diteliti pendapatnya karena mewakili corak dan pandangan hukum Islam yang berbeda.<\/p>\n\n\n\n