Pecihitam.org- <\/strong>Islam Wasathiyah muncul sebagai penyeimbang dari munculnya kelompok yang seringkali membid\u2019ahkan dan mengkafirkan (takfiri) kelompok lain.<\/p>\n Selain itu, juga pendidikan wasathiyah merupakan pemahaman Islam moderat, dengan gagasan menentang kekerasan, membela orang terzalimi, fanatisme, ekstrimisme, menolak intimidasi, dan terorisme.<\/p>\n Wasathiyah termasuk karakter Islam yang utama karena nilai inilah yang senantiasa menghubungkan kaum muslimin dengan prinsip dasar mereka. Kondisi hidup mereka saat ini tidaklah terputus dari sejarah masa lalu mereka dan terhubung kuat dengan sejarah hidup para generasi shalih terdahulu.<\/p>\n Dalam pandangan Islam, kehidupan selalu mengalami perubahan dan perputaran. Oleh karena itu, sikap moderat Islam menolak berpisah dari masa kini dan mengabaikan peristiwa yang terjadi di dalamnya.<\/p>\n Kemoderatan Islam juga menolak membungkus ijtihad yang dipengaruhi oleh sebuah kondisi atau lingkungan dengan baju keabadian dan pemeliharaan dari kesalahan dan perubahan, tanpa ada ijtihad lain yang juga dipengaruhi oleh lingkungan dan kondisi yang berbeda dengan lingkungan ijtihad sebelumnya.<\/p>\n Sejarah peradaban Islam selalu diwarnai perebutan pengaruh antara teks dengan konteks. Sebagian kalangan berpendapat bahwa teks-teks keagamaan hendaknya diaplikasikan dengan konsisten sedemikian hingga kemurnian agama Islam dapat terjaga.<\/p>\n Di sisi lain, banyak pula kalangan yang mencoba menggugat teks-teks keagamaan ini. Pihak yang terakhir ini menegaskan bahwa teks tidaklah lahir dari ruang yang kosong, ia muncul dari sebuah konteks sosial budaya maupun politik yang melingkupinya.<\/p>\n Dari dua kutub besar di atas, kita pun mengenal istilah naql dan aql, ahlu ar-ra\u2019yi dan ahlu al-hadits, juga pemikiran liberal dan pemikiran literal, yang masing-masing memiliki kesetiaan tersendiri terhadap teks maupun konteks.<\/p>\n Meski masing-masing memiliki keunggulan yang harus diinsyafi adalah bahwa pemikiran yang terlalu tekstual maupun pemikiran yang sangat tergila-gila dengan konteks memiliki titik lemah yang cukup rawan. Penerapan teks dengan apa adanya tanpa konteks dapat dikatakan merupakan pemerkosaan terhadap teks itu sendiri.<\/p>\n Demikian pula, terlalu setia kepada konteks bukannya tidak berbahaya. Salah-salah, yang terjadi justru adalah akal-akalan, dimana teks diakali agar sesuai dengan nafsu seseorang.<\/p>\n Dalam kondisi seperti ini, pola pemikiran dengan memediasi teks yang amat otoritatif dengan konteks yang terus bergerak dinamis perlu terus ditumbuh kembangkan sepanjang sejarah keagamaan.<\/p>\n Dengan demikian, diharapkan akan muncul para pemikir dan ahli-ahli yang moderat, yang tidak terlalu \u201csaklek\u201d, namun tidak pula terlalu \u201cliar\u201d (Yasid, 2010).<\/p>\n Islam Wasathiyah sebagai tema Musyawarah Nasional kesembilan Majelis Ulama Indonesia adalah upaya menunjukkan wajah Islam Indonesia yang layak menjadi contoh bagi dunia.<\/p>\n Majelis Ulama Indonesia akan menggelar Musyawarah Nasional kesembilan pada 24 hingga 27 Agustus di Surabaya Jawa Timur dengan mengusung tema \u201cIslam Wasathiyah Untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkemajuan\u201d.<\/p>\n