Pecihitam.org- <\/strong>Sepanjang sejarah manusia jual beli akan terjadi di belah bumi manapun. Hal itu dapat dipahami karena manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, khusunya di bidang materi.<\/p>\n Manusia termasuk makhluk yang serba ingin memiliki, semua yang dilihat dan dimiliki oleh orang lain ingin dimilikinya. Namun dalam kenyataannya, ternyata tidak semua dapat dimiliki dengan berbuat sendiri. Ada juga benda yang bisa dimiliki setelah barter<\/a>, atau setelah dipinta, boleh juga orang lain dengan kerelaanya memberikan.<\/p>\n Namun tidak sedikit juga untuk memiliki dengan cara memaksa orang lain. Dengan cara memaksa untuk memiliki tentu akan melahirkan keresahan dalam kehidupan.<\/p>\n Di sini perlu aturan dalam memiliki sesuatu yang diinginkan, karenanya Islam mengatur kehidupan sosial (muamalah) manusia, agar satu dengan yang lain terjalin keharmonisan, termasuk di dalalamnya cara memiliki, yakni jual beli dalam islam.<\/p>\n Pada awalnya jual beli dilakukan dengan barter, seiring dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia, jual beli pun ikut berubah. Manusia berusaha menciptakan alat yang disepakati dan sah digunakan untuk jual beli.<\/p>\n Manusia yang sejak penciptaanya diragukan oleh para malaikat tentang kredibilitasnya hidup di bumi ini. Di antara sifat manusia yang diragukan para malaikat adalah serakah, kikir, membuat kerusakan, menjadi homohomoni lupus.<\/p>\n Hal ini tentu akan mendorong manusia melakukan semena-mena dalam melakukan jual beli, sekalipun sudah diciptakan alat yang sah untuk jual beli. Untuk itu Islam dengan dengan segala perangkatnya membuat aturan-aturan khusunya dibidang jual beli, agar tercipta kemaslahatan di antara manusia.<\/p>\n Seperangkat aturan yang ditawarkan oleh Islam kepada manusia dalam jual beli meliputi prinsip dasar jual beli, orientasi jual beli, syarat dan rukun jual beli, hukum jual beli, barang yang diperjual belikan, dan akad dalam jual beli.<\/p>\n Prinsip dasar konsep jual beli dalam Islam saling menguntungkan, baik pembeli maupun penjual. Kedua belah pihak, yakni penjual dan pembeli dalam transaksi harus berorientasi pada prinsip dasar tersebut. Sementara orientasinya pada tolong menolong dalam kebaikan (Ta\u2019awun ala al-Biri).<\/p>\n Pembeli berusaha menolong penjual agar dagangannya cepat terjual, dan penjual berusaha memenuhi kebuthan pembeli sehingga terjadi sigma kepuasan.<\/p>\n