PeciHitam.org – <\/strong>Hari ini, siapa sih orang yang bebas hutang? Sekecil apapun. Bisa hutang materi maupun non materi. Seringkali kebutuhan mendesak, kita sebagai makhluk sosial juga sering merepotkan orang lain dengan berhutang. Tentu dengan niat mengembalikannya.<\/p>\n Kata hutang jika di dalam istilah fiqih sering sebut sebagai akad irfaq. Akad irfaq sendiri diartikan sebagai bentuk transaksi yang didasari rasa belas kasih. Hal ini bukan tanpa alasan, karena biasanya pihak yang hendak berutang (muqtarid), ia tidak akan berutang pada orang lain kecuali dalam keadaan membutuhkan terhadap uang, lalu orang lain mau memberi utang kepadanya dilandasi oleh rasa kasihan kepada dirinya dengan niat membantu.<\/p>\n Setelah berhutang, kewajiban muqtarid (orang yang berhutang) ialah mengembalikan\/membayarnya. Sebab, hutang merupakan tanggungjawab seseorang kepada sesama manusia (haqqul adam) sampai kapanpun kecuali telah membayarnya. Jikalau memang belum mampu dan tidak ada kemungkinan untuk membayar hutang tersebut maka terpaksa meminta kerelaannya.<\/p>\n Perlu digarisbawahi, dalam berhutang, wajib hukumnya untuk mengembalikannya. Seseorang yang berhutang harus senantiasa bersungguh-sungguh untuk berusaha membayarnya. Bukan malah menunda-nunda sampai orang yang dihutangi lupa atau bahkan mengharap kerelaannya.<\/p>\n Seringkali kita temui, ketika seseorang meninggal dunia, para pelayat ditanyai, “apakah jenazah masih memiliki tanggungan atau haqqul adam yang belum tertunaikan?” Mengapa ini penting ditanyakan ketika hendak dikuburkan? Sebab, hutang merupakan tanggungjawab antar sesama manusia.<\/p>\n Hutang tidak akan gugur hanya karena ia telah meninggal dunia. Jika yang bersangkutan memang sudah meninggal dunia, maka ahli warisnyalah yang harus menanggungnya. Namun apabila memang benar-benar tidak sanggup maka diperbolehkan untuk meminta kerelaannya.<\/p>\n Meminta kehalalan (istihlal) kepada orang yang memberi utang berperan penting dalam gugurnya kewajiban membayar utang ketika ia tidak mampu membayar.<\/p>\n Sehingga selama seseorang masih dapat menemukan keberadaan orang yang memberi utang, namun ia tidak mampu membayar, maka ia tidak dianjurkan melakukan sedekah terlebih dahulu, tapi ia harus menemui orang tersebut dan meminta kehalalan atau kerelaan atas utang yang tidak dapat dilunasinya. Lalu bagaimana cara melunasi hutang jika yang menghutangi susah dicari keberadaannya?<\/p>\n