Rasulullah SAW mewanti-wanti orang Islam supaya tidak meninggalkan hutang sampai kematian menjemput. Karena akan menjadi beban diakhirat.<\/p>\n

Bahkan Rasulullah SAW menolak untuk menshalati Jenazah yang masih memiliki tanggungan Hutang. Walaupun beliau tidak melarang Sahabat untuk menshalatinya.<\/p>\n

Kisah tentang Keengganan Rasulullah SAW menshalatkan Jenazah dengan Hutang ditemukan dalam Kitab Al-Mawa\u2019idh Al-\u2018Usfuriyah <\/em>(Nasihat Burung Pipit).<\/p>\n

Suatu waktu, Nabi Muhammad SAW sedang duduk dipinggiran kota Madinah. Kemudian serombongan orang datang dengan memikil keranda jenazah dipundaknya. Rasulullah SAW menanyakan pertama kali kepada pemikul Jenazah adalah Hutang Jenazah.<\/p>\n

Bukan Nama ataupun asal jenazah tersebut. Nabi menanyakan kepada pemikul jenazah, \u201c<\/em>\u0647\u0644 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u062f\u064a\u0646\u201d Apakah ia memiliki utang?<\/em><\/p>\n

Orang yang ditanya menjawab pertanyaan Nabi SAW; \u201c<\/em>\u0639\u0644\u064a\u0647 \u062f\u064a\u0646 \u0627\u0631\u0628\u0639\u0629 \u062f\u0631\u0627\u0647\u0645\u201d Iya Benar Rasulullah SAW, Ia punya Utang 4 Dirham. <\/em>Dan reaksi Nabi Muhammad SAW lain dari biasanya mendengar penuturan tentang Jenazah yang ada didepan beliau.<\/p>\n

Seharusnya Nabi SAW menjadi Imam Shalat Jenazah tersebut, akan tetapi kali ini beliau enggan untuk menshalatkan Jenazah tersebut;<\/p>\n

\u0635\u0644\u0648\u0627 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0641\u0627\u0646\u064a \u0644\u0627 \u0627\u0635\u0644\u064a \u0639\u0644\u0649 \u0645\u0646 \u0643\u0627\u0646 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u062f\u064a\u0646 \u0627\u0631\u0628\u0639\u0629 \u062f\u0631\u0627\u0647\u0645 \u0641\u0645\u0627\u062a \u0648\u0644\u0645 \u064a\u0624\u062f\u0647\u0627<\/strong><\/p>\n

Artinya; \u201cKalian Shalatlah (Shalat Jenazah) untuknya. Saya tidak mau menshalati orang yang mempunyai Hutang Walaupun hanya 4 dirham saja. Dia Meninggal sebelum ia melunasi (membayar) Hutangnya\u201d<\/em><\/p>\n

Dalam Kitab Al-Mawaidh Al-\u2018Usfuriyah <\/em>kisahnya dilajutkan dengan turunnya Malaikat Jibril AS kepada Nabi Muhammad SAW. Malaikat Jibril AS memperingatkan Rasulullah bahwa hutangnya sudah dilunasi oleh Malaikat. Akan tetapi sekiranya dipahami bahwa Hutang dalam Islam menjadi ganjalan bukan hanya di Dunia akan tetapi diakhirat.<\/p>\n

Karena Hutang merupakan Haq Adam <\/em>atau tanggungan yang tidak bisa dimaafkan selama hak tanggungan tersebut tidak dilunasi. Hukum Hutang dalam Islam diperbolehkan akan tetapi harus dengan catatan harus lunas sebelum dikuburkan.<\/p>\n

Menunda pembayaran Hutang dalam Islam juga dilarang dalam Islam karena masuk dalam ketegori kedzaliman. Rasulullah SAW menjelaskan dalam Haditsnya;<\/p>\n

\u0645\u064e\u0637\u0652\u0644\u064f \u0627\u0644\u0652\u063a\u064e\u0646\u0650\u064a\u0651\u0650 \u0638\u064f\u0644\u0652\u0645\u064c <\/strong><\/p>\n

Artinya; \u201cMenunda-nunda membayar Hutang bagi mereka yang Mampu adalah sebuah KeDzaliman\u201d<\/em><\/p>\n

Kategori orang Dzalim tentu mengindikasikan bahwa ia terkena khittab hukum <\/em>yang tidak ringan. Jika hukum hutang dalam Islam adalah Mubah, maka hukum menunda pembayaran hutang padahal mampu tidak dibenarkan dalam Islam. Apalagi sampai meninggal dunia dan akan dikuburkan.<\/p>\n

Di Nusantara ditemukan tradisi mengalihkan Hutang Jenazah <\/em>yang biasanya dipidatokan sebelum jenazah diberangkatkan ke pekuburan. Hal ini bertujuan untuk membebaskan Jenazah dari tanggungan Hutang Dunia yang akan mengganjal dan memperberat Hisab <\/em>di hari kiamat.<\/p>\n

Setidaknya sebelum meninggal dunia, jika kita memiliki hutang yang banyak harus menulis wasit untuk keluarga tentang tanggungan utang yang dimiliki. Jangan sampai tanggungan Hutang dunia menjadi beban pemberat timbangan dosa diakhirat.<\/p>\n