PeciHitam.org –\u00a0<\/strong>Di\u00a0 Indonesia, jejak tashih mushaf al-Quran mulai\u00a0 jelas terekam\u00a0 ketika\u00a0 Menteri\u00a0 Agama\u00a0 Muda\u00a0 K.H.\u00a0 Moh.\u00a0 Iljas\u00a0 mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA No. 01 tahun 1957) yang mewajibkan\u00a0 penerbit\u00a0 mushaf\u00a0 di\u00a0 Indonesia memuat\u00a0 surat\u00a0 keterangan bahwa\u00a0 naskah Al-Quran\u00a0 telah\u00a0 ditashih\u00a0 oleh\u00a0 ulama-ulama\u00a0 yang nama dan\u00a0 tanda\u00a0 tangan mereka dibubuhkan dalam sebuah surat keterangan. Lembar tashih ditempelkan pada setiap akhir mushaf.<\/p>\n

Dua\u00a0 tahun\u00a0 berselang,\u00a0 KH.\u00a0 Wahib\u00a0 Wahab selaku\u00a0 Menteri Agama mengeluarkan\u00a0 Peraturan Menteri\u00a0 Muda Agama\u00a0 Nomor 11 tahun 1959. Peraturan ini mengukuhkan keberadaan Lajnah Pentashihan\u00a0 Mushaf Al-Quran yang\u00a0 bertugas\u00a0 mempelajari,\u00a0 menyelidiki dan\u00a0 mengetahui mushaf\u00a0 yang\u00a0 beredar di\u00a0 Indonesia.<\/p>\n

PMA ini\u00a0 juga memperjelas\u00a0 bahwa\u00a0 penerbit mushaf\u00a0 al-Quran harus\u00a0 mentashihkan mushaf kepada Lajnah, tidak lagi kepada ulama perseorangan.<\/p>\n

Sejak\u00a0 tahun\u00a0 1984\u00a0 Indonesia\u00a0 secara\u00a0 resmi\u00a0 telah memiliki Mushaf\u00a0 al-Quran\u00a0 Standar\u00a0 sebagai\u00a0 acuan\u00a0 bagi\u00a0 pentashihan\u00a0 dan penerbitan Mushaf\u00a0 al-Quran\u00a0 di\u00a0 Indonesia. Mushaf\u00a0 al-Quran ini terdiri dari tiga jenis berdasarkan segmen penggunanya:<\/p>\n

\n
1. Mushaf Standar Usmani\u00a0<\/a> untuk\u00a0 orang\u00a0 awas\u00a0 (bisa\u00a0 melihat),<\/li>\n
2. Mushaf Standar Bahriyah untuk para penghafal al-Quran, dan<\/li>\n
3. Mushaf Standar Braille untuk para tunanetra. Praktis sejak saat itu sampai sekarang, semua\u00a0 jenis cetakan dan penulisan al-Quran yang beredar di Indonesia secara legal harus mengacu pada salah satu dari tiga jenis mushaf al-Quran standar tersebut.<\/li>\n<\/ol>\n

   Sejarah panjang penulisan Mushaf\u00a0 Al-Quran Standar Indonesia (selanjutnya disingkat MAQSI), merujuk pada dokumen resmi Kementerian\u00a0 Agama, adalah\u00a0 dipicu\u00a0 oleh\u00a0 dua\u00a0 hal\u00a0 penting\u00a0 yang terjadi\u00a0 pada\u00a0 tahun\u00a0 1972, antara lain:<\/p>\n

   \n
   1. Apa pegangan\u00a0 Lajnah\u00a0 Pentashih\u00a0 al-Quran yang dapat dipergunakan untuk menetapkan penulisan yang dianggap benar?<\/li>\n
   2. Harakat, tanda baca, dan tanda waqaf manakah yang akan\u00a0 ditetapkan\u00a0 dan\u00a0 dapat\u00a0 diikuti\u00a0 oleh\u00a0 para\u00a0 penerbit\u00a0 Al-Quran\u00a0 untuk\u00a0 masa\u00a0 yang\u00a0 lama?<\/li>\n<\/ol>\n

      Hal\u00a0 ini\u00a0 dianggap\u00a0 cukup\u00a0 krusial, mengingat sebelum ada MAQSI, Lajnah dalam tugasnya mentashih mempergunakan\u00a0 cara\u00a0 musyawarah\u00a0 tradisional\u00a0 dengan\u00a0 membuka kitab, sebab belum memiliki pedoman tertulis.<\/p>\n

      Begitu pun penerbit dengan\u00a0 bebasnya\u00a0 melakukan\u00a0 inovasi\u00a0 bentuk\u00a0 rasm<\/em>,\u00a0 harakat,\u00a0 tanda baca dan tanda waqaf. Sehingga, yang muncul di masyarakat umum bukan lagi keragaman, melainkan kesimpangsiuran dan bercampurnya\u00a0 berbagai\u00a0 macam\u00a0 jenis\u00a0 rasm<\/em>,\u00a0 harakat,\u00a0 tanda\u00a0 baca,\u00a0 dan\u00a0 tanda waqaf dalam setiap terbitan al-Quran.<\/p>\n

      Beberapa peneliti dan praktisi mushaf al-Quran sering mengkritik diksi kata \u201cstandar\u201d dalam MAQSI yang mulai beredar pada 1984.\u00a0 Bagi\u00a0 sebagian orang,\u00a0 pilihan\u00a0 kata\u00a0 ini\u00a0 menegaskan\u00a0 bahwa mushaf\u00a0 Indonesia\u00a0 bukanlah\u00a0 mushaf\u00a0 al-Quran\u00a0 yang\u00a0 berstandar internasional.<\/p>\n

      Barangkali pengertian standar\u00a0 yang dapat dianggap sebagai standar internasional\u00a0 adalah\u00a0 Rasm\u00a0 Utsmani<\/em>,\u00a0 yang\u00a0 menjadi\u00a0 dasar\u00a0 pijakan\u00a0 mushaf\u00a0 al-Quran sejak masa kekhalifahan Utsman bin Affan<\/a>, selebihnya hampir tidak ditemukan mushaf yang mendominasi secara internasional.<\/p>\n

      Oleh karena itu, penting dikemukakan kata \u2018Standar Indonesia\u2019\u00a0 bukan\u00a0 menegaskan\u00a0 bahwa\u00a0 yang\u00a0 lain\u00a0 bukanlah\u00a0 standar atau berarti mushaf-mushaf al-Quran terbitan luar negeri bukanlah standar.<\/p>\n

      Akan tetapi, merupakan kalimat definitif untuk menunjukkan pilihan baku umat Islam Indonesia terkait rasm<\/em>, harakat, tanda baca\u00a0 dan\u00a0 tanda\u00a0 waqaf<\/em>-nya\u00a0 dalam\u00a0 konteks\u00a0 penyeragaman\u00a0 produk cetak dan elektronik al-Quran yang dicetak dan beredar di Indonesia.<\/p>\n

      Hal\u00a0 ini\u00a0 penting,\u00a0 mengingat,\u00a0 ketika\u00a0 penerbit-penerbit\u00a0 al-Quran\u00a0 tidak\u00a0 diberikan\u00a0 ketentuan\u00a0 yang\u00a0 mengikat\u00a0 tentang\u00a0 hal-hal yang harus diperhatikan dan mencetak al-Quran, khususnya dalam komponen-komponen pokok mushaf al-Quran seperti rasm<\/em> (tulisan), harakat, tanda baca dan tanda waqaf<\/em>, maka yang muncul adalah bercampuraduknya pola penulisan,\u00a0 harakat,\u00a0 tanda\u00a0 baca\u00a0 dan\u00a0 tanda waqaf<\/em> yang sering membingungkan masyarakat.<\/p>\n

      Berdasarkan hal-hal di atas, Kementerian Agama melalui Lajnah\u00a0 Pentashih\u00a0 Mushaf\u00a0 Al-Quran yang\u00a0 pada\u00a0 waktu\u00a0 itu\u00a0 (1974) berada di\u00a0 bawah\u00a0 Lembaga\u00a0 Lektur\u00a0 yang\u00a0 dipimpin HB.\u00a0 Hamdani Aly, MA., M. Ed pada masa Menteri Agama H.A. Mukti Ali, memulai pelaksanaan Musyawarah Kerja Ulama Al-Quran\u2014selanjutnya\u00a0 di\u00a0 sebut\u00a0 Muker\u2014yang\u00a0 baru\u00a0 dapat\u00a0 direalisasikan\u00a0 pada\u00a0 tahun 1974 di Ciawi Bogor Jawa Barat.<\/p>\n

      Hasilnya, empat bagian penting cetakan mushaf\u00a0 al-Quran,\u00a0 berupa aspek\u00a0 rasm<\/em>\u00a0 (pola\u00a0 penulisan), harakat,\u00a0 tanda\u00a0 baca\u00a0 dan\u00a0 tanda-tanda\u00a0 waqaf<\/em> berhasil\u00a0 distandarkan pada Muker IX\/1983.<\/p>\n

      Demikian sejarah singkat lahirnya Lajnah Pentashihan al-Quran di Indonesia. Mudah-mudahan hal ini dapat memberikan gambaran bagi pembaca mengenai peran pentingnya Lajnah Pentashihan al-Quran di Indonesia ini. Wallahu A\u2019lam<\/em>.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

      PeciHitam.org –\u00a0Di\u00a0 Indonesia, jejak tashih mushaf al-Quran mulai\u00a0 jelas terekam\u00a0 ketika\u00a0 Menteri\u00a0 Agama\u00a0 Muda\u00a0 K.H.\u00a0 Moh.\u00a0 Iljas\u00a0 mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA No. 01 tahun 1957) yang mewajibkan\u00a0 penerbit\u00a0 mushaf\u00a0 di\u00a0 Indonesia memuat\u00a0 surat\u00a0 keterangan bahwa\u00a0 naskah Al-Quran\u00a0 telah\u00a0 ditashih\u00a0 oleh\u00a0 ulama-ulama\u00a0 yang nama dan\u00a0 tanda\u00a0 tangan mereka dibubuhkan dalam sebuah surat keterangan. Lembar tashih […]<\/p>\n","protected":false},"author":16,"featured_media":36530,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[6351],"tags":[9654],"yoast_head":"\n