Pecihitam.org<\/strong> – Pada awalnya sebelum menjadi ulama besar, Imam Syafi\u2019i selalu sinis kepada orang saleh yang kaya, bahkan kepada salah satu gurunya, Imam Malik. Imam Malik pengarang Kitab al Muwatta\u2018 ini adalah seorang ulama yang kaya raya di Madinah kala itu. Bajunya selalu bagus. Karpet di rumahnya begitu mewah.<\/p>\n\n\n\n

Melihat itu semua, Imam Syafi’i sempat janggal dan suudhon kepada gurunya. \u201cOrang saleh kok memiliki harta banyak.\u201d Kata Imam Syafi\u2019i dalam hati.<\/p>\n\n\n\n

Imam Malik yang mengetahui isi hati muridnya hanya tersenyum saja.<\/p>\n\n\n\n

Setelah sekian waktu belajar kitab al Muwatta\u2019 kepada Imam Malik, Imam Syafi\u2019i pun bertanya, \u201cAku sudah selesai belajar denganmu ya Syaikh. Lalu kepada siapa lagi aku akan belajar?\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cSeandainya Imam Abu Hanifah masih hidup, belajarlah kepadanya. Tapi karena beliau sudah wafat, belajarlah kepada sahabatnya. Namanya Muhammad bin Hasan Al-Saibani di negeri Irak,\u201d jawab Imam Malik.<\/p>\n\n\n\n

Imam Syafi\u2019i begitu patuh pada perintah Imam Malik. Ketika hendak pergi belajar ke kediaman Muhammad bin Hasan di Irak, Imam Malik dengan cuma-cuma memberikan beberapa dinar kepada Imam Syafi\u2019i sebagai bekal untuk belajar. Sekarang ibaratnya seperti beasiswa. Kurang lebih jika dihitung dengan kurs rupiah sekarang ini, uang yang diberikan oleh Imam Malik senilai lima puluh juta rupiah.<\/p>\n\n\n\n

Setelah menerima beasiswa dari Imam Malik gurunya, Imam Syafi\u2019i mulai berpikir ulang dengan prasangkanya, \u201cGuru-guruku yang miskin tak pernah memberiku bekal seperti ini. Jangan-jangan orang saleh yang punya uang banyak itu memang lebih baik.\u201d Batin Imam Syafii.<\/p>\n\n\n\n

Walaupun demikian, Imam Syafi\u2019i tetap saja masih janggal pada orang saleh yang kaya. Sebab dalam benaknya, orang saleh itu lebih pasnya tak perlu memikirkan dunia dan hidup sederhana.<\/p>\n\n\n\n

Sesampainya di Irak, Imam Syafii langsung menuju rumah Muhammad bin Hasan. Namun siapa sangka setelah masuk, Imam Syafii melihat di meja tamu rumah Muhammad bin Hasan, ada kepingan-kepingan emas. Muhammad bin Hasan biasa menghitung hartanya di ruang tamu.<\/p>\n\n\n\n

Imam Syafii semakin janggal. Ternyata calon gurunya lebih kaya dari Imam Malik. Gelagat tidak senang Imam Syafi\u2019i bisa dibaca oleh Muhammad bin Hasan.<\/p>\n\n\n\n

\u201cKamu tak senang ya ada orang saleh yang kaya?\u201d tanya Muhammad bin Hasan.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya Syaikh. Saya kurang suka.\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa sudah kalau begitu kuberikan saja hartaku ini kepada orang yang ahli maksiat. Bagaimana?\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaduh. Jangan begitu, Syaikh. Malah bahaya nanti kalau uangnya diberikan ke ahli maksiat.\u201d<\/p>\n\n\n\n

\u201cKalau begitu. Berarti tak apa-apa kan bila ada hamba Allah yang saleh kaya?\u201d tanya Muhammad bin Hasan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Imam Syafi\u2019i mikir-mikir. Lalu dia bilang, \u201cIya. Tidak masalah, Syaikh. Dari pada diberikan kepada ahli maksiat dan digunakan untuk hal-hal yang berdosa. Malah repot.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Setelah kejadian itu, Imam Syafi\u2019i tak lagi memiliki pikiran buruk kepada orang saleh yang kaya. Beliau akhirnya menyadari bahwa pikirannya yang selami ini keliru.<\/p>\n\n\n\n

*Kisah ini ada di dalam kitab Minan al-Kubro karya Imam Sya\u2019roni.<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Pada awalnya sebelum menjadi ulama besar, Imam Syafi\u2019i selalu sinis kepada orang saleh yang kaya, bahkan kepada salah satu gurunya, Imam Malik. Imam Malik pengarang Kitab al Muwatta\u2018 ini adalah seorang ulama yang kaya raya di Madinah kala itu. Bajunya selalu bagus. Karpet di rumahnya begitu mewah. Melihat itu semua, Imam Syafi’i sempat […]<\/p>\n","protected":false},"author":14,"featured_media":47001,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[379],"tags":[10877],"yoast_head":"\n