Pecihitam.org<\/strong> – Melanjutkan pembahasan mengenai syarat sah hukum persusuan, terdapat 8 syarat sah hukum persusuan yang mana telah dibahas 5 poin sebelumnya<\/a><\/strong>, dan sekarang kita akan melengkapi kajian ini dengan menjelaskan 3 poin sisanya, dimana tidaklah sah hukum persusuan kecuali jika terpenuhi 8 syarat sah tersebut. Tiga syarat lainnya yang akan kita bahas yaitu:<\/p>\n\n\n\n Para\nulama sepakat bahwa jika mengkonsumsi air susu ibu selain dari puting ibunya\nmaka tetap akan berimplikasi pada hukum mahram, namun berbeda dengan pendapat\nimam Ahmad yang mensyaratkan isapan sang bayi harus langsung dari puting sang\nibu yang menyusuinya. Para ulama pun sepakat bahwa suntikan susu tidak dapat\nberimplikasi pada hukum mahram, kecuali pendapat lama dari imam Syafi\u2019I yang\nmenjadi pendapat imam Malik sebagaimana dalam kitab Masail al-Ijma\u2019 wa\nal-Ittifaq.[1]<\/a><\/p>\n\n\n\n Menurut\nImam Ahmad, air susu harus berasal dari hasil hamilnya anak tersebut.[2]<\/a><\/p>\n\n\n\n Para\nulama berbeda pendapat mengenai jumlah susuan yang dapat berimplikasi pada\nhukum mahram, diantaranya:<\/p>\n\n\n\n Imam Abu Hanifah dan imam Malik berpandangan bahwa minimal kadar isapannya adalah satu kali isapan. Imam Abu Hanifah dan imam Malik berdalil dengan hadis yang diriwayatkan oleh Suwaid dan Zuhair <\/p>\n\n\n\n ” \u0644\u0627 \u062a\u062d\u0631\u0645 \u0627\u0644\u0645\u0635\u0629 \u0648\u0627\u0644\u0645\u0635\u062a\u0627\u0646”<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201c Tidak menjadi mahram kalau hanya sekali atau dua kali isapan.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Hadis yang\ndiriwayatkan oleh Ummu Fadl<\/p>\n\n\n\n ” \u0648\u0644\u0627 \u0627\u0644\u0625\u0645\u0644\u0627\u062c\u0629 \u0648\u0627\u0644\u0625\u0645\u0644\u0627\u062c\u062a\u0627\u0646”<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201c Dan tidak menjadi mahram sekali atau dua kali isapan.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Kadar 5 isapan sang bayi dapat diperkirakan\nhitungannya sesuai\ndengan kebiasaan sang bayi. Jika sang bayi berhenti menghisap baik itu untuk\nistirahat sejenak, untuk bernafas, merasa bosan, hendak menengok pada arah lain,\natau karena tertidur, lalu sang bayi kembali menghisap susu, maka isapan\ntersebut dihitung menjadi satu isapan.<\/p>\n\n\n\n Ulama Syafi\u2019iyah dan ulama Hambali berdalil dengan\nhadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra:<\/p>\n\n\n\n \u0639\u0646 \u0639\u0627\u0626\u0634\u0629 \u0631\u0636\u064a \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0639\u0646\u0647\u0627 \u0642\u0627\u0644\u062a:” \u0643\u0627\u0646 \u0641\u064a\u0645\u0627 \u0623\u0646\u0632\u0644 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0642\u0631\u0622\u0646 \u0639\u0634\u0631 \u0631\u0636\u0639\u0627\u062a \u0645\u0639\u0644\u0648\u0645\u0627\u062a \u064a\u062d\u0631\u0651\u0645\u0646\u060c \u0641\u0646\u0633\u062e\u0646 \u0628\u062e\u0645\u0633 \u0645\u0639\u0644\u0648\u0645\u0627\u062a\u060c \u0641\u062a\u0648\u0641\u064a \u0631\u0633\u0648\u0644 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0635\u0644\u0651\u0649 \u0627\u0644\u0644\u0647 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0648\u0633\u0644\u0645 \u0648\u0647\u0646 \u0641\u064a\u0645\u0627 \u064a\u0642\u0631\u0623 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0642\u0631\u0622\u0646.”<\/strong><\/p>\n\n\n\n Aisyah ra berkata: \u201c Saat Allah menurunkan ayat al-qur\u2019an tentang\u00a0 kadar susuan sebanyak sepuluh isapan dapat berimplikasi pada hukum mahram, maka ketetapan itu dihapus menjadi lima isapan, lalu Rasulullah SAW wafat dan ayat-ayat Al-Qur\u2019an masih tetap dibaca seperti itu.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Hadis tersebut\nmenjelaskan bahwa umat muslim belum mengetahui bahwa hukum persusuan dengan\nkadar isapan berjumlah sepuluh isapan telah dihapus dan digantikan dengan hukum\npersusuan dengan kadar lima isapan yang dapat berimplikasi pada hukum mahram. Namun\nada yang menyatakan bahwa hadis di atas adalah mudhtharib atau sisipan\nperkataan periwayat hadis, yaitu syaidah Aisyah ra dan bukanlah dari sabda\nRasulullah SAW, sehingga tidak dapat dijadikan dalil. <\/p>\n\n\n\n Namun sesungguhnya\nalasan dari implikasi hukum mahram dalam persusuan adalah karena susu yang\ndiisap oleh sang bayi dapat membentuk daging dan tulang, maka susu itu tidak\nakan dapat membentuk daging dan tulang kecuali sang bayi mengkonsumsinya dalam\nwaktu satu hari atau dengan kadar lima isapan (minimal).<\/p>\n\n\n\n Lalu jika kadar\nisapan sang bayi kurang dari lima isapan, maka persusuan itu tidak sah,\nsehingga tidak berimplikasi pada hukum mahram, lalu jika ada keraguan pada\njumlah kadar isapan sang bayi, maka tetapkanlah jumlah kadar itu berdasarkan\nkeyakinan, sebagaimana dalam kaidah ushul dinyatakan <\/p>\n\n\n\n \u0627\u0644\u064a\u0642\u064a\u0646 \u0644\u0627\u064a\u0632\u0627\u0644 \u0628\u0627\u0644\u0634\u0643<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201c Keyakinan tidak digugurkan dengan keraguan (yang muncul setelahnya).\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Dan juga dalam kaidah fiqh dinyatakan<\/p>\n\n\n\n \u0627\u0644\u0623\u0635\u0644 \u0641\u064a \u0627\u0644\u0645\u0639\u0627\u0645\u0644\u0627\u062a \u0627\u0644\u062d\u0644 \u0648\u0627\u0644\u0625\u0628\u0627\u062d\u0629<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201c Asal hukum dalam aspek muamalah adalah halal dan boleh.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Dengan begitu,\nmaka asal hukum hubungan antara seorang anak dengan seorang wanita adalah tidak\nada hukum mahram antara keduanya, sehingga jika dalam keadaan ragu atau syak,\n<\/em>maka yang paling utama adalah meninggalkan hukum mahram dalam persusuan\ntersebut, karena itu bagian dari syubhat <\/em>yang harus dihindarkan.<\/p>\n\n\n\n \u0648\u064e\u0623\u064f\u0645\u064e\u0651\u0647\u064e\u0627\u062a\u064f\u0643\u064f\u0645\u064f \u0627\u0644\u0644\u064e\u0651\u0627\u062a\u0650\u064a \u0623\u064e\u0631\u0652\u0636\u064e\u0639\u0652\u0646\u064e\u0643\u064f\u0645\u0652<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201c Ibu-ibumu yang menyusui kamu.\u201d\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0\u00a0 <\/em><\/p>\n\n\n\n Ayat tersebut menetapkan hukum mahram dalam persusuan tanpa\nbatasan kadar susuan, maka hukumnya adalah mutlak (tanpa batas kadar tertentu).\n<\/p>\n\n\n\n Selanjutnya Ulama-ulama\nMalikiyah dan ulama-ulama Hanafiyah berdalil dengan hadis yang diriwayatkan oleh Syu\u2019bah<\/p>\n\n\n\n ” \u064a\u062d\u0631\u0645 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0631\u0636\u0627\u0639 \u0645\u0627 \u064a\u062d\u0631\u0645 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0646\u0633\u0628”<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201c Menjadi mahram (saudara) dari susuan sebagaimana menjadi mahram dari keturunan.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Hadis tersebut dikuatkan dengan riwayat dari sebagian\nsahabat, seperti Ali, ibn Mas\u2019ud, ibn \u2018Abbas, mereka berkata: \u201c Sedikit ataupun\nbanyaknya susuan hukumnya sama.\u201d<\/p>\n\n\n\n Dari pemaparan\ndi atas, maka dapat disimpulkan bahwa sahnya hukum persusuan antara ibu dengan\nsang anak adalah dengan terpenuhinya 8 syarat di atas, dan konsekuensi hukum dari\nhubungan persusuan yang sah adalah sama seperti hukum yang berlaku dalam\nhubungan nasab.<\/p>\n\n\n\n Waallahu\u2019alam bi al-shawab<\/em><\/p>\n\n\n\n [1]<\/a> Abdul Wahan\nAs-Sa\u2019roni, Al-Mizan al-Kubra<\/em><\/p>\n\n\n\n [2]<\/a> Abdul Wahan\nAs-Sa\u2019roni, Al-Mizan al-Kubra<\/em><\/p>\n\n\n\nSang bayi tidak harus menghisap puting ibu<\/strong><\/h4>\n\n\n\n
Air susu berasal dari hasil hamil anak tersebut<\/strong><\/strong><\/h4>\n\n\n\n
Kadar air susu<\/strong><\/h4>\n\n\n\n
Imam Syafi\u2019I berpendapat, kadar minimalnya adalah lima kali isapan<\/strong><\/h5>\n\n\n\n
\n\n\n\n