PeciHitam.org<\/a> –<\/strong> Kebenaran dalam Islam terbagi kedalam dua bentuk, yaitu kebenaran Dzanni <\/em>(perspektifisme<\/a>, remang-remang) dan kebenaran haqiqi <\/em>yang hanya diketahui oleh Allah SWT.<\/p>\n Kebenaran Haqiqi, <\/em>terdapat dalam dua teks muqaddasah, <\/em>Al-Qur\u2019an dan Hadits Nabi SAW. Sedangkan pemahaman terhadap dua teks tersebut masuk dalam kategori kebenaran dzanni.<\/em><\/p>\n Mayoritas Ulama memiliki pandangan tersendiri terhadap kebenaran dzanni <\/em>yang diyakininya, namun tidak memastikan kebenaran pendapat mereka.<\/p>\n Sedangkan golongan salafi wahabi <\/em>seringkali membajak kebanaran hakiki berasal dari pemikirannya. Sebagai bukti adalah pandangan yang\u00a0 dipakasakan dengan jalan menuduh amaliah Muslim di Nusantara berbau bid\u2019ah, khurafat, sesat <\/em>bahkan tertuduh kafir.<\/em><\/p>\n Kaidah tafsir <\/em>yang maklum dipahami oleh seluruh pembelajarnya bahwa \u2018tidak ada tafsir yang benar sepanjang kondisi dan masa\u2019. <\/em>Hal ini menunjukan ketawadhu\u2019an <\/em>kerendah hatian ulama dalam menerangkan ayat-ayat Allah SWT. Bahwa jangan sampai seorang penafsir beranggapan bahwa kebenaran Hakiki berada dalam pendapatnya.<\/p>\n Terkait surat Al-Maidah ayat 3 yang banyak disebut sebagai ayat terakhir yang turun ternyata memiliki perspektif riwayat berbeda. Tidak semua Ulama mengatakan bahwa ayat tersebut adalah ayat terakhir yang menutup rapat semua ajaran, amalan dan anjuran setelahnya sebagai bid\u2019ah <\/em>dan sesat.<\/p>\n Ibnu Abbas sendiri menyatakan bahwa ayat yang terakhir turun adalah surat Al-Baqarah ayat 271-282 tentang anjuran meninggalkan Riba. Menurut Sahabat Al-Barra bin Azib RA ayat terakhir yang turun adalah surat an-Nisaa\u2019 ayat 176 yang membahas tentang warisan untuk orang yang tidak memiliki ahli waris orang tua dan anak.<\/p>\n Terlepas dari kebenaran pendapat yang mana terkait ayat terakhir yang turun, golongan salafi wahabi <\/em>memahami ayat \u2018\u0627\u0644\u0652\u064a\u064e\u0648\u0652\u0645\u064e \u0623\u064e\u0643\u0652\u0645\u064e\u0644\u0652\u062a\u064f \u0644\u064e\u0643\u064f\u0645\u0652 \u062f\u0650\u064a\u0646\u064e\u0643\u064f\u0645\u0652\u2019 sebagai ayat penutup segala sesuatu yang baru. Artinya, semua amalan yang diterangkan oleh Nabi SAW adalah paripurna dari tataran nilai dan teknis. Ayat ini dikorelasikan dengan hadits dari \u2018Aisyah RA sebagai berikut;<\/p>\n \u0645\u064e\u0646\u0652 \u0623\u064e\u062d\u0652\u062f\u064e\u062b\u064e \u0641\u0650\u0649 \u0623\u064e\u0645\u0652\u0631\u0650\u0646\u064e\u0627 \u0647\u064e\u0630\u064e\u0627 \u0645\u064e\u0627 \u0644\u064e\u064a\u0652\u0633\u064e \u0645\u0650\u0646\u0652\u0647\u064f \u0641\u064e\u0647\u064f\u0648\u064e \u0631\u064e\u062f\u064c\u0651<\/strong><\/p>\n Artinya; \u201cBarangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak<\/em>\u201d (HR. Bukhari-Muslim)<\/em><\/p>\n Dalil ini kemudian ditafsiri oleh golongan salafi wahabi <\/em>sebagai dalih dan dasar untuk menyalahkan semua ekspresi keagamaan yang berbeda dengan pemikiran mereka. Pun amaliah yang memiliki dalil normatif dari al-Qur\u2019an dan Hadits dicari-cari perbedaannya untuk dituduh sebagai amalan yang tertolak serta salah.<\/p>\n Alasan yang sering digunakan oleh orang-orang salafi wahabi <\/em>ketika menuduh sesat, bid\u2019ah<\/em> dan lain sebagainya adalah tidak ada tuntunannya, tidak boleh mengkhususkan, tidak pernah terjadi pada masa Nabi SAW, tidak dilakukan oleh Nabi atau Sahabat, amalan berasal dari orang kafir dan lain sebagainya.<\/p>\n Pun ketika disajikan dalil mu\u2019tabar, <\/em>golongan salafi wahabi <\/em>tetap memegangi tafsir <\/em>al-Maidah ayat 3 yang mereka pahami. Tanpa memperhatikan pandangan Ulama-ulama tentang definisi-definsi bid\u2019ah, sesat <\/em>yang digunakan sebagai landasan amalan-amalan Muslim di Nusantara.<\/p>\n Sebagaimana pandangan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwas terkait pembagian bid\u2019ah <\/em>sama sekali tidak boleh terbagi. Karena menurut beliau, bid\u2019ah <\/em>ya tetap bid\u2019ah, <\/em>sesat ya tetap sesat tempatnya di Neraka. Ia mengabaikan pemikiran Imam Asy-Syafii dan dipertegas oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali yang mengklasifikasikan bid\u2019ah <\/em>dalam 2 bentuk;<\/p>\n \u0648\u0642\u0627\u0644 \u0627\u0644\u062d\u0627\u0641\u0638 \u0627\u0628\u0646 \u0631\u062c\u0628 \u0627\u0644\u062d\u0646\u0628\u0644\u064a: \u0648\u0627\u0644\u0645\u0631\u0627\u062f\u064f \u0628\u0627\u0644\u0628\u062f\u0639\u0629: \u0645\u0627 \u0623\u062d\u062f\u062b \u0645\u0645\u0627 \u0644\u0627 \u0623\u0635\u0644 \u0644\u0647 \u0641\u064a \u0627\u0644\u0634\u0631\u064a\u0639\u0629 \u064a\u064e\u062f\u064f\u0644 \u0639\u0644\u064a\u0647\u060c \u0623\u0645\u0627 \u0645\u0627 \u0643\u0627\u0646 \u0644\u0647 \u0623\u0635\u0644 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0634\u0631\u0639 \u064a\u062f\u0644 \u0639\u0644\u064a\u0647\u060c \u0641\u0644\u064a\u0633 \u0628\u0628\u062f\u0639\u0629 \u0634\u0631\u0639\u0627\u064b\u060c \u0648\u0625\u0646 \u0643\u0627\u0646 \u0628\u062f\u0639\u0629 \u0644\u063a\u0629<\/strong><\/p>\n Artinya; \u201cIbnu Rajab Al-Hanbali mengatakan, \u2018Yang dimaksud bid\u2018ah sesat itu adalah perkara baru yang tidak ada sumber syariah sebagai dalilnya. Sedangkan perkara baru yang bersumber dari syariah sebagai dalilnya, tidak termasuk kategori bid\u2018ah menurut syara\u2019\/agama meskipun masuk kategori bid\u2018ah menurut bahasa\u201d<\/em><\/p>\n Simpulannya, golongan salafi wahabi <\/em>bukanlah membela surat Al-Maidah ayat 3 dalam menghukumi Muslim yang dianggap bermasalah. Namun membela tafsir pribadi\/ golongan <\/em>untuk mendapatkan legitimasi pembenaran guna menyalahkan amaliah yang tidak sesuai dengan tafsir <\/em>mereka.<\/p>\n Ash-Shawabu Minallah<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":" PeciHitam.org – Kebenaran dalam Islam terbagi kedalam dua bentuk, yaitu kebenaran Dzanni (perspektifisme, remang-remang) dan kebenaran haqiqi yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Kebenaran Haqiqi, terdapat dalam dua teks muqaddasah, Al-Qur\u2019an dan Hadits Nabi SAW. Sedangkan pemahaman terhadap dua teks tersebut masuk dalam kategori kebenaran dzanni. Mayoritas Ulama memiliki pandangan tersendiri terhadap kebenaran dzanni yang […]<\/p>\n","protected":false},"author":40,"featured_media":62133,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[9],"tags":[12434],"yoast_head":"\nTafsir Al-Maidah Ayat 3<\/strong><\/h2>\n
Alasan-alasan Menolak Amaliah<\/strong><\/h2>\n