Pecihitam.org- <\/strong>Setiap produk hukum yang dihasilkan oleh NU, khususnya dalam forum Bahtsul Masail, selalu mengacu kepada metode istinbath hukum.<\/p>\n Istinbat berasal dari kata nabatha-yanbuthu-nabthan yang artinya air yang pertama kali muncul pada saat seseorang menggali sumur. Al-Jurjani mengartikan dengan mengeluarkan air dari mata air (dalam tanah).<\/p>\n Secara terminologis, istinbath adalah mengeluarkan kandungan hukum dari nash-nash dengan ketajaman nalar dan kemampuan yang optimal. Metode istinbath hukum ada tiga:<\/p>\n Pertama<\/strong><\/em>, bayani, yaitu metode yang bertumpu kepada kaidah-kaidah kebahasaan, seperti kajian amr, nahy, muthlaq, muqayyad, dan lain-lain.<\/p>\n Kedua<\/strong><\/em>, ta\u2019lili, yaitu metode yang bertumpu pada \u2018illat disyariatkannya hukum. Menurut Muhammad Salam Madkur, ada dua corak metode ta\u2019lily, yaitu qiyas dan istihsan.<\/p>\n Ketiga<\/strong><\/em>, istishlahi, yaitu metode penetapan hukum berdasarkan kaidah istislah atau maslahah mursalah.<\/p>\n Istinbat sama dengan ijtihad. Dalam konteks NU, istinbat hukumnya tidak langsung dari al-Qur\u2019an dan hadis, tetapi melalui kajian serius terhadap produk hukum yang dihasilkan oleh para ulama mujtahid dan para pengikutnya atau kaidahkaidah metodologis yang dihasilkan untuk menghasilkan hukum.<\/p>\n Metode yang pertama dikenal dengan istinbat qauli karena menggunakan pendapat-pendapat (aqwal) ulama yang termaktub dalam kitab kuning untuk merespons persoalan sosial yang terjadi.<\/p>\n Adapun metode yang kedua dikenal dengan istinbat manhaji karena menggunakan metodologi (manhaj) yang ada dalam kaidah fiqhiyyah dan kaidah usuliyyah untuk merespons persoalan yang ada.<\/p>\n Istinbat atau dalam terminologi NU bermazhab secara manhaji adalah pengembangan dari bermazhab secara qauli yang diputuskan dalam Munas NU di Lampung pada tahun 1992.<\/p>\n Islam lahir untuk mewujukan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Elan vital al-Qur\u2019an adalah mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial. Fikih sebagai derivikasi dari al-Qur\u2019an dan hadis harus mencerminkan cita keadilan dan kemaslahatan substansial.<\/p>\n Dalam terminologi ushul fikih<\/a>, cita kemaslahatan dan keadilan tersebut tercover dalam maslahah. Maslahah adalah mendatangkan kemanfaatan dan mencegah kerusakan.<\/p>\n