Pecihitam.org- <\/strong>Asuransi menurut islam, sebenarnya sudah dipraktikkan sejak zaman Rasulullah saw. Cikal-bakal konsep asuransi syariah menurut sebagian ulama adalah ad-diyah ala al-aqilah<\/em>. Al-aqilah<\/em> adalah kebiasaan suku Arab jauh sebelum Islam datang. <\/p>\n\n\n\n Jika salah seorang anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar uang darah (al-diyah) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh tersebut dikenal dengan al-aqilah. <\/p>\n\n\n\n Ibnu Hajar al-\u2018Asqalani dalam kitabnya Fat\u1e25 al-Bari, sebagaimana dikutip oleh Syakir Sula, mengatakan bahwa pada perkembangan selanjutnya setelah Islam datang, sistem aqilah disahkan oleh Rasulullah menjadi bagian dari Hukum Islam.<\/p>\n\n\n\n Menurut Muhsin Khan, ide pokok dari al-aqilah berasal dari suku Arab yang pada zaman dulu harus selalu siap untuk melakukan kontribusi finansial atas nama pembunuh untuk membayar pewaris korban. Kesiapan untuk membayar kontribusi keuangan sama dengan premi praktik asuransi. <\/p>\n\n\n\n Sementara itu, kompensasi yang dibayar berdasarkan al-`\u0101qilah sama dengan nilai pertanggungan dalam praktik asuransi sekarang, karena itu merupakan bentuk perlindungan finansial untuk pewaris terhadap kematian yang tidak diharapkan dari sang korban. <\/p>\n\n\n\n Al-aqilah bahkan tertuang dalam konstitusi pertama di dunia, yang dibuat oleh Rasulullah yang dikenal dengan Konstitusi Madinah (622 M). Konstitusi tersebut diperuntukkan bagi penduduk Madinah, seperti Muhajirin, Anshor, Yahudi, dan Kristen. <\/p>\n\n\n\n Dalam konstitusi ini diperkenalkan asuransi sosial yang tecermin dalam beberapa bentuk, yakni:<\/p>\n\n\n\n Pertama,<\/strong><\/em>Melalui praktik al-diyah. Al-Diyah atau uang darah harus dibayarkan oleh al-aqilah (keluarga dekat si pembunuh) kepada keluarga korban untuk menyelamatkan pembunuh dari beban hukum. Hal ini disebutkan dalam Pasal 3 Konstitusi Madinah, \u201cKaum Muhajirin dari suku Quraisy akan bertanggung jawab atas perkataan mereka dan akan membayar uang darah dalam bentuk kerja sama antar mereka\u201d.<\/p>\n\n\n\n Kedua, <\/strong><\/em>Melalui pembayaran fidyah (tebusan). Nabi Muhammad saw. juga melaksanakan ketetapan pada konstitusi awal tersebut berkaitan dengan menyelamatkan nyawa para tawanan dan beliau menyatakan bahwa siapa saja yang menjadi tawanan perang musuh, maka al-aqilah dari tawanan tersebut harus membayar tebusan kepada musuh untuk membebaskan tawanan tersebut, 4 Pembayaran tebusan semacam ini dapat dianggap sebagai bentuk lain dari asuransi sosial. <\/p>\n\n\n\n Dalam Konstitusi Madinah Pasal 4-12a disebutkan bahwa para mujahidin dari suku Quraisy akan bertanggung jawab atas pembebasan tawanan dengan cara pembayaran tebusan sehingga kerja sama antar kaum mukmin dapat sesuai dengan prinsip kearifan dan keadilan. Aturan ini juga berlaku bagi suku-suku lain yang tinggal di Madinah seperti Banu Harits, Banu Najjar, Banu Jusham, dan lain-lain.<\/p>\n\n\n\n