Pecihitam.org- <\/strong>Uang ala kadarnya yang diberikan masyarakat kepada penceramah biasa disebut bisyarah. Uang ini dianggap sebagai pengganti biaya transportasi meskipun penceramah agama tersebut tidak memintanya dan dia tidak menjadikan ceramah dia sebagai profesi. <\/p>\n\n\n\n Harus diakui bahwa pemberian uang semacam ini oleh masyarakat merupakan fenomena baru. Sementara sebelumnya para guru agama termasuk penceramah mendapatkan bisyarah atau insentif langsung dari anggaran negara dan kemurahan orang-orang dengan kelas ekonomi menengah ke atas. <\/p>\n\n\n\n Dari fenomena tersebut terselip pertanyaan bagaimana hukumnya menjadikan ceramah sebagai profesi untuk mencarai penghasilan dari dakwahnya itu.? <\/p>\n\n\n\n Fenomena seperti di atas pernah didiskusikan oleh ulama muta\u2019akhirin, salah satunya Ibnu Rusyd. Masalah ini kemudian diangkat kembali oleh Syekh Wahbah Az-Zuhaily terkait penerimaan bisyarah oleh guru agama dari masyarakat sebagai berikut: <\/p>\n\n\n\n \u201cFatwa di zaman kita ini terkait kewajiban untuk memberikan insentif (lewat amplop atau rekening) atau pengupahan, hadir karena munculnya gejala keredupan masalah keagamaan, putusnya anggaran negara (baitul mal) untuk kerja-kerja guru, sedikitnya muru\u2019ah orang-orang kaya. Semua ini berbeda dengan masa lalu di mana ulama Hanafiyah memakruhkan pemberian insentif atau amplop kepada mereka karena kegigihan orang di masa lalu dalam melakukan hisbah (semacam amar makruf dan nahi munkar), banyaknya anggaran negara untuk mereka, dan kekuatan muruah pada pengusaha dan orang-orang kaya untuk membantu memberikan insentif sehingga mereka tidak memerlukan insentif atau amplop (dari masyarakat), semata menegakkan hisbah<\/em>,\u201d (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhaily, Subulul Istifadah minan Nawazil wal Fatawa wal Amalil Fiqhi fit Tathbiqatil Mu\u2018ashirah, [Damaskus, Darul Maktabi: 2001 M\/1421 H], cetakan pertama, halaman 23).<\/p>\n\n\n\n Dari sini jelas bahwa pada masa mutaqaddimin, para guru agama mendapat kucuran anggaran dari negara dan juga orang-orang kaya. Kondisi ini yang menyebabkan ulama Madzhab Hanafi menyatakan makruh bagi mereka untuk menerima pemberian masyarakat (yang sekarang kita kenal sebagai gratifikasi) karena mereka telah dihonori oleh negara. <\/p>\n\n\n\n