Pecihitam.org<\/strong> – AGH Sanusi Baco dilahirkan di Maros, 4 April 1937. Beliau merupakan sosok ulama kharismatik. Perjalanan hidupnya penuh suka dan duka. Di usianya yang masih belia, beliau tiba-tiba ditinggalkan ibu tercinta, Besse daeng Ratu yang berpulang ke rahmatullah. <\/p>\n\n\n\n Hidup tanpa kasih Sayang ibu, menjadikan kisah hidupnya terasa pilu bersama saudara-saudaranya yang lain. Tidak ingin keadaan ini berlarut-larut, Baco daeng Naba, sang ayah kemudian mengirim AGH Sanusi Baco ke Makassar untuk melanjutkan pendidikan. <\/p>\n\n\n\n Suasana Makassar tahun 1950-an belum terlalu ramai, beliau diterima sebagai salah satu santri di Pesantren DDI Galesong Baru yang didirikan oleh AGH. Abdurrahman Matammeng. Saat menjadi santri, AGH Sanusi Baco dididik langsung AGH. Amin Natsir yang acapkali memintanya mengambil serbuk gergaji untuk dipakai memasak. <\/p>\n\n\n\n Selain menjalani aktivitas sebagai santri, beliau juga seringkali membantu kakeknya yang berjualan bambu. Dikisahkan, suka duka berjualan bambu itu masih teringat jelas oleh beliau. Kala itu bambu diangkut dari Pasar Pannampu ke Pasar Kalimbu melalui Pasar Cidu di Jalan Tinumbu yang masih sepi dan masih bisa menikmati suara burung yang bertengger di hutan sepanjang jalan. <\/p>\n\n\n\n Selain itu beliau juga sempat membantu paman untuk menyetrika pakaian langganannya. Gururtta begitu cekatan menyetrika pakaian hingga 40 lembar dengan menggunakan arang. Pengalaman itu menjadikan beliau lebih suka menyetrika pakaiannya sendiri hingga kini. <\/p>\n\n\n\n Setelah beberapa tahun mukim di Makassar, ayah gurutta mengirim beliau ke Pesantren DDI Mangkoso awal tahun 1950-an. Di sinilah gurutta AGH. Sanusi Baco belajar banyak hal. Selain mengaji kitab kuning pada AGH. Abdurrahman Ambo Dalle<\/a><\/strong>, AGH. Amberi Said dan sejumlah ulama DDI lainnya, beliau juga mulai belajar berorganisasi. <\/p>\n\n\n\n Pada akhirnya, beliau mendapat amanah sebagai salah satu Rais Syuriah PBNU, Ketua MUI Susel, Pengurus PB. DDI, dan Pendiri Pesantren Nahdlatul Ulum, Maros. <\/p>\n\n\n\n Beliau sosok ulama kharismatik dengan totalitas hidup berdakwah. Pengalaman belajar di DDI Mangkoso Barru selama 8 tahun memberi warna dalam kiprah hidupnya terutama bekal keilmuan. Pengalaman belajar pada AGH. Abdurrahman Ambo Dalle, AGH. Amberi Said, dan sejumlah guru lainnya memberi kesan bahwa ilmu yang diperolehnya dari kitab atau buku tidak akan sempurna tanpa belajar meneladani kehidupan para ulama. <\/p>\n\n\n\n Setelah menamatkan pendidikan di Pesantren DDI Mangkoso, AGH Sanusi Baco kemudian kuliah di Fakultas Syariah Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, tepatnya di Kampus I Jalan Kakatua. Saat itu, Rektor UMI dijabat Prof. Dr. Abdurrahman Shihab. Seangkatan dengan Prof. Dr. H. Shaleh Putuhena, mantan Rektor UIN Alauddin Makassar. <\/p>\n\n\n\n Keterbatasan fasilitas kampus dan jumlah mahasiswa juga sedikit sehingga tidak jarang kuliah di rumah dosen. Sudah menjadi tradisi saat itu mahasiswa mendatangi rumah dosen untuk kuliah. Sejumlah dosen tersebut adalah umumnya ulama kenamaan. Sebut misalnya, AGH. Abdurrahman Matammeng, AGH. Muhammad Nur<\/a><\/strong> Nashirus Sunnah. <\/p>\n\n\n\n AGH. Sanusi Baco kemudian ikut mendirikan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) di Sulsel. Lewat jalur organisasi tersebut, beliau memperoleh beasiswa kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir pada tahun 1963 atas rekomendasi KH. Zaifuddin Zuhri selaku Menteri Agama. <\/p>\n\n\n\n