Pecihitam.org<\/strong> – Ketika membaca atau menelaah sebuah hadits tidak jarang pada bagian akhir kita menemukan kalimat yang tertulis “muttafaq alaih”. Lantas apa sebenarnya maksud dari hadits muttafaq alaih tersebut? Berikut penjelasannya.<\/p>\n\n\n\n

Hadits Muttafaq alaih merupakan hadist dengan tingkat otensitas atau keshahihan yang tertinggi. Sebagian besar umat muslim meyakini bahwa hadist tersebut terdapat dalam dua kitab hadist paling shahih, yaitu kitab Shahih Al-Bukhari<\/a><\/strong> dan Shahih Muslim<\/a><\/strong>. <\/p>\n\n\n\n

Sebagaimana yang telah di jelaskan oleh Al-Suyuthi\u00a0 di dalam karyanya yang berjudul Tadrib Al-Rawi sebagai berikut :<\/p>\n\n\n\n

\u201cBila ulama-ulama hadist mengatakan \u2018 Hadist ini shahih dan muttafaqun \u2018alaih\u2019 atau \u2018 Hadist ini muttafaq \u2018ala shihhatih\u2019. Maka maksudnya adalah hadist ini di riwayatkan oleh dua imam besar hadist tersebut, Bukhari dan Muslim.\u201d <\/em><\/p>\n\n\n\n

Ibn al-Shalah menggunakan muttafaq \u2018alaih sebagai istilah untuk hadits yang memenuhi syarat-syarat keshahihan yang sempurna, tanpa membatasi hadist yang di riwayatkan oleh ulama tertentu saja. Namun setelah itu, ia menyederhanakan ruang lingkup muttafaq \u2018alaih sebagai hadits yang di sepakati keshahihannya oleh Al-Bukhori dan Muslim karena kitab mereka\u00a0 merupakan kitab hadist yang paling shahih.<\/p>\n\n\n\n

Jadi, dalam hadits muttafaq alaih di dalamnya terdapat dua faktor kesamaan yaitu faktor redaksi dan faktor makna. Sedangkan apabila terdapat perbedaan sanad di dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim tidak berpengaruh dalam pertimbingan istilah hadist Muttafaqun \u2018alaih.<\/p>\n\n\n\n

Dalam tradisi ulama hadist menyebutkan \u00a0\u201cakhraju al-Bukhari wa Muslim\u201d \u00a0( \u0627\u062e\u0631\u062c \u0627\u0644\u0628\u062e\u0627\u0631\u0649 \u0648\u0627\u0644\u0645\u0633\u0644\u0645\u00a0<\/strong> ) atau \u2018Muttafaqun \u2018alaih\u2019( \u0645\u062a\u0641\u0642 \u0639\u0644\u064a\u0647 <\/strong>)\u00a0 \u00a0atau \u2018Muttafaq \u2018ala shihhatihi\u2019 ( \u0645\u062a\u0641\u0642 \u0639\u0644\u064a \u0635\u062d\u062d\u0627\u062a\u0647<\/strong> ) yang berarti bahwa Hadist tersebut di riwayatkan Al-Bukhari dan Muslim atau hadist yang di sepakati keshahihannya oleh mereka .<\/p>\n\n\n\n

Jadi, hadits Muttafaq \u2018alaih bukan berarti bahwa hadist yang di maksudkan tersebut memiliki redaksi serta makna yang benar-benar harus sama dalam kedua kitab shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Tapi yang terpenting adalah hadits tersebut telah di sepakati keshahihannya\u00a0 dari Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan menurut Imam Al-Nawawi menyebutkan bahwa bisa jadi hadist muttafaqun \u2018alaih memiliki redaksi yang berbeda di dalam shahih Bukhari dan Shahih Muslim, tapi hadist tersebut menggunakan kata-kata yang bermakna sama atau muradif (sinonim). Imam An-Nawawi menyampaikan:<\/p>\n\n\n\n

\u201c Maksud perkataan para Muhaddist, \u2018sesuai syarat (kriteria) keduanya atau salah satunya\u2019, adalah bahwa para periwayat sanad tersebut terdapat dalam kitab Al-Bukhori dan Muslim atau salah satunya, karena keduanya tidak memiliki (tidak menetapkan) syarat dalam kitab keduanya dan tidak pula dalam selain kitab keduanya\u201d. <\/em><\/p>\n\n\n\n

Adapun Imam Syaukhani menjelaskan di dalam kitab Nailul Authar dengan menggunakan istilah Muttafaq \u2018Alaih untuk meyebut hadits-hadits yang keshahihannya telah di sepakati oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Musslim. Namun beliau juga menambahkan Imam Ahmad termasuk dalam Muttafaqun \u2018Alaih.<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, apabila ada seseorang yang \u00a0mengutip hadist kemudian di berikan simbol muttafaqun \u2018alaih maka hasil dari kutipannya tersebut harus terdapat di dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim atau salah satunya.<\/p>\n\n\n\n

Tetapi, apabila hadist tersebut tidak tercantum dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, maka hasil kutipan\u00a0 hadist tersebut lemah dan tidak dapat di kutip ulang lagi karena\u00a0 telah melanggar kode etik pengutipan hadist yang telah di tetapkan oleh para ahli hadist sebab\u00a0 periwayatan dari kitab harus secara lafal.<\/p>\n\n\n\n

Adapun kitab Shahih yang penyusunannya telah memenuhi syarat dan metode penyusunan Imam Bukhari dan Muslim namun mereka tidak mengeluarkannya misalnya seperti kitab Al-Mustadrak ala ash-shahihain karya dari Al Hakim An-Naisyyaburi, Al Jami\u2019ush Shahih Min lLaisa\u00a0 fi Al-Shahihain ( kumpulan Hadist Shahih yang Tidak di Keluarkan di Shahihain). Wallahua’lam bisshawab.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Ketika membaca atau menelaah sebuah hadits tidak jarang pada bagian akhir kita menemukan kalimat yang tertulis “muttafaq alaih”. Lantas apa sebenarnya maksud dari hadits muttafaq alaih tersebut? Berikut penjelasannya. Hadits Muttafaq alaih merupakan hadist dengan tingkat otensitas atau keshahihan yang tertinggi. Sebagian besar umat muslim meyakini bahwa hadist tersebut terdapat dalam dua kitab […]<\/p>\n","protected":false},"author":14,"featured_media":42598,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[3665],"tags":[10350,10351],"yoast_head":"\n