Pecihitam.org<\/strong> – Sebelumnya perlu ditegaskan bahwa setiap pewaris para nabi pasti ulama, namun tidak semua (mengaku atau diakui sebagai) \u201culama\u201d adalah pewaris nabi. Ini perlu diluruskan agar umat Islam tidak serta merta ikut kepada yang mengaku dirinya ulama atau diakui sebagai ulama (oleh segelintir orang).<\/p>\n\n\n\n Di zaman sekarang ini mencari ulama sebagai pewaris para nabi tidaklah sulit. Nampaknya sebagian orang cenderung ingin diakui sebagai ustadz atau ulama agar mereka diundang ceramah. Namun setelah di dengar, diamati isi ceramahnya sedikitpun tidak mencerminkan dirinya sebagai ulama pewaris para nabi, ceramahnya penuh dengan kedengkian, permusuhan antar mazhab maupun antar agama. \u00a0<\/p>\n\n\n\n Seorang habib berceramah dihadapan jamaahnya dengan begitu bangganya mengatakan, \u201ckalau ketemu orang ini bukanya celananya jangan-jangan dia banci.\u201d Seorang ustadz kondang berkata, di Salib itu ada Jin Kafir, seorang habib menyerukan untuk jihad melawan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n Seorang ustadz berkata, si tua bangka kepada KH. Ma\u2019ruf Amin<\/a><\/strong>, pelaku bid\u2019ah terbesar di Indonesia katanya Habib Quraish Shihab dan KH. Said Aqil Siraj. Seorang ustadz ditanya tentang orang syiah shalat di Masjid Sunni, ia jawab, \u201cUsir.\u201d<\/p>\n\n\n\n Menurut saya, mereka yang dianggap habib, ulama, ustadz namun prilakunya, ucapanya seperti di atas bukanlah ulama yang mewarisi para nabi, mungkin ulama tetapi bukan pewaris nabi. Sebab pewaris nabi adalah yang mewarisi sifat, akhlak, tutur kata, prilaku para nabi khususnya Nabi Muhammad yang digelari uswatun hasanah<\/em>, raufur rahim. <\/em><\/p>\n\n\n\n Habib Qurais Shihab, Nasaruddin Umar, Said Aqil Siraj, Gus Mus, Gus Baha,\nGus Muwafiq, AGH. Sanusi Baco, adalah sederet ulama yang mencerminkan pribadi-pribadi\nulama sebagai pewaris nabi khususnya dalam konteks Indonesia. <\/p>\n\n\n\n Jadi maksud hadis ulama adalah pewaris para nabi adalah mereka yang mampu\nmemahami apa dibawa oleh para nabi, baik aspek pengetahuan maupun aspek akidah.\nMereka yang miliki \u201chubungan\u201d ruhani secara terus menerus dengan para nabi,\nmereka yang makrifah terhadap ajaran-ajaran dan sifat-sifat nabi. Jadi perlu\ndipahami bahwa istilah \u2018pewaris\u2019 disyaratkan adanya hubungan dengan \u2018yang\nmewariskan\u2019.<\/p>\n\n\n\n Perbedaan ilmu warisan dengan ilmu perolehan kata Nur Jabir. Ilmu perolehan adalah seorang mempersiapkan dirinya, berusaha sekuat tenaga agar ia memperoleh apa yang dia inginkan tanpa ada hubugan relasi dengan seseorang.<\/p>\n\n\n\n Namun, dengan ilmu warisan, untuk memperolehnya harus ada hubungan spiritual (rohani) dengan seseorang. Jadi untuk menjadi pewaris bukan dengan klaim tetapi dengan pengakuan dari yang mewariskan. Misalnya, Nabi saw dalam hadis bersabda:<\/p>\n\n\n\n \u0639\u0646 \u0627\u0628\u0646 \u0639\u0628\u0627\u0633 \u0631\u0636\u064a \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0639\u0646\u0647\u0645\u0627 \u0642\u0627\u0644 : \u0642\u0627\u0644 \u0631\u0633\u0648\u0644 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0635\u0644\u0649 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0648 \u0633\u0644\u0645 \u0623\u0646\u0627 \u0645\u062f\u064a\u0646\u0629 \u0627\u0644\u0639\u0644\u0645 \u0648 \u0639\u0644\u064a \u0628\u0627\u0628\u0647\u0627 \u0641\u0645\u0646 \u0623\u0631\u0627\u062f \u0627\u0644\u0645\u062f\u064a\u0646\u0629 \u0641\u0644\u064a\u0623\u062a \u0627\u0644\u0628\u0627\u0628 <\/strong><\/p>\n\n\n\n Artinya: “Saya adalah kotanya ilmu dan Ali adalah pintunya, maka barang siapa yang menginginkan (ilmu Nabi saw) maka datangilah pintunya”. (HR. al-Hakim: al-Mustadrak al-Hakim; at-Thabrani: al-Mu\u2019jam al-Kabir; al-Tabari: Tahdzib al-Atsar lil Thabari).<\/em><\/p>\n\n\n\n Dalam ilmu tarekat khalwatiyah, misalnya, Imam Ali menjadi khalifah tertinggi setelah Rasulullah saw. Para sahabat, generasi para sahabat tahu kedudukan Ali bin Abi Thalib di Mata Rasulullah. Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda, \u201cengkau Ali, seperti Harun di sisi Musa.<\/p>\n\n\n\n Atau hadis yang lain, Nabi Muhammad saw bersabda: <\/p>\n\n\n\n \u0639\u064e\u0646\u0650 \u0627\u0628\u0652\u0646\u0650 \u0639\u064e\u0628\u064e\u0651\u0627\u0633\u064d \u060c \u0623\u064e\u0646\u064e\u0651 \u0631\u064e\u0633\u064f\u0648\u0644\u064e \u0627\u0644\u0644\u0647\u0650 \u0635\u0644\u0649 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0648\u0633\u0644\u0645 \u0642\u064e\u0627\u0644\u064e \u0644\u0650\u0639\u064e\u0644\u0650\u064a\u064d\u0651 \u0623\u064e\u0646\u0652\u062a\u064e \u0648\u064e\u0644\u0650\u064a\u064f\u0651 \u0643\u064f\u0644\u0650\u0651 \u0645\u064f\u0624\u0652\u0645\u0650\u0646\u064d \u0628\u064e\u0639\u0652\u062f\u0650\u064a.\u00a0 <\/strong><\/p>\n\n\n\n Artinya: “Bahwa Rasulullah saw berkata kepada Ali, \u201cengkau Wali (pelindung) setiap mukmin setelahku (wafatku).” (HR. Musnad Abi Daud al-Tayalisy). <\/em><\/p>\n\n\n\n Ulama pewaris para nabi tidak ditentukan oleh hubungan nasab atau kedekatan, tetapi para pertalian maqam spiritual dengan para nabi. Jika seseorang menginginkan dirinya menjadi pewaris nabi, maka harus terhubung dengan Rasulullah saw. Jalan satu-satunya melalui proses pembersihan diri atau menyucikan hati. <\/p>\n\n\n\n Semakin suci jiwa, hati kita semakin dekat pula kita dengan Rasulullah saw. Oleh karena itu, setiap pewaris para nabi adalah seorang ulama dan tidak semua ulama adalah pewaris para nabi. Begitulah makna lain atau hakikat makna,<\/p>\n\n\n\n \u0625\u0650\u0646\u064e\u0651 \u0627\u0644\u0639\u064f\u0644\u064e\u0645\u064e\u0627\u0621\u064e \u0648\u064e\u0631\u064e\u062b\u064e\u0629\u064f \u0627\u0644\u0623\u064e\u0646\u0652\u0628\u0650\u064a\u064e\u0627\u0621\u0650 <\/strong><\/p>\n\n\n\n “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi (HR. Sunan At-Turmidzi, HR. Sunan Abi Daud).[1]<\/a><\/em><\/p>\n\n\n\n Sebagai pewaris tentu ia terikat dengan yang mewariskan dan ulama sebagai pewaris para nabi tentu terikat dengan para nabi yang ia warisi. Yang ia warisi adalah akhlaknya, tutur katanya, ilmunya. Ulama adalah pelanjut risalah kenabian. Seorang nabi membawa kitab yang ia wariskan karena dengan kitab itu inti ajarannya akan terwariskan dan ulamalah yang berkewajiban untuk mewujudkan isi dari kitab tersebut.<\/p>\n\n\n\n Nai Muhammad adalah al-Qur\u2019an yang wujud, al-Qur\u2019an adalah muhammad yang terkonsep. Pewarisnyalah memiliki tugas untuk mewujudkan konsep yang ada di dalam al-Qur\u2019an dalam bentuk prilaku.\u00a0 Wallahu a\u2019lam bis Shawab
<\/p>\n\n\n\n
\n\n\n\n