Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831
{"id":50262,"date":"2020-04-17T05:46:40","date_gmt":"2020-04-16T22:46:40","guid":{"rendered":"https:\/\/pecihitam.org\/?p=50262"},"modified":"2020-04-16T23:47:54","modified_gmt":"2020-04-16T16:47:54","slug":"asbabun-nuzul","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/pecihitam.org\/asbabun-nuzul\/","title":{"rendered":"Asbabun Nuzul: Definisi, Pembagian, Fungsi dan Cara Mengetahuinya"},"content":{"rendered":"\n

Pecihitam.org<\/a><\/strong> – Sebagai samudera ilmu, al-Qur\u2019an tentu harus diselami, didalami kandungnnya dan dipelajari nilai-nilainya. Pengkajian dan penggalian nilai-nilai tersebut membutuhkan perangkat-perangkat ilmu. Adapun salah satu syarat untuk mengkaji al-Qur\u2019an adalah menguasai perangkat-perangkat tersebut atau dalam bahasa teknisnya disebut \u2018Ulumul Qur\u2019an. Di antara pembahasan di dalam \u2018Ulumul Qur\u2019an adalah ilmu tentang Asbabun nuzul.<\/p>\n\n\n\n

Definisi Asbabun Nuzul<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Dalam kitab Lisanul Arab, Ibnu Al-Mandzur menyebutkan, bahwa secara etimologi kata asbab adalah bentuk plural dari kata sabab yang berarti sesuatu yang mengakibatkan pada suatu yang lain (cause). Atau dalam bahasa Arabnya disebut kullu syai-in yutawasshalu bihi ila ghairihi.<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan kata nuzul berarti menempati (hulul). Orang Arab mengistilahkan seseorang yang singgah di suatu kaum dengan istilah nazil. Selain itu, kata nuzul juga menurutnya memiliki arti turun, seperti kata turun dalam kalimat nazala min fauqi ila asfal (turun dari atas ke bawah). Sehingga menurut Ibnu Al-Mandzur, nuzul atau nazala memiliki dua arti, yakni menempati dan turun.<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan menurut Muhammad Abdul Adhim Az-Zarqani dalam kitabnya Manahil al-Irfan, asbabun nuzul secara terminologi merupakan suatu ayat yang diturunkan dengan berkenaan suatu kejadian atau peristiwa sebagai keterangan hukum pada hari kejadian.<\/p>\n\n\n\n

Ali as-Shabuny dalam kitab At-Tibyan fii Ulumil Qur\u2019an mendefinisikan asbabun nuzul yaitu ketika terjadi suatu kasus (kejadian), kemudian diturunkanlah satu atau beberapa ayat yang berhubungan dengan kasus tersebut<\/mark>. <\/p>\n\n\n\n

Dari segi lain, terkadang ada suatu pertanyaan yang dilontarkan kepada Rasulullah Saw tentang suatu hukum syara\u2019 atau penjelasan secara terperinci tentang urusan agama. Kemudian Allah menurunkan satu atau beberapa ayat yang berhubungan dengan pertanyaan tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Pembagian Asbabun Nuzul<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Ayat-ayat al-Quran diklasifikasikan kepada dua kelompok; pertama ayat-ayat yang mempunyai sebab atau latar belakang turun dan kedua ayat-ayat yang diturunkan tidak didahului oleh suatu peristiwa atau pertanyaan. Ayat dalam kategori kedua ini lebih banyak dari bagian pertama. <\/p>\n\n\n\n

Para mufassir membagi peristiwa asbabun nuzul itu kepada tiga macam, yaitu:<\/p>\n\n\n\n

1. Perdebatan (jadal)<\/strong><\/h3>\n\n\n\n

Yaitu perdebatan antara sesama umat Islam atau antara umat Islam dengan orang-orang kafir. Misalnya perdebatan antara sahabat Nabi saw dengan orang yahudi yang kemudian menjadi penyebab turunnya surah Ali Imran (3) ayat 96. <\/p>\n\n\n\n

Mujahid berkata; suatu ketika umat Islam dan Yahudi saling membanggakan kiblat mereka. Orang Yahudi berkata, Baitul Maqdis lebih utama dari Ka\u2019bah karena ke sanalah tempat berhijrahnya para nabi dan ia terletak pada tanah suci. Sahabt berkata pula, Ka\u2019bahlah yang paling mulia dan utama. Maka kemudian turun surah Ali Imran (3) ayat 96 tersebut, yaitu:<\/p>\n\n\n\n

\u0625\u0650\u0646\u0651\u064e \u0623\u064e\u0648\u0651\u064e\u0644\u064e \u0628\u064e\u064a\u0652\u062a\u064d \u0648\u064f\u0636\u0650\u0639\u064e \u0644\u0650\u0644\u0646\u0651\u064e\u0627\u0633\u0650 \u0644\u064e\u0644\u0651\u064e\u0630\u0650\u064a \u0628\u0650\u0628\u064e\u0643\u0651\u064e\u0629\u064e \u0645\u064f\u0628\u064e\u0627\u0631\u064e\u0643\u064b\u0627 \u0648\u064e\u0647\u064f\u062f\u064b\u0649 \u0644\u0650\u0644\u0652\u0639\u064e\u0627\u0644\u064e\u0645\u0650\u064a\u0646\u064e<\/strong><\/p>\n\n\n\n

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat (beribadah) manusia ialah baitullah yang ada di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”<\/em><\/p>\n\n\n\n

2. Kesalahan<\/strong><\/h3>\n\n\n\n

Yaitu peristiwa yang merupakan perbuatan salah yang dilakukan oleh sahabat kemudian turun ayat guna meluruskan kesalahan tersebut agar tidak terulang lagi. Contohnya kejadian yang menyebabkan turunnya surah An-Nisa (4) ayat 43, yaitu:<\/p>\n\n\n\n

\u064a\u064e\u0627 \u0623\u064e\u064a\u0651\u064f\u0647\u064e\u0627 \u0627\u0644\u0651\u064e\u0630\u0650\u064a\u0646\u064e \u0622\u0645\u064e\u0646\u064f\u0648\u0627 \u0644\u064e\u0627 \u062a\u064e\u0642\u0652\u0631\u064e\u0628\u064f\u0648\u0627 \u0627\u0644\u0635\u0651\u064e\u0644\u064e\u0627\u0629\u064e \u0648\u064e\u0623\u064e\u0646\u0652\u062a\u064f\u0645\u0652 \u0633\u064f\u0643\u064e\u0627\u0631\u064e\u0649<\/strong><\/p>\n\n\n\n

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu dekati shalat padahal kamu sedang mabuk.”<\/em><\/p>\n\n\n\n

Pada suatu ketika Abdurrahman bin Auf melakukan jamuan makanan. Dia mengundang para sahabat Nabi dan menjamu mereka dengan makanan dan minuman khamr. Mereka pun berpesta dengan makanan dan minuman tersebut kemudian mabuk. <\/p>\n\n\n\n

Kemudian setelah waktu maghrib pun tiba. Mereka shalat dengan di imami oleh seorang dari mereka. Sang imam dalam shalatnya membaca surah dengan bacaan yang salah. Sahabat membaca laa nafyi (kata yang bermakna tidak) pada kata Laa a\u2019budu maa ta\u2019budun tidak dipanjangkan, sehingga maknanya berubah. Peristiwa ini lantas disampaikan kepada Nabi, kemudian turunlah ayat di atas.<\/p>\n\n\n\n

3. Harapan dan Keinginan<\/strong><\/h3>\n\n\n\n

Hal ini sebagaimana digambarrkan dengan turunnya ayat berikut:<\/p>\n\n\n\n

\u0642\u064e\u062f\u0652 \u0646\u064e\u0631\u064e\u0649 \u062a\u064e\u0642\u064e\u0644\u0651\u064f\u0628\u064e \u0648\u064e\u062c\u0652\u0647\u0650\u0643\u064e \u0641\u0650\u064a \u0627\u0644\u0633\u0651\u064e\u0645\u064e\u0627\u0621\u0650 \u0641\u064e\u0644\u064e\u0646\u064f\u0648\u064e\u0644\u0651\u0650\u064a\u064e\u0646\u0651\u064e\u0643\u064e \u0642\u0650\u0628\u0652\u0644\u064e\u0629\u064b \u062a\u064e\u0631\u0652\u0636\u064e\u0627\u0647\u064e\u0627 \u0641\u064e\u0648\u064e\u0644\u0651\u0650 \u0648\u064e\u062c\u0652\u0647\u064e\u0643\u064e \u0634\u064e\u0637\u0652\u0631\u064e \u0627\u0644\u0652\u0645\u064e\u0633\u0652\u062c\u0650\u062f\u0650 \u0627\u0644\u0652\u062d\u064e\u0631\u064e\u0627\u0645\u0650 \u0648\u064e\u062d\u064e\u064a\u0652\u062b\u064f \u0645\u064e\u0627 \u0643\u064f\u0646\u0652\u062a\u064f\u0645\u0652 \u0641\u064e\u0648\u064e\u0644\u0651\u064f\u0648\u0627 \u0648\u064f\u062c\u064f\u0648\u0647\u064e\u0643\u064f\u0645\u0652 \u0634\u064e\u0637\u0652\u0631\u064e\u0647\u064f<\/strong><\/p>\n\n\n\n

“Sungguh Kami sering melihat wajahmu menengadah ke langit. Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada palingkanlah mukamu ke arahnya.”<\/em><\/p>\n\n\n\n

Al-Barra\u2019 menyebutkan, bahwa setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah Saw shalat menghadap Baitul Maqdis selama 16 bulan, padahal beliau lebih suka berkiblat ke Ka\u2019bah. Maka setiap kali shalat, Nabi Saw selalu berdoa mengharap turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Ka\u2019bah. Dan kemudian turunlah ayat di atas.<\/p>\n\n\n\n

Dari sini juga dapat dipahami bahwa peristiwa yang menyebabkan turunnya suatu ayat pada hakikatnya adalah hadis Nabi. Oleh sebab itu, asbabun nuzul termasuk dalam kategori ilmu riwayah bukan dirayah. Ia ada yang shahih dan ada pula yang tidak shahih.<\/p>\n\n\n\n

Kemudian yang boleh dijadikan pedoman dalam menentukan asbabun nuzul adalah perkataan para sahabat yang langsung menyaksikan peristiwa tersebut, atau diterimanya berita tentang peristiwa itu dari sahabat lain.<\/p>\n\n\n\n

Pentingnya Asbabun Nuzul<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Memahami Al-Qur\u2019an tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini tidak hanya dirasakan oleh kalangan non-Arab yang secara kasat mata bukan bahasa aslinya. Bahkan kesulitan ini juga melanda masyarakat Arab sendiri meski keseharian mereka menggunakan bahasa Arab. <\/p>\n\n\n\n

Permasalah utamanya ialah karena Al-Qur\u2019an adalah wahyu Allah yang mempunyai nilai suci, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat memahami kebenaran mutlak tanpa adanya petunjuk dan hidayah dari Allah.<\/p>\n\n\n\n

Imam al-Wahidi menyebutkan bahwa asbabun nuzul begitu penting dalam memahami ayat Al-Qur\u2019an. Beliau menyampaikan:<\/p>\n\n\n\n

\u0644\u0627 \u064a\u0645\u0643\u0646 \u0645\u0639\u0631\u0641\u0629 \u062a\u0641\u0633\u064a\u0631 \u0627\u0644\u0623\u064a\u0629 \u062f\u0648\u0646 \u0627\u0644\u0648\u0642\u0648\u0641 \u0639\u0644\u0649 \u0642\u0635\u062a\u0647\u0627 \u0648\u0628\u064a\u0627\u0646 \u0646\u0632\u0648\u0644\u0647\u0627<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cSeorang tidak akan mengetahui tafsir (maksud) dari suatu ayat tanpa berpegang pada peristiwa dan konteks turunnya ayat. (Jalalud Din as-Syuyuti, Lub\u00e2b an-Nuq\u00fbl f\u00ee Asb\u00e2bin Nuz\u00fbl, Beirut: Darl al-Kutub al Ilmiah, 1971, hal. 3)<\/em><\/p>\n\n\n\n

Pandangan al-Wahidi memberikan pengertian bahwa asbabun nuzul adalah salah satu komponen penting yang harus diperhatikan bagi orang yang ingin memahami maksud Al-Qur\u2019an. Selain itu juga peringatan bahwa belajar Al-Qur\u2019an tidak cukup hanya membaca terjemahan. Karena tidak semua terjemahan atau kitab tafsir memuat asbabun nuzul secara keseluruhan, sehingga potensi untuk salah akan sangat besar.<\/p>\n\n\n\n

Dalam kitab al-Muwafaqat fi Ushul asy-Syari\u2019ah Imam al Syathibi <\/a><\/strong>memberikan peringatan keras kepada orang yang belajar dan memahami al Qur\u2019an hanya dari teksnya saja tanpa melihat atau memperhatikan konteks turunnya ayat, karena asbab al nuzul adalah komponen dasar dalam memahami al Qur\u2019an (Abi Ishaq al Syathibi, al-Muw\u00e2faq\u00e2t f\u00ee Ush\u00fbl asy-Syari\u2019ah, vol. III Beirut: Bar al-Kutub al-Ilmiah, 2005, hal. 258).<\/p>\n\n\n\n

Kemudian pendapat Imam al Wahidi diperkuat oleh pernyataan Imam Ibnu Daqiq al-Aid yang berpendapat bahwa salah satu hal penting dalam memahami Al-Qur\u2019an adalah dengan mengetahui asbabun nuzul dari ayat itu sendiri. Sebab hal tersebut adalah cara untuk memperkuat dalam mengetahui makna Al-Qur\u2019an. Beliau mengatakan:<\/p>\n\n\n\n

\u0628\u064a\u0627\u0646 \u0633\u0628\u0628 \u0627\u0644\u0646\u0632\u0648\u0644 \u0637\u0631\u064a\u0642 \u0642\u0648\u064a \u0641\u064a \u0641\u0647\u0645 \u0645\u0639\u0627\u0646\u064a \u0627\u0644\u0642\u0631\u0623\u0646<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cKeterangan konteks turunnya ayat merupakan cara untuk memperkuat dalam memahami makna Al-Qur\u2019an.\u201d (Jalalud Din as-Syuyuti, al-Itqan fi Ulum al-Qur\u2019an, Beirut: Darl al Fikr, 2012, hal. 41)<\/em><\/p>\n\n\n\n

Dari penjelasan para ulama tersebut memberrikan rambu-rambu kepada kita agar senantiasa berhati-hati dalam menafsirkan ayat Al-Qur\u2019an. Karena Al-Qur\u2019an bukan kitab biasa dan tidak boleg dipahami dengan sembarangan, melainkan harus kepada ahlinya.<\/p>\n\n\n\n

Cara Mengetahui Asbabun Nuzul dari Suatu Ayat<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Dalam kitab Lubab an-Nuqul f\u00ee Asbabin Nuzul karya Imam Suyuthi<\/strong><\/a> menyebutkan, bahwa para ulama bersepakat ada dua metode untuk mengetahui asbabun nuzul.<\/p>\n\n\n\n