Pecihitam.org – <\/strong>Banyak sekali contoh produk hukum NU yang berkaitan dengan partisipasi perempuan di ruang publik, khususnya dalam hal-hal yang berhubungan dengan kekuasaan. Dalam artikel ini ada empat keputusan NU yang akan dikaji, yaitu:<\/p>\n Pertama<\/em><\/strong>, Perempuan Menjadi Anggota DPR\/DPRD. Perempuan boleh menjadi anggota DPR\/DPRD sebagai lembaga permusyawaratan untuk menentukan hukum (subutu\u00a0 amrin li amrin<\/em>), bukan sebagai lembaga yang menentukan qada\u00a0 (lizamil hikmi<\/em>).<\/p>\n Kebolehan ini disertai dengan berbagai syarat, yaitu, \u2018afifah (menjaga diri), mempunyai kapabilitas, menutup aurat, mendapat izin dari yang berhak memberi izin, aman dari fitnah, dan tidak menjadi sebab timbulnya kemungkaran menurut syara\u2019 (Mughni al-Muhtaj, jilid 4, hlm. 371). Keputusan ini diambil dalam Konferensi Besar Syuriyah NU di Surabaya tanggal 19 Maret 1957.<\/p>\n Kedua<\/strong><\/em>, Perempuan Menjadi Kepala Desa. Perempuan mencalonkan diri menjadi Kepala Desa tidak boleh, kecuali dalam keadaan terpaksa, karena hukumnya disamakan dengan larangan perempuan menjadi hakim.<\/p>\n