\u201cDiantara tanda bersandarnya seseorang pada amal ibadahnya ialah terjadinya degradasi harapan, saat terjatuh dalam kesalahan\u201d. (al-Hikam)<\/strong><\/em><\/p><\/blockquote>\n\n\n\n
Pecihitam.org<\/a><\/strong> – Sebagaimana yang telah dijanjikan Allah Swt memalui lisan Nabi Muhammad Saw, kebanyakan orang akan berfikiran, ketika melakukan ibadah seperti shalat, puasa, sadaqah dan lain sebagainya, Allah akan memberikan rahmat berupa pahala surga, diringankannya kesempitan, terkabulkannya keinginan, atau balasan-balasan lain.<\/p>\n\n\n\n
Memang, balasan-balasan yang dijanjikan oleh Allah tersebut didukung dengan fakta yang terjadi, seperti kisah-kisah yang pernah dialami seseorang yang kemudian menjadi motifasi untuk menggerakkan tubuh ini, melakukan ibadah dan berbuat baik.<\/p>\n\n\n\n
Sebagai contoh adalah shalat tahajjud<\/a>, jika diistiqamahkan akan membuat seseorang serba diberi kenikmatan, bebas dari kesusahan dan terkabulnya hajat keinginan. Tentu saja, setelah dikuatkan dengan kisah-kisah yang disampaikan oleh orang-orang shaleh misalnya, akan membuat seseorang rajin melakukan shalat tahajjud dengan tujuan agar hajat keinginannya segera dikabulkan oleh Allah.<\/p>\n\n\n\n
Itu semua tidaklah salah, namun terdapat sisi bahaya yang mana pada tingkat yang paling parah adalah timbulnya keyakinan bahwa, segala kesempitan dan kesusahan serta dikabulakannya hajat disebabkan oleh shalat tahajjud yang rajin ia lakukan.<\/p>\n\n\n\n
Adapun kasus yang lebih umum terjadi, taqwa kepada Allah dengan menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya hanya dijadikan ajang untuk mendapatkan kenikmatan surga dan menghindarkan diri dari jurang-jurang neraka saja. Sehingga timbul anggapan bahwa hanya dengan ibadah, seseorang akan mendapatkan surga dan dibebaskan dari neraka.<\/p>\n\n\n\n
Anggapan inilah yang kemudian menjadi motifasi kuat bagi seseorang untuk melakukan ibadah sebanyak mungkin. Jika diibaratkan ini layaknya bisnis, seolah kita bekerja untuk Allah, melakukan shalat, menuaikan puasa, dan menghindari maksiat, demi mendapatkan imbalan surga, atau imbalan-imbalan lain, baik yang diberikan di dunia atau di akhirat nanti.<\/p>\n\n\n\n
Dari penjelasan di atas istilah kasarnya adalah mempertuhankan ibadah, menomorduakan Allah Swt. Inilah salah satu bentuk kekufuran yang bisa saja tak disadari sudah meracuni keimanan. Memang tipu daya syetan bisa sampai taraf yang demikian, hingga ibdahpun bisa dijadikan godaan. <\/p>\n\n\n\n
Lantas bagaimana aqidah yang benar dalam masalah ini?<\/p>\n\n\n\n