Pecihitam.org-<\/strong> Dalam tasawuf terdapat Istilah-istilah yang sangat populer, seperti Syahid, Nafsu, Ruh dan Sirri. Para sufi mengucapkan: \u201cFulan menyaksikan (seorang syahid yang telah mengalami dan membuktikan suatu kebenaran) ilmu, Fulan yang lain menyaksikan wijdu, dan Fulan satunya lagi menyaksikan al-hal.\u201d<\/em><\/p>\n

Mereka menggunakan kalimat tersebut guna menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yakni sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya sekalipun Dia tidak tampak.<\/p>\n

Segala sesuatu yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang, maka dia merupakan seorang syahid (penyaksi). Jika yang menguasai\u00adnya berupa kesaksian ilmu, maka dia adalah seorang syahid ilmu. Jika yang menguasainya berupa kesaksian wijdu,<\/a> berarti dia ada\u00adlah seorang syahid wijdu.<\/p>\n

Makna syahid adalah al-hadhir, sesuatu yang datang. Setiap apa yang mendatangi hatimu adalah syahid atau yang menyak\u00adsikan atau kesaksianmu. Asy-Syibli pernah ditanya tentang musyahadah, lalu dijawab:<\/p>\n

\u201cDari mana kesaksian (musyahadah) AI-Haqq kepunyaan kami? Padahal AI-Haqq bagi kami adalah syahid (penyaksi)<\/em>.\u201d Dia menun\u00adjukkan kepenguasaan hati dengan kesaksian AI-Haqq dan keber\u00adadaan zikir pada AI-Haqq yang mendominasi hati.<\/p>\n

Barangsiapa terlibat ingatan bersama makhluk yang hatinya ikut tergantung kepadanya, maka dia dikatakan sebagai orang yang menyaksi\u00adkannya (syahid makhluk).<\/p>\n

Artinya, hatinya selalu hadir karena sesungguhnya mahabbah (cinta kasih) mengharuskan dorongan untuk selalu ingat pada yang dicintai, sehingga ingatannya pada yang dicintai menguasai hatinya. Sebagian ahli sufi sangat teliti dalam menemukan pecahan kata ini ( asal-usul kata asy-syahid).<\/p>\n

Selanjutnya Nafsu, arti bahasanya adalah ada. Menurut kaum Sufi<\/a>, kata ini dipakai bukan untuk dimaksud\u00adkan untuk menunjukkan sesuatu yang ada, juga tidak gumpalan tema.<\/p>\n

Mereka memakainya untuk menunjukkan suatu penyakit dari sifat-sifat hamba atau akhlak-akhlak dan perbuatan-perbuatannya yang tercela. Kemudian dijelaskan bahwa penyakit\u00ad-penyakit dari sifat-sifat hamba terbagi menjadi dua macam.<\/p>\n

Pertama sebagai hasil dari perbuatan, seperti kemaksiatan dan penentangan. Kedua, akhlak buruk yang memang bersumber dari nafsunya yang tercela.<\/p>\n

Jika salik berusaha mengobati dan meng\u00adhilangkannya, dia dapat melakukannya dengan mujahadah (berjuang) secara terus-menerus, yaitu memerangi kecende\u00adrungan nafsu pada setiap kelezatan dan lari dari setiap yang dibenci.<\/p>\n

Bagian pertama merupakan sesuatu yang dilarang, yaitu larangan yang bersifat pengharaman. sedangkan bagian kedua merupakan akhlak jelek dan kotor.<\/p>\n

Ini adalah batasan secara glo\u00adbal. Rinciannya seperti yang tampak dalam contoh-contoh akhlak tercela berikut seperti sombong, marah, dendam, hasud, akhlak yang jelek, sedikit sertanggung jawab, dan sebaginya.<\/p>\n

Selanjutnya tentang Ruh, ahli hakikat dari kalangan ahli sunnah berselisih pendapat tentang makna ruh. Sebagian mereka mengatakan bahwa ruh adalah kehidupan.<\/p>\n

Sebagian lagi menyebutnya sebagai entitas\u00adentitas yang dititipkan dalam wadah-wadah khusus, bersifat lem\u00adbut, dan dialiri oleh Allah dengan gerak kehidupan, sehingga badan manusia menjadi hidup selama ruh itu masih menetap di dalamnya.<\/p>\n

Manusia hidup dengan kehidupan, namun ruh dititipkan dalam hati. Terkadang dia naik ketika manusia tidur dan meninggalkan badan kemudian kembali.<\/p>\n

Manusia adalah gabungan ruh dan jasad. Allah telah menun\u00addukkan sebagian atas sebagian yang lain dalam kesatuan sistem gabungan ini. Keterkumpulan milik jumlah (sistem).<\/p>\n

Pahala dan siksa juga milik jumlah atau jumlah itu sendiri. Sedangkan ruh adalah makhluk. Seseorang yang mengatakan bahwa ruh adalah jasad adalah salah. Hadis-hadis tidak menunjukkan demikian, tetapi menyebutnya sebagai entitas-entitas yang lembut.<\/p>\n

Adapun Sirri atau rahasia juga merupakan barang lembut yang diti\u00adtipkan dalam hati manusia sebagaimana ruh. Dasar-dasarya merupakan tempat musyahadah, sebagaimana ruh yang meru\u00adpakan tempat mahabbah dan hati tempat ma\u2019rifat.<\/p>\n

\u201cSirri adalah raja pengawas,<\/em>\u201d kata para sufi, \u201csedangkan sirri\u00adnya Sirri atau rahasianya rahasia adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh selain Al-Haqq.<\/em>\u201d Sirri lebih lembut daripada ruh dan ruh lebih mulia daripada hati.<\/p>\n

Kaum sufi mengatakan, \u201cSirri terbebas dari belenggu peru\u00adbahan, jejak-jejak, dan bekas-bekas (puing-puing penapakan batin).<\/em>\u201d Kata ini diucapkan untuk sesuatu yang terpelihara dan tertutup antara hamba dan AI-Haqq dalam ahwal mereka mengatakan, \u201cInti kemerdekaan adalah diterima-Nya rahasia atau sirri.”<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org- Dalam tasawuf terdapat Istilah-istilah yang sangat populer, seperti Syahid, Nafsu, Ruh dan Sirri. Para sufi mengucapkan: \u201cFulan menyaksikan (seorang syahid yang telah mengalami dan membuktikan suatu kebenaran) ilmu, Fulan yang lain menyaksikan wijdu, dan Fulan satunya lagi menyaksikan al-hal.\u201d Mereka menggunakan kalimat tersebut guna menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yakni sesuatu yang membuatnya […]<\/p>\n","protected":false},"author":40,"featured_media":46131,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[17],"tags":[8427,10765,10764],"yoast_head":"\n