Pecihitam.org<\/a><\/strong> – Jika anda mendownload Buku-buku hadits di internet atau anda biasa membaca buku-buku hadits karya ulama Wahabi, pastinya anda sudah biasa dan sudah kerap kali membaca dan melihat nama Syaikh Nashirudin Al Bani, atau yang biasa disebut juga sebagai Al Bani saja.<\/p>\n\n\n\n Bagi orang awam mungkin menganggap al Bani adalah seorang Muhaddits seperti Imam Bukhari<\/strong><\/a>, apalagi oleh kaum Wahabi ia sangat di puja-puja. Namun anda jangan salah sangka, ternyata tidak sedikit Ulama’ yang menyatakan bahwa Nashirudin al Bani bukanlah Muhaddits.<\/p>\n\n\n\n Memang namanya, melambung melalui sejumlah karya seperti Silsilah al-Ahadits as-Shahihah dan Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah. Namun sanyangnya, ikhtiar yang dilakukan al Bani itu, menuai kontroversi. Baik kubu pro dan kontra.<\/p>\n\n\n\n Nashirudin al Bani dilahirkan di kota Ashkodera, negara Albania tahun 1914 M dan meninggal dunia pada tanggal 21 Jumadal Akhirah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yordania.<\/p>\n\n\n\n Al-Bani adalah seorang yang mengawali pendidikan agamanya dengan belajar dari satu syekh ke syekh yang lainnya. Mulanya ia belajar kepada Ayahnya Nu\u1e25 bin Adam, salah seorang ulama mazhab Hanafi yang kesohor di Albania, sebuah negara di semenanjung Balkan.<\/p>\n\n\n\n Ayahnya, Nuh bin Adham adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syariah di ibukota negara Dinasti Utsmaniyah<\/strong><\/a> (kini Istambul). Keluarganya kemudian hijrah ke Damaskus, ibu kota Syria, dan menetap di sana. Karena alasan politik, Al-Bani kemudian belajar ke Syam.<\/p>\n\n\n\n Pada dasarnya, Al-Bani tidak mengeyam pendidikan hadis secara formal, ia hanya melakukannya secara otodidak dengan mengunjungi perpustakaan-perpustakaan Damaskus. Meski demikian ia mendapat gelar profesor Hadis dari Universitas Islam Madinah.<\/p>\n\n\n\n Pada masa hidupnya, sehari-hari dia berprofesi sebagai tukang reparasi jam. Dia juga memiliki hobi membaca kitab-kitab khususnya kitab-kitab hadits, namun tidak pernah berguru langsung kepada ulama hadits yang ahli dan tidak pernah mempunyai sanad yang diakui dalam Ilmu Hadits.<\/p>\n\n\n\n Karir ilmiahnya dalam bidang hadis dimulai dengan menulis Silsilah al-A\u1e25adits al-\u1e0ca\u2019ifah. Kitab ini berisi kumpulan hadis-hadis dhaif dan hadis maudhu\u2019 atau palsu. Al Bani menghimpun hadis-hadis tersebut dengan membaca semua literatur-literatur yang ada di perpustakaan, seperti dalam Kutubus Sittah<\/a><\/strong> dan kitab-kitab lainnya.<\/p>\n\n\n\n Dalam memberikan komentarnya terhadap hadis-hadis tersebut al Bani juga merujuk kepada kitab-kitab ulama seperti al-Mau\u1e0du\u2019at karya Ibnu al-Jauzi, al-Mau\u1e0du\u2019at karya al-Shagani, Dzail al-A\u1e25adits al-Mau\u1e0du\u2019ah karya al-Suyu\u1e6di, dan lain sebagainya. Selain itu, Al-Bani juga sering memasukkan pendapat-pendapatnya sendiri di dalam memberikan penilaiannya terhadap suatu hadis.<\/p>\n\n\n\n Tidak sedikit tulisan akademisi yang mengungkap sosok al-Bani, terutama terkait kontroversinya dalam menilai hadis. Salah satu kajian yang membahas sosok al-Bani tersebut adalah karya tesis yang berjudul Metodologi Al-Bani dalam Menetapkan Hadis Mau\u1e0du\u2019 yang ditulis oleh Umaiyatus Syarifah.<\/p>\n\n\n\n Al-Bani adalah salah satu tokoh kontemporer yang telah banyak melakukan upaya dalam mengembangkan kajian hadis, ia tidak hanya melakukan takhrij, namun juga ta\u1e63\u1e25i\u1e25, dan ta\u1e0d\u2019if maupun ta\u1e25qiq.<\/p>\n\n\n\n Upayanya ini ternyata menuai pro dan kontra. Beberapa ulama yang memuji usahanya adalah ulama-ulama wahabi seperti Syekh Mu\u1e25ammad al-Sirqri\u1e6di, Syekh \u2018Abd al-Aziz bin Baz dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n