Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831
{"id":6637,"date":"2019-08-31T18:35:30","date_gmt":"2019-08-31T11:35:30","guid":{"rendered":"https:\/\/pecihitam.org\/?p=6637"},"modified":"2019-08-31T18:35:31","modified_gmt":"2019-08-31T11:35:31","slug":"syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/","title":{"rendered":"Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1)"},"content":{"rendered":"\n

Pecihitam.org-<\/strong> Ulama-ulama fiqh menetapkan syarat sah hukum persusuan antara anak dan ibu yang menyusuinya berdasarkan dalil-dalil yang ada. Dimana jika sah hukum persusuan tersebut, maka hukum yang berlaku pada anak dengan ibu yang menyusuinya sebagaimana hubungan nasab antara anak dengan ibu kandungnya, diantaranya yaitu tidak boleh menikahi ibu persusuannya, mendapatkan hak waris, halal melihat auratnya atau bersentuhan dengannya, dan lain-lain sebagaimana hubungan seorang anak dengan ibu kandungnya. Demikian syarat sah hukum persusuan menurut 4 madzhab fiqh:  <\/p>\n\n\n\n

Air Susu Ibu<\/strong><\/h4>\n\n\n\n

Syarat sah hukum persusuan yang pertama ialah air susu yang diberikan kepada sang anak adalah air susu ibu, baik wanita tersebut istri dari sang ayah atau selainnya. Maka tidak akan menjadikan sang bayi itu mahram dengan ibu persusuannya jika menghisap darah, atau nanah, atau air kuning selain daripada susu ibu. Maka juga tidak dengan susu laki-laki atau banci musykil atau susu hewan. <\/p>\n\n\n\n

Air Susu Mengalir Ke Dalam Perut Sang Anak<\/strong><\/h4>\n\n\n\n

Madzhab Hanafi berpendapat bahwa syarat sah hukum persusuan harus dapat dipastikan air susu masuk ke dalam perut bayi. Sedangkan madzhab Maliki berpendapat bahwa cukuplah dengan perkiraan, karena untuk berhati-hati. Madzhab syafi\u2019I dan madzhab Hambal<\/a><\/strong>i berpendapat harus sampai ke dalam perut bayi. <\/p>\n\n\n\n

Air Susu Mengalir Melalui Jalur Mulut Atau Hidung<\/strong><\/h4>\n\n\n\n

Para ulama bersepakat bahwa hukum mahram itu berlaku jika air susu mengalir melalui jalur kerongkongan dan jalur pernapasan hidung. <\/p>\n\n\n\n

Ulama Hanafiyah, ulama Syafi\u2019iyah\ndalam kitab \u201cAdzhar\u201d, dan ulama Hambali dalam kitab \u201cManshush Ahmad Bil Haqnah\u201d\nberpendapat bahwa jika air susu ibu masuk melalui jalur mata, atau telinga,\natau luka di badan, maka tidak berimplikasi pada hukum mahram.<\/p>\n\n\n\n

Menurut ulama Malikiyah, dapat\nberlaku hukum mahram jika air susu masuk melalui suntikan dan berfungsi sebagai\nasupan makanan sang bayi. Maka jika air susu tersebut masuk melalui\nsaluran-saluran atas seperti saluran pernapasan dan kerongkongan, maka tidak\nperlu diniatkan sebagai asupan sang bayi, namun jika masuk dari saluran bawah,\nmaka diperlukan niat atau maksud untuk menjadikan air susu yang dimasukkan itu\nsebagai asupan makan bagi sang bayi, sehingga dapat berimplikasi pada hukum\nmahram antara sang anak dengan ibu yang menyusuinya.<\/p>\n\n\n\n

Al-Allamah Ibnu Qudamah menyebutkan\ndua pendapatnya tentang memasukkan air susu melalui mulut dan hidungnya:<\/p>\n\n\n\n

Pertama:<\/em> Salah satu dari dua riwayatnya\nyang paling masyhur<\/em> dan sesuai dengan pendapat mayoritas ulama, yaitu\njika air susu masuk melalui dua saluran itu, maka dapat berimplikasi pada hukum\nmahram. karena memasukkan air susu melalui mulut, maka dapat menumbuhkan daging\ndan membesarkan tulang, sedangkan jika melalui hidung dapat membatalkan orang\nyang berpuasa, maka hal tersebut diqiyaskan pada berlakunya hukum mahram jika\nair susu masuk melalui saluran hidung atau pernafasan.<\/p>\n\n\n\n

Kedua:<\/em> Tidak sah hukum persusuan jika\nair susu masuk melalui mulut atau hidung, kecuali jika sang bayi langsung\nmenghisap air susu dari puting sang ibu.[1]<\/a> <\/p>\n\n\n\n

Air Susu Ibu Murni<\/strong><\/h4>\n\n\n\n

Syarat sah hukum persusuan selanjutnya ialah air susu yang diasup oleh sang anak tidak boleh bercampur dengan zat atau cairan lainnya. Ini adalah syarat yang dikemukakan oleh ulama Hanafi dan Maliki. Namun jika air susu tersebut bercampur dengan zat atau cairan lainnya, maka hendaklah ditakar yang paling dominan dalam air tersebut, jika yang paling dominan adalah air susunya, maka dapat berimplikasi pada hukum mahram, namun jika yang dominan adalah air selain zat susu, maka tidak dapat berimplikasi pada hukum mahram, karena hukum dapat ditetapkan dengan yang lebih dominan. <\/p>\n\n\n\n

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tidak ada perbedaan hukum antara air susu murni dengan yang telah tercampur zat lainnya. Ulama Syafi\u2019iyah dalam kitab \u201cAdzhar\u201d dan ulama Hambali dalam pendapatnya yang rajih berpandangan bahwa air susu yang bercampur dengan zat lainnya memiliki hukum yang sama dengan air susu murni, baik air susu tersebut sudah berubah dengan campuran zat selainnya ataupun tidak, karena yang ditekankan adalah zat air susu tersebut sampai pada mulut dan perut sang bayi.<\/p>\n\n\n\n

Imam Abu Hanifah<\/a><\/strong> berpendapat bahwa air susu yang tercampur dengan makanan baik itu kadar air susu lebih dominan atau kadar makan yang lebih dominan, maka hukumnya adalah sama, yaitu tidak dapat berimplikasi pada hukum mahram, karena walaupun kadar zat makanan itu lebih sedikit dari zat air susu, namun zat makanan  dapat menghilangkan kekuatan kandungan zat air susu.<\/p>\n\n\n\n

Apabila air susu seorang wanita\nbercampur dengan air susu wanita lainnya, maka menurut imam Abu Hanifah dan\nimam Abu Yusuf dilihat dari kadar air susu tersebut, mana kadar air susu yang\npaling banyak, namun jika kadarnya sama, maka ditetapkanlah hukum mahram bagi\nkedua wanita tersebut atas sang bayi, demi menjaga kehati-hatian. Sedangkan menurut\nulama Maliki dan Muhammad Wazraf, ditetapkan hukum mahram bagi kedua wanita\ntersebut, baik itu kadarnya sama ataupun ada yang lebih dominan.<\/p>\n\n\n\n

Masa Persusuan Berlangsung Selama 2 Tahun Pertama<\/strong><\/h4>\n\n\n\n

Ulama 4 madzhab bersepakat bahwa masa persusuan dimulai sejak kelahiran sang anak hingga berusia dua tahun. Maka tidaklah berlaku hukum mahram bagi persusuan anak yang sudah besar, atau lebih dari dua tahun. Jumhur berdalih dengan surat al-Baqarah ayat 233:<\/p>\n\n\n\n

\u0648\u064e\u0627\u0644\u0652\u0648\u064e\u0627\u0644\u0650\u062f\u064e\u0627\u062a\u064f \u064a\u064f\u0631\u0652\u0636\u0650\u0639\u0652\u0646\u064e \u0623\u064e\u0648\u0652\u0644\u064e\u0627\u062f\u064e\u0647\u064f\u0646\u064e\u0651 \u062d\u064e\u0648\u0652\u0644\u064e\u064a\u0652\u0646\u0650 \u0643\u064e\u0627\u0645\u0650\u0644\u064e\u064a\u0652\u0646\u0650 \u0644\u0650\u0645\u064e\u0646\u0652 \u0623\u064e\u0631\u064e\u0627\u062f\u064e \u0623\u064e\u0646\u0652 \u064a\u064f\u062a\u0650\u0645\u064e\u0651 \u0627\u0644\u0631\u064e\u0651\u0636\u064e\u0627\u0639\u064e\u0629\u064e <\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201c Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

Hadis yang diriwayati oleh Abdullah bin Mas\u2019ud<\/p>\n\n\n\n

” \u0644\u0627 \u0631\u0636\u0627\u0639\u0629 \u0625\u0644\u0627 \u0645\u0627 \u0643\u0627\u0646 \u0641\u064a \u0627\u0644\u062d\u0648\u0644\u064a\u0646”<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201c Tidak ada persusuan kecuali dalam masa dua tahun.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

Ulama-ulama Syafi\u2019i juga ulama-ulama\nHambali, Abu Yusuf, dan Muhammad berdalil dengan dzahir hadis di atas yang\nmensyaratkan masa persusuan selama dua tahun pada awal umur sang bayi sesuai\nbulan Qomariyah, sebagaimana juga dalam hadis Rasulullah SAW:<\/p>\n\n\n\n

” \u0641\u0625\u0646\u0645\u0627 \u0627\u0644\u0631\u0636\u0627\u0639\u0629 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0645\u062c\u0627\u0639\u0629”<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201c Sesungguhnya sesusuan itu terjadi karena kelaparan.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

Hadis di atas menunjukkan bahwa\npersusuan hanya berlaku dalam masa sang bayi sedang merasa kelaparan dan butuh\nasupan ASI. Maka jika persusuan itu sudah berlangsung selama dua tahun pertama,\nmaka sempurnalah masa persusuan yang dapat berimplikasi pada hukum mahram,\nsekalipun sudah disapih sebelum sempurna masa dua tahun pertama tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Hadis yang diriwayati oleh Ummi Salamah<\/p>\n\n\n\n

” \u0644\u0627 \u064a\u062d\u0631\u0645 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0631\u0636\u0627\u0631\u0639\u0629 \u0625\u0644\u0627 \u0645\u0627 \u0641\u062a\u0642 \u0627\u0644\u0623\u0645\u0639\u0627\u0621 \u0641\u064a \u0627\u0644\u062b\u062f\u064a \u0648\u0643\u0627\u0646 \u0642\u0628\u0644 \u0627\u0644\u0641\u0637\u0627\u0645”<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201c Persusuan tidak bisa menjadikan mahram, kecuali (susuan)\nyang mengenyangkan dan terjadi sebelum disapih.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Hadis yang diriwayati oleh Ali bin Abi Thalib <\/p>\n\n\n\n

” \u0644\u0627 \u0631\u0636\u0627\u0639 \u0628\u0639\u062f \u0641\u0635\u0627\u0644 \u0648\u0644\u0627 \u064a\u062a\u0645 \u0628\u0639\u062f \u0627\u062d\u062a\u0644\u0627\u0645”<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201c Tidak ada persusuan setelah masa sapihan dan tidak ada yatim setelah baligh.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

Imam Malik<\/a><\/strong> menambahkan masa dua tahun dengan masa dua bulan, karena seorang bayi terkadang masih membutuhkan masa dua bulan untuk berlatih mengubah makan pokoknya dari susu menjadi nasi (dan jenis makanan pokok orang dewasa lainnya). Keadaan itu jika seorang bayi memang belum disapih sebelum masa dua bulan tersebut, namun jika memang sudah disapih sebelum masa dua bulan itu dan sudah memakan nasi atau jenis makan pokok orang dewasa lainnya, lalu kemudian disusui, maka susuan kedua tidak berimplikasi pada hukum mahram.<\/p>\n\n\n\n

Imam Abu Hanifah membatasi masa\npersususan selama dua tahun setengah, dimana 6 bulan yang ditambahkan oleh Imam\nAbu Hanifah adalah sebagai masa latihan bagi sang bayi untuk beralih dari susu\nke makanan pokok orang dewasa.[3]<\/a>\n<\/p>\n\n\n\n

Namun berbeda dengan pendapat Daud\nal-Dzahiri yang membenarkan hukum mahram bagi persusuan anak yang sudah lebih\ndari umur dua tahun, berlandaskan pada hadis Aisyah ra.[2]<\/a> <\/p>\n\n\n\n

\u0644\u0645\u0627 \u0631\u0648\u064a \u0623\u0646 \u0633\u0647\u0644\u0629 \u0628\u0646\u062a \u0633\u0647\u064a\u0644 \u0642\u0627\u0644\u062a: \u00ab\u064a\u0627 \u0631\u0633\u0648\u0644 \u0627\u0644\u0644\u0647\u060c \u0625\u0646\u0627 \u0643\u0646\u0627 \u0646\u0631\u0649 \u0633\u0627\u0644\u0645\u0627\u064b \u0648\u0644\u062f\u0627\u064b\u060c \u0641\u0643\u0627\u0646 \u064a\u0623\u0648\u064a \u0645\u0639\u064a\u060c \u0648\u0645\u0639 \u0623\u0628\u064a \u062d\u0630\u064a\u0641\u0629 \u0641\u064a \u0628\u064a\u062a \u0648\u0627\u062d\u062f\u060c \u0648\u064a\u0631\u0627\u0646\u064a \u0641\u064f\u0636\u0652\u0644\u0649\u060c \u0648\u0642\u062f  \u0623\u0646\u0632\u0644 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0641\u064a\u0647\u0645 \u0645\u0627 \u0642\u062f \u0639\u0644\u0645\u062a\u060c \u0641\u0643\u064a\u0641 \u062a\u0631\u0649 \u0641\u064a\u0647\u061f \u0641\u0642\u0627\u0644 \u0644\u0647\u0627 \u0627\u0644\u0646\u0628\u064a \u0635\u0644\u0651\u0649 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0648\u0633\u0644\u0645: \u0623\u0631\u0636\u0639\u064a\u0647 \u062d\u062a\u0649 \u064a\u062f\u062e\u0644 \u0639\u0644\u064a\u0647\u00bb<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201c Sahlah binti Suhail  berkata kepada Rasulullah SAW: \u201c Ya Rasulullah, sesungguhnya kami melihat Salim adalah seorang anak laki-laki besar (lebih dari dua tahun), dimana Salim tinggal bersamaku dan juga bersama Abi Hudzaifah dalam satu rumah. Ia melihatku dalam keadaan memakai pakaian kerja, sedangkan Allah \u2018azza wajalla telah menurunkan wahyu yang engkau mengerti, maka bagaimana pendapat engkau dalam hal tersebut?, kemudian nabi SAW berkata kepadanya: \u201c Susuilah dia!\u201d <\/em><\/p>\n\n\n\n

Hadis di atas menerangkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan\nSahlah untuk menyusui Salim agar Abu Huzaifah (suami Sahlah) tidak lagi merasa\ncemburu karena rasa kasih sayang yang diberikan Sahlah kepada Salim, karena\ndengan menyusui Salim maka Salim dapat menjadi anak persusuan Sahlah dan Abu\nHuzaifah tidaklah memiliki alasan untuk cemburu pada istrinya karena memberi\nkasih sayang kepada Salim. Dengan begitu, Daud al-Dzahiri berdalih dengan hadis\ntersebut pada implikasi hukum mahram bagi persusuan anak yang lebih dari dua\ntahun.<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan Imam Syafi\u2019i<\/a><\/strong> berkata mengenai hadis Sahlah, bahwa Rasulullah SAW mengkhususkan persusuan anak yang berumur lebih dari dua tahun untuk sahabat Salim, begitu juga dengan pendapat ulama-ulama Hambali dan ulama lainnya, dengan menggabungkan hadis yang diriwayati oleh syaidah Aisyah ra. <\/p>\n\n\n\n

\u062b\u0628\u062a \u0639\u0646 \u0639\u0627\u0626\u0634\u0629 \u0623\u0646\u0647\u0627 \u0642\u0627\u0644\u062a:” \u062f\u062e\u0644 \u0639\u0644\u064a \u0631\u0633\u0648\u0644 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0635\u0644\u0651\u0649 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0648\u0633\u0644\u0645\u0648\u0639\u0646\u062f\u064a \u0631\u062c\u0644\u060c \u0641\u0642\u0627\u0644: \u0645\u0646 \u0647\u0630\u0627\u061f \u0642\u0644\u062a: \u0623\u062e\u064a \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0631\u0636\u0627\u0639\u0629\u060c \u0642\u0627\u0644: \u064a\u0627 \u0639\u0627\u0626\u0634\u0629\u060c \u0627\u0646\u0638\u064f\u0631\u0646 \u0645\u0646 \u0625\u062e\u0648\u0627\u0646\u0643\u064f\u0646\u0651\u060c \u0641\u0625\u0646\u0645\u0627 \u0627\u0644\u0631\u0636\u0627\u0639\u0629 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0645\u062c\u0627\u0639\u0629.”<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Aisyah ra berkata: \u201c Rasulullah SAW masuk ke kamar saya, dan saya sedang bersama seorang anak laki-laki. Rasulullah SAW bertanya; \u201c Siapa anak ini?\u201d, aku berkata: \u201c Ini adalah saudara sesusuanku\u201d, lalu Rasulullah SAW bersabda: \u201c Ya Aisyah, perhatikanlah siapa saudaramu, sesungguhnya saudara sepersusuan itu adalah karena rasa kelaparan.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n


\n\n\n\n

[1]<\/a> Yusuf Qaradhawi, Wanita\ndalam Fiqih, Jabal <\/em><\/p>\n\n\n\n

[2]<\/a> Abdul Wahan\nAs-Sa\u2019roni, Al-Mizan al-Kubra<\/em>, Lebanon: Alamul Kutub, 1989<\/p>\n\n\n\n

[3]<\/a> Abu Abdillah Muhammad\nAsy-Syafi\u2019I, Rahmatul Ummah<\/em>, Maktabah At-Taufiqiyah<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org- Ulama-ulama fiqh menetapkan syarat sah hukum persusuan antara anak dan ibu yang menyusuinya berdasarkan dalil-dalil yang ada. Dimana jika sah hukum persusuan tersebut, maka hukum yang berlaku pada anak dengan ibu yang menyusuinya sebagaimana hubungan nasab antara anak dengan ibu kandungnya, diantaranya yaitu tidak boleh menikahi ibu persusuannya, mendapatkan hak waris, halal melihat auratnya […]<\/p>\n","protected":false},"author":35,"featured_media":6856,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[1691,22,1913,3211],"tags":[2112,2779,3548,3549],"yoast_head":"\nSyarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1) - Pecihitam.org<\/title>\n<meta name=\"description\" content=\"Ulama-ulama fiqh menetapkan syarat sah hukum persusuan antara anak dan ibu yang menyusuinya berdasarkan dalil-dalil yang ada. Dimana jika sah hukum\" \/>\n<meta name=\"robots\" content=\"index, follow, max-snippet:-1, max-image-preview:large, max-video-preview:-1\" \/>\n<link rel=\"canonical\" href=\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/\" \/>\n<meta property=\"og:locale\" content=\"en_US\" \/>\n<meta property=\"og:type\" content=\"article\" \/>\n<meta property=\"og:title\" content=\"Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1) - Pecihitam.org\" \/>\n<meta property=\"og:description\" content=\"Ulama-ulama fiqh menetapkan syarat sah hukum persusuan antara anak dan ibu yang menyusuinya berdasarkan dalil-dalil yang ada. Dimana jika sah hukum\" \/>\n<meta property=\"og:url\" content=\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/\" \/>\n<meta property=\"og:site_name\" content=\"Pecihitam.org\" \/>\n<meta property=\"article:publisher\" content=\"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/\" \/>\n<meta property=\"article:published_time\" content=\"2019-08-31T11:35:30+00:00\" \/>\n<meta property=\"article:modified_time\" content=\"2019-08-31T11:35:31+00:00\" \/>\n<meta property=\"og:image\" content=\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/08\/ASI-Ibu.jpg\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:width\" content=\"1024\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:height\" content=\"679\" \/>\n\t<meta property=\"og:image:type\" content=\"image\/jpeg\" \/>\n<meta name=\"author\" content=\"Siti Fauziyah\" \/>\n<meta name=\"twitter:card\" content=\"summary_large_image\" \/>\n<meta name=\"twitter:label1\" content=\"Written by\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:data1\" content=\"Siti Fauziyah\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:label2\" content=\"Est. reading time\" \/>\n\t<meta name=\"twitter:data2\" content=\"7 minutes\" \/>\n<script type=\"application\/ld+json\" class=\"yoast-schema-graph\">{\"@context\":\"https:\/\/schema.org\",\"@graph\":[{\"@type\":\"Article\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#article\",\"isPartOf\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/\"},\"author\":{\"name\":\"Siti Fauziyah\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/740a9d93465d825c0f46d4f05a15fcba\"},\"headline\":\"Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1)\",\"datePublished\":\"2019-08-31T11:35:30+00:00\",\"dateModified\":\"2019-08-31T11:35:31+00:00\",\"mainEntityOfPage\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/\"},\"wordCount\":1355,\"commentCount\":0,\"publisher\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#primaryimage\"},\"thumbnailUrl\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/08\/ASI-Ibu.jpg\",\"keywords\":[\"fiqih\",\"hukum islam\",\"hukum persusuan\",\"syarat sah hukum persusuan\"],\"articleSection\":[\"Fiqih\",\"Keluarga - Nikah\",\"Wanita\",\"Waris\"],\"inLanguage\":\"en-US\",\"potentialAction\":[{\"@type\":\"CommentAction\",\"name\":\"Comment\",\"target\":[\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#respond\"]}]},{\"@type\":\"WebPage\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/\",\"name\":\"Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1) - Pecihitam.org\",\"isPartOf\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#website\"},\"primaryImageOfPage\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#primaryimage\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#primaryimage\"},\"thumbnailUrl\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/08\/ASI-Ibu.jpg\",\"datePublished\":\"2019-08-31T11:35:30+00:00\",\"dateModified\":\"2019-08-31T11:35:31+00:00\",\"description\":\"Ulama-ulama fiqh menetapkan syarat sah hukum persusuan antara anak dan ibu yang menyusuinya berdasarkan dalil-dalil yang ada. Dimana jika sah hukum\",\"breadcrumb\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#breadcrumb\"},\"inLanguage\":\"en-US\",\"potentialAction\":[{\"@type\":\"ReadAction\",\"target\":[\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/\"]}]},{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#primaryimage\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/08\/ASI-Ibu.jpg\",\"contentUrl\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/08\/ASI-Ibu.jpg\",\"width\":1024,\"height\":679,\"caption\":\"syaratr sah hukum persusuan\"},{\"@type\":\"BreadcrumbList\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#breadcrumb\",\"itemListElement\":[{\"@type\":\"ListItem\",\"position\":1,\"name\":\"Home\",\"item\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\"},{\"@type\":\"ListItem\",\"position\":2,\"name\":\"Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1)\"}]},{\"@type\":\"WebSite\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#website\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\",\"name\":\"Pecihitam.org\",\"description\":\"Suara Islam Ahlussunnah wal Jamaah\",\"publisher\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\"},\"potentialAction\":[{\"@type\":\"SearchAction\",\"target\":{\"@type\":\"EntryPoint\",\"urlTemplate\":\"https:\/\/pecihitam.org\/?s={search_term_string}\"},\"query-input\":\"required name=search_term_string\"}],\"inLanguage\":\"en-US\"},{\"@type\":\"Organization\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#organization\",\"name\":\"Pecihitam.org\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/\",\"logo\":{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png\",\"contentUrl\":\"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png\",\"width\":2401,\"height\":2401,\"caption\":\"Pecihitam.org\"},\"image\":{\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/\"},\"sameAs\":[\"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/\",\"https:\/\/www.instagram.com\/pecihitam_org\/\",\"https:\/\/id.pinterest.com\/pecihitam_org\/\",\"https:\/\/www.youtube.com\/channel\/UCVZO49u3U4iibd-X7MmqBcQ\"]},{\"@type\":\"Person\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/740a9d93465d825c0f46d4f05a15fcba\",\"name\":\"Siti Fauziyah\",\"image\":{\"@type\":\"ImageObject\",\"inLanguage\":\"en-US\",\"@id\":\"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/image\/\",\"url\":\"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/a41bd68f15249bf20875f060bd8c6bd8?s=96&r=g\",\"contentUrl\":\"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/a41bd68f15249bf20875f060bd8c6bd8?s=96&r=g\",\"caption\":\"Siti Fauziyah\"},\"description\":\"Alumni Pondok Pesantren Daar el-Qolam 2 | Mahasiswi Perbandingan Madzhab dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta | Mahasantri Darus-Sunnah Internasional Institute for Hadis Sciences\",\"url\":\"https:\/\/pecihitam.org\/author\/stfauziyah\/\"}]}<\/script>\n<!-- \/ Yoast SEO plugin. -->","yoast_head_json":{"title":"Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1) - Pecihitam.org","description":"Ulama-ulama fiqh menetapkan syarat sah hukum persusuan antara anak dan ibu yang menyusuinya berdasarkan dalil-dalil yang ada. Dimana jika sah hukum","robots":{"index":"index","follow":"follow","max-snippet":"max-snippet:-1","max-image-preview":"max-image-preview:large","max-video-preview":"max-video-preview:-1"},"canonical":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/","og_locale":"en_US","og_type":"article","og_title":"Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1) - Pecihitam.org","og_description":"Ulama-ulama fiqh menetapkan syarat sah hukum persusuan antara anak dan ibu yang menyusuinya berdasarkan dalil-dalil yang ada. Dimana jika sah hukum","og_url":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/","og_site_name":"Pecihitam.org","article_publisher":"https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/","article_published_time":"2019-08-31T11:35:30+00:00","article_modified_time":"2019-08-31T11:35:31+00:00","og_image":[{"width":1024,"height":679,"url":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/08\/ASI-Ibu.jpg","type":"image\/jpeg"}],"author":"Siti Fauziyah","twitter_card":"summary_large_image","twitter_misc":{"Written by":"Siti Fauziyah","Est. reading time":"7 minutes"},"schema":{"@context":"https:\/\/schema.org","@graph":[{"@type":"Article","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#article","isPartOf":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/"},"author":{"name":"Siti Fauziyah","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/740a9d93465d825c0f46d4f05a15fcba"},"headline":"Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1)","datePublished":"2019-08-31T11:35:30+00:00","dateModified":"2019-08-31T11:35:31+00:00","mainEntityOfPage":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/"},"wordCount":1355,"commentCount":0,"publisher":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization"},"image":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#primaryimage"},"thumbnailUrl":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/08\/ASI-Ibu.jpg","keywords":["fiqih","hukum islam","hukum persusuan","syarat sah hukum persusuan"],"articleSection":["Fiqih","Keluarga - Nikah","Wanita","Waris"],"inLanguage":"en-US","potentialAction":[{"@type":"CommentAction","name":"Comment","target":["https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#respond"]}]},{"@type":"WebPage","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/","url":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/","name":"Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1) - Pecihitam.org","isPartOf":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#website"},"primaryImageOfPage":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#primaryimage"},"image":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#primaryimage"},"thumbnailUrl":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/08\/ASI-Ibu.jpg","datePublished":"2019-08-31T11:35:30+00:00","dateModified":"2019-08-31T11:35:31+00:00","description":"Ulama-ulama fiqh menetapkan syarat sah hukum persusuan antara anak dan ibu yang menyusuinya berdasarkan dalil-dalil yang ada. Dimana jika sah hukum","breadcrumb":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#breadcrumb"},"inLanguage":"en-US","potentialAction":[{"@type":"ReadAction","target":["https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/"]}]},{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#primaryimage","url":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/08\/ASI-Ibu.jpg","contentUrl":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2019\/08\/ASI-Ibu.jpg","width":1024,"height":679,"caption":"syaratr sah hukum persusuan"},{"@type":"BreadcrumbList","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/syarat-sah-hukum-persusuan-menurut-para-fuqoha-bagian-1\/#breadcrumb","itemListElement":[{"@type":"ListItem","position":1,"name":"Home","item":"https:\/\/pecihitam.org\/"},{"@type":"ListItem","position":2,"name":"Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 1)"}]},{"@type":"WebSite","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#website","url":"https:\/\/pecihitam.org\/","name":"Pecihitam.org","description":"Suara Islam Ahlussunnah wal Jamaah","publisher":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization"},"potentialAction":[{"@type":"SearchAction","target":{"@type":"EntryPoint","urlTemplate":"https:\/\/pecihitam.org\/?s={search_term_string}"},"query-input":"required name=search_term_string"}],"inLanguage":"en-US"},{"@type":"Organization","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#organization","name":"Pecihitam.org","url":"https:\/\/pecihitam.org\/","logo":{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/","url":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png","contentUrl":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-content\/uploads\/2020\/07\/Logo-Pecihitam.org_.png","width":2401,"height":2401,"caption":"Pecihitam.org"},"image":{"@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/logo\/image\/"},"sameAs":["https:\/\/www.facebook.com\/newpecihitam\/","https:\/\/www.instagram.com\/pecihitam_org\/","https:\/\/id.pinterest.com\/pecihitam_org\/","https:\/\/www.youtube.com\/channel\/UCVZO49u3U4iibd-X7MmqBcQ"]},{"@type":"Person","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/740a9d93465d825c0f46d4f05a15fcba","name":"Siti Fauziyah","image":{"@type":"ImageObject","inLanguage":"en-US","@id":"https:\/\/pecihitam.org\/#\/schema\/person\/image\/","url":"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/a41bd68f15249bf20875f060bd8c6bd8?s=96&r=g","contentUrl":"https:\/\/secure.gravatar.com\/avatar\/a41bd68f15249bf20875f060bd8c6bd8?s=96&r=g","caption":"Siti Fauziyah"},"description":"Alumni Pondok Pesantren Daar el-Qolam 2 | Mahasiswi Perbandingan Madzhab dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta | Mahasantri Darus-Sunnah Internasional Institute for Hadis Sciences","url":"https:\/\/pecihitam.org\/author\/stfauziyah\/"}]}},"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/6637"}],"collection":[{"href":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/users\/35"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=6637"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/6637\/revisions"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/media\/6856"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=6637"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=6637"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/pecihitam.org\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=6637"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}