Pecihitam.org<\/strong> – Bagi ulama, dosen dan mahasiswa yang menekuni dunia ilmu hadits tentulah tidak asing dengan istilah takhrij hadits. Bagaimana tidak, sebelum mereka mengatakan derajat dan status sebuah hadis, apakah itu shahih, hasan, dhaif, maudhu, shahih lidzatihi, shahih lighairihi, hasan lidzatihi, hasan lighairihi atau lainnya, tentu di antara langkah yang harus mereka lalui adalah dengan mentakhrijnya. <\/p>\n\n\n\n Berikut pengertian takhrij menurut bahasa<\/p>\n\n\n\n \u0625\u062c\u062a\u0645\u0627\u0639 \u0623\u0645\u0631\u064a\u0646 \u0645\u062a\u0636\u0627\u062f\u064a\u0646 \u0641\u064a \u0634\u064a\u0626 \u0648\u0627\u062d\u062f<\/strong><\/p>\n\n\n\n Artinya: Kumpulan dua hal yang saling bertentangan dalam suatu perkara. <\/p>\n\n\n\n Adapun pengertian takhrij menurut istilah adalah sebagai berikut:<\/p>\n\n\n\n \u0627\u0644\u062f\u0644\u0627\u0644\u0629 \u0639\u0644\u0649 \u0645\u0648\u0636\u0639 \u0627\u0644\u062d\u062f\u064a\u062b \u0641\u064a \u0645\u0635\u0627\u062f\u0631\u0647 \u0627\u0644\u0623\u0635\u0644\u064a\u0629 \u0627\u0644\u062a\u064a \u0623\u062e\u0631\u062c\u062a\u0647 \u0628\u0633\u0646\u062f\u0647 \u062b\u0645 \u0628\u064a\u0627\u0646 \u0645\u0631\u062a\u0628\u062a\u0647 \u0639\u0646\u062f \u0627\u0644\u062d\u0627\u062c\u0629<\/strong><\/p>\n\n\n\n Artinya: Menunjukan tempat keberadaan hadits dalam sumber-sumber (kitab-kitab) asalnya yang mana hadis tersebut diriwayatkan lengkap dengan sanadnya lantas menjelaskan derajatnya jika diperlukan. <\/p>\n\n\n\n Berdasarkan pengertian tersebut tentunya terdapat beberapa poin yang harus digarisbawahi, berikut akan penulis paparkan secara detail dan perinci. <\/p>\n\n\n\n Pertama<\/strong>, menunjukan tempat keberadaan suatu hadits. Ini berarti di antara fungsi takhrij hadits adalah menunjukkan lokasi dimana hadits tersebut berada. Contohnya ungkapan \u201c\u0623\u062e\u0631\u062c\u0647 \u0627\u0644\u0645\u0633\u0644\u0645 \u0641\u064a \u0635\u062d\u064a\u062d\u0647<\/strong>\u201d artinya, Imam Muslim<\/strong><\/a> telah menakhrijkan (hadis tersebut) dalam kitab shahihnya. <\/p>\n\n\n\n Kedua<\/strong>, sumber-sumber (kitab-kitab) asalnya. Yang dimaksud dengan sumber-sumber asalnya ini adalah:<\/p>\n\n\n\n Untuk yang terakhir ini (nomor 3) dapat digambarkan bahwa kitab-kitab tersebut bukanlah kitab-kitab yang menghimpun banyak hadits. Namun para penulis kitab tersebut kerap mencantumkan hadits sebagai argumen dan dalil penguat dari materi yang ia tulis. <\/p>\n\n\n\n Tentunya hadits tersebut disertai dengan rentetan sanad dari gurunya (versi dirinya sendiri) hingga ke Nabi bukan dari yang lain. Ini juga dinamai dengan sumber-sumber asalnya. <\/p>\n\n\n\n Adapun jika menisbatkan hadis pada kitab-kitab yang hanya menghimpun sebagian hadis berdasarkan sanad-sanad yang berasal dari kitab sebelumnya (bukan memakai sanad yang ia terima dari gurunya), maka itu bukanlah termasuk pada kategori takhrij hadits.<\/p>\n\n\n\n