Fahlesa tidak menampik bahwa dalam komunitas HT juga berlaku bai\u2019at. Hal itu, ujarnya, merupakan tradisi dalam Islam dan dalam gerakan-gerakan Islam selain HT.<\/p>\n\n\n\n

Tapi, tegasnya, bai\u2019at bukan penanda bahwa sebuah kelompok otomatis bagian dari organisasi radikal apalagi teroris.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIni hanyalah simbol, mekanisme pengakuan terhadap pemimpin organisasi Islam,\u201d terang Fahlesa.<\/p>\n\n\n\n

Lebih jauh dia menegaskan bahwa di zaman Rasulullah dan Khulafaurrashidin juga ada bai\u2019at.<\/p>\n\n\n\n

Lebih jauh Fahlesa menyebutkan bahwa HT termasuk organisasi Islam revivalis yang paling strict alias ketat atau kaku. \u201cAturan organisasi dilaksanakan secara ketat dan terpusat di Timur Tengah.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Sebagai organisasi yang ingin menjadikan Islam sebagai referensi dalam ruang publik, HT tidak bisa disamakan dengan ISIS.<\/p>\n\n\n\n

\u201cISIS adalah kelompok yang bisa dikatakan sebagai kelompok teror, bukan gerakan sosial seperti HT,\u201d ujar Fahlesa.<\/p>\n\n\n\n

Meski begitu, Fahlesa tidak membantah jika HT dan ideologi khilafahnya menjadi ancaman bagi sebuah negara. \u201cTentu, karena sistem negara-bangsa (nation-state) berbeda dengan sistem khilafah.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Karena itu, ujar Fahlesa, HT tidak bisa berdampingan dengan ideologi yang dimiliki sebuah negara termasuk NKRI dengan ideologi Pancasila. Meski begitu, HT tidak menganut kekerasan dalam metode perjuangannya. Hal itu beda denga FPI misal Fahlesa.<\/p>\n\n\n\n

Soal mengapa HT bisa bertahan di Indonesia, Fahlesa menyebutkan hal itu perlu ditanyakan ke rezim Gus Dur, rezim Mega, dan rezim SBY. \u201cMereka tahu kok tentang HTI, tapi dibiarkan karena mereka tidak melihat adanya ancaman kekerasan dari HTI.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, soal diterima dan ditolaknya HT di Indonesia tak lepas dari interpretasi rezim yang memerintah dan tergantung hak prerogatif presiden.<\/p>\n\n\n\n

\u201cFPI menggunakan kekerasan tapi enggak pernah dibubarin. HTI tidak menggunakan kekerasan tapi dibubarkan pemerintah. Mengapa? Argumentasi saya sebagai peneliti, kemungkinan besar karena FPI masih banyak dibutuhkan para pemangku kepentingan di tanah air,\u201d ujar Fahlesa.<\/p>\n\n\n\n

Peraih gelar Ph.D dari The University of New South Wales, Australia ini menyebut pemilihan umum sebagai ilustrasi. Anggota HTI tidak mau ikut mencoblos, berbeda dengan kelompok atau organisasi lain.<\/p>\n\n\n\n