Kesaksian 1 orang.<\/h3>\n

Mengenai penentuan awal Ramadhan, cukup diterima kesaksian seorang laki-laki, pendapat ini dianut oleh\u00a0Turmudzi, Ibnul Mubarak, Syafi\u2019i\u00a0dan\u00a0Ahmad.<\/p>\n

Minimal saksi 2 orang lelaki.<\/h3>\n

Hilal syawal, dapat diterima dengan menggenapkan bilangan Ramadhan cukup tiga puluh hari, dan kesaksian hanya seorang laki-laki saja tidak dapat diterima, minimal kesaksian adalah dua orang laki-laki. Ini \u00a0Pendapat umumnya\u00a0fukaha<\/em>\u00a0atau Ahli Fikih.<\/p>\n

Sama saja.<\/h3>\n

Hilal Ramadhan dan hilal Syawal tidak ada perbedaan; demikian pula kesaksian, diterima kesaksian dari seorang laki-laki yang bersifat adil. Ini Pendapat\u00a0Abu Tsur.<\/p>\n

Perbedaan Tempat Terbit Bulan<\/h3>\n

Berlaku Global. Jumhur(mayoritas ulama) berpendapat, bahwa perbedaan tempat terbit bulan itu tidak menjadi soal. Maka apabila penduduk suatu nergeri melihat hilal, wajiblah puasa bagi seluruh negeri,\u00a0berdasarkan sabda\u00a0Rasulullah saw.\u00a0yang lalu \u201cBerpuasalah bila melihatnya, dan berbukalah bila melihatnya!\u201d\u00a0Pembicaraan ini tertuju pada seluruh umat. Maka jika salah seorang mereka menyaksikannya pada tempat manapun, itu berarti rukyat bagi mereka semua.<\/p>\n

Berlaku lokal. Ikrimah, Qasim bin Muhammad, Salim, Ishak\u00a0dan yang sah menurut golongan\u00a0Hanafi\u00a0serta yang dipilih oleh golongan\u00a0Syafi\u2019i,\u00a0bahwa yang jadi ukuran bagi penduduk setiap negeri itu ialah penglihatan mereka sendiri, hingga mereka tak perlu terpengaruh oleh penglihatan orang lain.<\/p>\n

Pendapat ini bedasarkan apa yang diriwayatkan oleh\u00a0Kuraib, katanya:\u00a0\u201cSaya pergi ke Syam, dan sewaktu saya berada di sana muncullah hilal Ramadhan, dan saya saksikan sendiri hilal itu pada malam Jum\u2019at. Kemudian pada akhir bulan, saya datang kembali ke Madinah dan ditanyai oleh\u00a0Ibnu Abbas\u00a0\u2013 kemudian teringat olehnya hilal \u2013 katanya:<\/p>\n

\u2018Bilakah kelihatan oleh Tuan-Tuan hilal\u2019?<\/p>\n

\u2018Kelihatan oleh kami malam Jum\u2019at, ujar saya.<\/p>\n

\u2018Apakah anda sendiri melihatnya\u2019? tanya Ibnu Abbas pula.<\/p>\n

\u2018Benar\u2019, ujar saya, \u2018Juga dilihat oleh orang banyak, hingga mereka berpuasa, termasuk diantaranya Mu\u2019awiyah\u2019.<\/p>\n

\u2018Tetapi kami melihatnya malam Sabtu\u2019, kata Ibnu Abbas. \u2018hingga kami akan berpuasa sampai cukup tiga puluh hari, entah kalau kelihatan sebelum itu\u2019.<\/p>\n

\u2018Tidakkah cukup menurut Anda penglihatan dan berpuasanya Mua\u2019awiyah\u2019? tanya saya.<\/p>\n

\u2018Tidak\u2019, ujarnya, \u2018Begitulah yang dititahkan oleh Rasulullah kepada kami\u2019.\u201d\u00a0(Riwayat\u00a0Ahmad, Muslim\u00a0dan\u00a0Turmudzi, Kata Turmudzi: \u201cHadits ini hasan\u00a0lagi\u00a0shahih\u00a0dan\u00a0gharib, dan menurut para ulama mengamalkan hadits ini berarti bahwa bagi tiap-tiap negeri berlaku rukyat atau penglihatan masing-masing).<\/p>\n

Metodologi Penentuan Awal Bulan Kalender Hijriyah<\/strong><\/h2>\n

Dalam menentukan penanggalan awal bulan hijriyah, terdapat dua metodologi, antara lain:<\/p>\n

Hisab<\/h3>\n

Secara harfiah artinya perhitungan. Dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi\u00a0Matahari\u00a0dan bulan terhadap bumi.<\/p>\n

Posisi Matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu shalat. Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah.<\/p>\n

Rukyat<\/h3>\n

Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.<\/p>\n

Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang terbenamnya Matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi Bulan berada di ufuk barat, dan Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat telah memasuki tanggal 1.<\/p>\n

Metode Penentuan Hilal Di Indonesia<\/strong><\/h2>\n

Di Indonesia, metode penentuan awal bulan kalender hijriyah terbagi menjadi empat macam, antara lain sebagai berikut:<\/p>\n

Rukyatul Hilal.<\/h3>\n

Kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan\u00a0merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.<\/p>\n

Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh\u00a0Nahdlatul Ulama\u00a0(NU), dengan dalih mencontoh sunnah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab.<\/p>\n

Bagaimanapun, hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai penentu masuknya awal bulan Hijriyah.<\/p>\n

Wujudul Hilal<\/h3>\n

Kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah\u00a0dengan\u00a0menggunakan dua prinsip: Ijtimak\u00a0(konjungsi)<\/em>\u00a0telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima\u2019 qablal ghurub<\/em>), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset<\/em>); maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude<\/em>) Bulan saat Matahari terbenam.<\/p>\n

Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Muhammadiyah\u00a0dalam penentuan awal Ramadhan,\u00a0Idul Fitri\u00a0dan Idul Adha untuk tahun-tahun yang akan datang.<\/p>\n

Imkanur Rukyat MABIMS<\/h3>\n

Mulai tahun 2000 PERSIS (PERSATUAN ISLAM) sudah tidak menggunakan kriteria wujudul hilal<\/em> lagi, tetapi menggunakan metode Imkanur rukyat<\/em>. Kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan\u00a0Musyawarah Menteri-menteri Agama\u00a0Brunei Darussalam<\/em>,\u00a0Indonesia,\u00a0Malaysia,<\/em>\u00a0dan\u00a0Singapura\u00a0(MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip:<\/p>\n

Awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:<\/p>\n

\n
• Pada saat Matahari terbenam, ketinggian (altitude<\/em>) Bulan di atas cakrawala minimum\u00a02\u00b0, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum\u00a03\u00b0, atau<\/li>\n
• Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.<\/li>\n
• Ketinggianhilal kurang dari 0 derajat<\/em>.\u00a0Dipastikan hilal tidak dapat dilihat sehingga malam itu belum masuk bulan baru. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.<\/li>\n
• Ketinggian\u00a0hilal lebih dari 2 derajat<\/em>. Kemungkinan besar hilal dapat dilihat\u00a0pada\u00a0\u00a0 \u00a0ketinggian ini. Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan mengkonfirmasi terlihatnya hilal. Sehingga awal bulan baru telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.<\/li>\n<\/ul>\n

  Ketinggian\u00a0hilal antara\u00a00 sampai 2 derajat.\u00a0Kemungkinan besar hilal tidak dapat dilihat secara rukyat. Tetapi secara metode hisab hilal sudah di atas cakrawala.<\/p>\n

  Jika ternyata hilal berhasil dilihat ketika rukyat maka awal bulan telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini. Tetapi jika rukyat tidak berhasil melihat hilal maka metode rukyat menggenapkan bulan menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal bulan baru. Dalam kondisi ini rukyat dan hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.<\/p>\n

  Di\u00a0Indonesia, secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan Sidang Itsbat, yang memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan (kalender) baru, atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Prinsip Imkanur-Rukyat digunakan antara lain oleh\u00a0Persis.<\/p>\n

  Rukyat Global<\/h3>\n

  Rukyat Global merupakan kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip bahwa: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.<\/p>\n

  Penetapan Awal Bulan Ramadhan di Tengah Wabah Corona di Indonesia<\/strong><\/h2>\n

  Adanya wabah Virus Corona atau Covid-19 mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk penentuan datangnya bulan Ramadhan 2020. Salah satu dampaknya yaitu mengharuskan sidang isbat penentuan awal\u00a0Ramadhan\u00a01441\u00a0H\u00a0yang akan digelar pada 23 April 2020 nanti, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.<\/p>\n

  Kementerian Agama RI akan menggelar siaran langsung melalui video konferensi atau sambungan komunikasi jarak jauh. Hal ini menindaklanjuti adanya wabah virus corona yang mengharuskan setiap orang agar menjaga jarak fisik (physical distancing<\/em>) satu sama lain.<\/p>\n

  Peserta yang hadir akan sangat terbatas, mencakup perwakilan MUI, DPR, dan Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama Cecep Nurwendaya. Serta pejabat eselon I dan II dari Ditjen Bimas Islam.<\/p>\n

  Sementara yang lain dapat mengikuti melalui saluran komunikasi dalam jaringan (daring<\/em>) yang akan disiapkan tim Kementerian Agama.<\/p>\n

  Kemudian setelah diputuskan, nantinya pengumuman sidang akan dibacakan oleh Menteri Agama Fachrul Razi melalui jumpa pers yang bisa diikuti tim media dari kantor masing-masing. Wallahu A\u2019lam.<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

  PeciHitam.org –\u00a0Dalam Islam, perbedaan merupakan rahmat. Salah satu yang paling menonjol ialah dengan adanya berbagai variasi metode yang digunakan dalam penentuan awal Bulan\u00a0Kalender\u00a0Hijriyah. Hal ini seringkali menyebabkan\u00a0perbedaan\u00a0penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti\u00a0puasa Ramadhan\u00a0atau\u00a0Hari Raya Idul Fitri. Jika kita telusuri di Indonesia, perbedaan tersebut pernah terjadi beberapa kali, yaitu pada tahun\u00a01992\u00a0(1412 […]<\/p>\n","protected":false},"author":16,"featured_media":49305,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[6],"tags":[11046],"yoast_head":"\n