Kecondongan salafi wahabi <\/em>ketika tidak setuju dengan sebuah amaliah Muslim di Nusantara akan habis-habisan menuduh dengan tuduhan bid\u2019ah, syirik, <\/em>dan sesat. Jika mau jujur, sebenarnya nalar salafi wahabi <\/em>sangat rancu ketika dikomparasikan dengan berbagai realitas keberagamaan mereka sendiri.<\/p>\n

Teknis amaliah yang dilakukan oleh Muslim di Nusantara adalah bentuk membumikan ajaran dan elaborasi tradisi yang diislamkan. Memang secara teknis, amaliah Muslim di Nusantara tidak sama persis dengan pada masa Nabi SAW. Sama tidak persisnya bahwa salafi wahabi <\/em>shalat di Masjid yang berkubah besar, berlantai marmer, bertembok rapat.<\/p>\n

Padahal pada masa Nabi SAW tidaklah demikian, karena masih menggunakan bangunan sederhana yang hanya berinterior khas pada masanya. Tentunya perubahan zaman membawa dampak pula dalam beragama, namun tidak mengabaikan hakikat Ibadah tetap berjalan.<\/p>\n

Tidak berbeda nalar cacat salafi wahabi <\/em>ketika mengklaim bahwa amaliah Tahlilan <\/em>dan ketika pulang membawa berkat <\/em>atau makanan siap santap. Anggapan salafi wahabi <\/em>adalah menuduh bid\u2019ah <\/em>karena tidak memiliki dasar pada masa Nabi SAW. Hal ini menunjukan bahwa kedangkalan pemikiran salafi wahabi <\/em>dalam melihat sebuah realitas.<\/p>\n

Tahlilan, Ambengan, Slametan <\/em>adalah bentuk teknis dari pengamalan ajaran Islam yang mengalami pembumian di Nusantara. Bukan sebuah ritus amaliah baru yang menyelisihi ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi Narasi salafi wahabi <\/em>sangat sering menuduh syirik, bid\u2019ah <\/em>kepada golongan Muslim di Nusantara.<\/p>\n