Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831
{"id":52822,"date":"2020-05-03T22:16:22","date_gmt":"2020-05-03T15:16:22","guid":{"rendered":"https:\/\/pecihitam.org\/?p=52822"},"modified":"2020-05-03T22:16:38","modified_gmt":"2020-05-03T15:16:38","slug":"mbah-moen","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/pecihitam.org\/mbah-moen\/","title":{"rendered":"Mengenang Mbah Moen, Dari Kisah Klasik Hingga Menjadi Ulama Karismatik"},"content":{"rendered":"\n

Pecihitam.org<\/a><\/strong> – KH Maimoen Zubair atau biasa dikenal dengan panggilan Mbah Moen adalah ulama kharismatik yang banyak menjadi panutan para santri. Bila matahari terbit dari timur, maka mataharinya para santri ini terbit dari Sarang Rembang Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Profil Mbah Moen<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Mbah Moen lahir di Sarang Rembang pada hari Kamis, 28 Oktober 1928. Beliau merupakan putra pertama dari Kyai Zubair. Seorang Kyai yang tersohor karena kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat. Ibundanya adalah putri dari Kyai Ahmad bin Syuaib, ulama yang kharismatik yang teguh memegang pendirian.<\/p>\n\n\n\n

Mbah Moen, adalah insan yang lahir dari gesekan intan dan permata. Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan kedermawanan. <\/p>\n\n\n\n

Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbag Moen ini, semua tersinergi secara padan dan seimbang.<\/p>\n\n\n\n

Panas dan kerasnya kehidupan pesisir utara Jawa tidak membuat sikap beliau ikut mengeras. Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. <\/p>\n\n\n\n

Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Mbah Moen adalah bukti bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya. Kehidupan sehari-harinya menjadi gambaran dari semua itu. <\/p>\n\n\n\n

Meski banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, namun itu tidak menjadikan beliau tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan Keilmuan Mbah Moen<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Kematangan ilmunya tidak ada satupun yang meragukan. Sebab sedari kecil Mbah Moen sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara\u2019 yang lain. <\/p>\n\n\n\n

Dan siapapun zaman itu tidaklah meragukan, bahwa ayah Mbah Moen, Kyai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa\u2019id Al-Yamani dan Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky. Dua ulama yang sangat kesohor kala itu.<\/p>\n\n\n\n

Kecemerlangan demi kecermelangan tidak heran menghiasi langkahnya menuju dewasa. Pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala kiab-kitab nadhom, seperti Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl. <\/p>\n\n\n\n

Seiring pula dengan kepiawaian beliau dalam mengkaji dan memahami kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi\u2019i, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu\u2019in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Setelah mengenyam pendidikan dari ayahnya beliau memulai pengembaraannya lanjut mengaji di Pesantren Lirboyo Kediri selama 5 tahun, dibawah bimbingan KH. Abdul Karim yang terkenal dengan Mbah Manaf. <\/p>\n\n\n\n

Selain itu, beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi Dahlan. Seusai ngaji di Lirboyo Kediri, pada usia 21 tahun Mbah Maimoen pergi ke Tanah Suci dan mengaji selama 2 tahun disana.<\/p>\n\n\n\n

Selama di Mekkah beliau didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad Bin Syuaib. Di Tanah Suci beliau berguru kepada Sayyid Alawi Al-Maliki, Syaikh Hasan Al-Masysyath, Sayyid Amin Al-Kutbi, Syaikh Yasin Al-Fadani, Syaikh Abdul Qodir al-Mandily, dan Syaikh Imron Rosyadi di Darul Ulum Mekah.<\/p>\n\n\n\n

Selama dua tahun lebih beliau menetap dan belajar di Mekkah untuk menimba ilmu. Sekembalinya dari Tanah suci, tak serta merta berhenti, ternyata beliau masih melanjutkan belajarnya lagi di Indonesia kepada ulama-ulama besar tanah Jawa saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Diantara guru-guru Mbah Moen adalah:<\/p>\n\n\n\n