Pecihitam.org<\/a><\/strong> – Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A. atau sering dikenal dengan kang Said merupakan salah satu ulama besar yang dimiliki bangsa Indonesia. Sejak 2010, Kiai Said Aqil Siradj memimpin Nahdlatul Ulama bersama KH. MA Sahal Mahfudz<\/a><\/strong>. Tahun 2014, Kiai Sahal wafat dan kepemimpinan NU dipegang KH A Mustofa Bisri (Gus Mus).<\/p>\n\n\n\n Kemudian pada tahun 2015, dalam Muktamar ke-33 di Jombang, Kiai Said Aqil Siradj kembali terpilih sebagai Ketua Umum (Tanfidziyah) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010-2020, bersama Rais Aam KH Ma\u2019ruf Amin. Banyak tantangan yang dihadapi NU, maka dari situlah sosok Kiai Said selalu tampil di depan untuk NU dan bangsa Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Kiai Said Aqil Siradj juga salah satu lokomotif utama penggerak dakwah Islam Nusantara dan sebagai corong dakwah Islam khas Ahlussunnah wal Jamaah Annahdliyah ke kancah Internasional.<\/p>\n\n\n\n Di sebuah desa bernama Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, tepat pada 3 Juli 1953, senyum KH Aqil Siradj mengembang. Hari itu lahirlah seorang bayi laki-laki dari rahim seorang ibu bernama Hj. Afifah. Bayi mungil itu yang kemudian diberi nama Said.<\/p>\n\n\n\n Said kecil kemudian tumbuh dalam tradisi dan kultur pesantren yang sangat kental. Dengan ayahnya sendiri, ia mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman. Kiai Aqil (Ayah Said) merupakan putra Kiai Siradj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan. Kiai Said Gedongan juga merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan turut berjuang melawan penjajah Belanda. Dan jika diruntut lagi silsilah nasab beliau sampai kepada Rasulullah Saw.<\/p>\n\n\n\n Berdasarkan silsilah nasab beliau, kyai Said merupakan dzuriyah Rasullullah Saw yang ke-32 dengan urutan nasabnya sebagai berikut:<\/p>\n\n\n\n Sejak kecil said muda sudah mempelajari ilmu dasar-dasar Islam dari ayahnya sendiri. Setelah merampungkan mengaji dengan ayahnya maupun ulama di sekitar Cirebon, Said remaja kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH Abdul Karim (Mbah Manaf).<\/p>\n\n\n\n Di Lirboyo, Said muda belajar dengan para ustadz dan kiai seperti KH Mahrus Ali, KH Marzuki Dahlan, dan juga Kiai Muzajjad Nganjuk. Setelah selesai di tingkatan Aliyah, ia kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Tribakti yang lokasinya masih dekat dengan Pesantren Lirboyo. Namun kemudian kang Said pindah menuju Kota Mataram, Ngayogyokarta Hadiningrat.<\/p>\n\n\n\n Di Yogya, kang Said belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dibawah asuhan KH Ali Maksum (Rais Aam PBNU 1981-1984). Selain mengaji di pesantren Krapyak, ia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, yang saat itu Guru Besar di kampus masih dipegang KH Ali Maksum. (IAIN sekarang sudah bertransformasi menjadi UIN Sunan Kalijaga).<\/p>\n\n\n\n Karena merasa belum puas belajar ilmu di dalam negeri, pada tahun 1980 dengan ditemani istrinya, Nur Hayati Abdul Qodir, kang Said pergi ke negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW: Makkah Al-Mukarramah. Di sana ia belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari Sarjana hingga menempuh Doktoral.<\/p>\n\n\n\n Di Mekkah, setelah putra-putranya lahir, Kang Said harus mendapatkan tambahan dana untuk menopang keluarga. Meski beasiswa dari Pemerintah Saudi cukup besar, namun dirasa kurang untuk kebutuhan tersebut.<\/p>\n\n\n\n Ia kemudian bekerja sampingan di toko karpet besar milik orang Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Kang Said bekerja dengan membantu jual beli serta memikul karpet untuk dikirim kepada pembeli. Di tanah Hijaz keluarga kecilnya juga sering berpindah-pindah untuk mencari kontrakan yang murah.<\/p>\n\n\n\n Dengan keteguhannya hidup ditengah panasnya siang hari cuaca Mekkah dan dinginnya malam hari, serta kerasnya hidup di mantan \u201ctanah Jahiliyyah\u201d ini, akhirnya KH Said Aqil Siradj menyelesaikan karya tesis S2-nya di bidang perbandingan agama: “Mengupas tentang kitab Perjanjian Lama dan Surat-Surat Sri Paus Paulus.”<\/p>\n\n\n\n Kemudian, setelah 14 tahun hidup di Makkah pada tahun 1994, ia berhasil menyelesaikan studi S3, dengan judul: Shilatullah bil-Kauni fit-Tashawwuf al-Falsafi (Relasi Allah SWT dan Alam: Perspektif Tasawuf). Sosok pria bersahaja yang terlahir di pelosok Jawa Barat itu mempertahankan disertasinya (diantara para intelektual dari berbagai dunia) dengan predikat Cumlaude.<\/p>\n\n\n\nKelahiran<\/strong><\/h2>\n\n\n\n
Nasab<\/strong> KH. Said Aqil Siradj<\/h2>\n\n\n\n
Perjalanan Keilmuan<\/strong> KH. Said Aqil Siradj<\/h2>\n\n\n\n
Persahabatan dengan Gus Dur<\/strong><\/h2>\n\n\n\n