Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-content/plugins/post-pay-counter/post-pay-counter.php:1) in /srv/users/blogpecihitam/apps/pecihitam/public/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831
{"id":66865,"date":"2023-09-07T22:31:56","date_gmt":"2023-09-07T15:31:56","guid":{"rendered":"https:\/\/pecihitam.org\/?p=66865"},"modified":"2023-09-07T22:31:59","modified_gmt":"2023-09-07T15:31:59","slug":"hukum-azan-dalam-keadaan-hadas","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/pecihitam.org\/hukum-azan-dalam-keadaan-hadas\/","title":{"rendered":"Azan dalam Keadaan Hadas, Bagaimana Hukumnya?"},"content":{"rendered":"\n

Pecihitam.org<\/a> – Secara bahasa, azan berarti pemberitahuan. Sedang secara istilah ulama Fikih, azan berarti ucapan tertentu yang dengannya diketahui waktu salat.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Pansyariatan azan secara dasar bisa dilihat melalui beberapa dalil. Misalnya, surah al-Maidah ayat 57<\/a> dan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Sedang definisi ikamah, secara bahasa sama dengan azan, yakni pemberitahuan. Sedang secara istilah, berarti beberapa lafad tertentu yang diucapkan dalam rangka memperingatkan para jamaah bahwasanya salat hendak dilaksanakan.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Menurut satu keterangan dari Imam Suyuthi<\/a>, salah satu pengarang kitab Tafsir al-Jalalaini<\/em><\/a>, bahwasanya azan dan ikamah termasuk salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh umat Nabi. Dalam arti, sebelum kedatangan Nabi Muhammad, umat-umat sebelumnya belum mengenal praktek azan dan ikamah.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Berbicara mengenai status azan dan ikamah, di dalam kitab Minhaj al-Thalibin<\/a><\/em>, Imam an-Nawawi menuturkan,<\/p>\n\n\n\n

\u0627\u0644\u0623\u064e\u0630\u064e\u0627\u0646\u064f \u0648\u064e\u0627\u0644\u0625\u0650\u0642\u064e\u0627\u0645\u064e\u0629\u064f \u0633\u064f\u0646\u064e\u0651\u0629\u064c \u0648\u064e\u0642\u0650\u064a\u0652\u0644\u064e \u0641\u064e\u0631\u0652\u0636\u064f \u0643\u0650\u0641\u064e\u0627\u064a\u064e\u0629\u064d<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cAzan dan Ikamah itu sunah dikerjakan. Pendapat lain, statusnya wajib kolektif<\/em>.\u201d\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Melalui penuturan tersebut, Imam an-Nawawi hendak menegaskan bahwa status azan dan ikamah itu berbeda. Satu pendapat mengatakan \u201cdianjurkan,\u201d pendapat lain mengatakan, \u201cwajib kolektif.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Untuk pendapat pertama, mempertimbangkan tidak adanya perintah secara tegas dari Nabi mengenai keharusan azan dan ikamah. <\/p>\n\n\n\n

Sedang pendapat kedua, menimbang status keduanya adalah bentuk syiar dari agama Islam yang memang seharusnya diadakan. Sehingga, semisal dalam satu kampung sepakat untuk meniadakan pelaksanaan azan dan ikamah, jelas mereka berdosa.<\/p>\n\n\n\n

Jadi, perbedaan pendapat di atas terjadi sebab sudut pandang berbeda. Hal ini normal, dan memang begitu adanya.<\/p>\n\n\n\n

Selanjutnya, Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa,<\/p>\n\n\n\n

\u0648\u064e\u0625\u0650\u0646\u064e\u0651\u0645\u064e\u0627 \u064a\u064f\u0634\u0652\u0631\u064e\u0639\u064e\u0627\u0646\u0650 \u0644\u0650\u0644\u0652\u0645\u064e\u0643\u0652\u062a\u064f\u0648\u0628\u064e\u0629\u0650\u00a0<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cAzan dan ikamah hanya dilaksanakan setiap kali hendak salat wajib.<\/em>\u201d<\/p>\n\n\n\n

Dari sini, ketika suatu golongan hendak melaksanakan salat sunah berjamaah misalnya, maka bagi mereka tidak dianjurkan untuk azan dan ikamah.<\/p>\n\n\n\n

Tidak lupa, Imam an-Nawawi juga menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan azan dan ikamah. Ada banyak tema-tema dan poin-poin pembahasan yang beliau tawarkan. <\/p>\n\n\n\n

Dalam kesempatan kali ini, kita akan membahas seputar azan dan ikamah dalam keadaan berhadas. Ada beberapa pertanyaan yang mungkin bisa tawarkan. <\/p>\n\n\n\n

Misalnya, apakah status azan dan ikamah batal ketika dilaksanakan dalam keadaan berhadas? Bagaimana sebenarnya hukum yang berlaku?<\/p>\n\n\n\n

Dalam hal ini, Imam an-Nawawi menuturkan,<\/p>\n\n\n\n

\u0648\u064e\u064a\u064f\u0643\u0652\u0631\u064e\u0647\u064f \u0644\u0650\u0644\u0652\u0645\u064f\u062d\u0652\u062f\u0650\u062b\u0650 \u0648\u064e\u0644\u0650\u0644\u0652\u062c\u064f\u0646\u064f\u0628\u0650 \u0623\u064e\u0634\u064e\u062f\u064f\u0651\u00a0<\/strong><\/p>\n\n\n\n

\u201cBagi orang yang berhadas kecil, makruh hukumnya azan. Sedang bagi yang berhadas besar (junub), maka hukum kemakruhannya lebih besar<\/em>.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Jadi, gampangnya, orang yang habis kencing misalnya, lalu azan tanpa berwudu terlebih dahulu, maka makruh baginya untuk azan. Namun, kemakruhan pada kondisi ini hanya \u201cbiasa saja.\u201d Sekedar makruh biasa.<\/p>\n\n\n\n

Berbeda halnya ketika ada orang habis keluar mani misalnya, belum mandi langsung azan, maka makruh juga baginya untuk azan. Dalam hal ini, jelas kemakruhan yang ia dapat lebih besar daripada kondisi hadas kecil. <\/p>\n\n\n\n

Kenapa lebih besar status kemakruhannya?<\/p>\n\n\n\n

Imam Turmusi di dalam kitab al-Manhal al-\u2018Amim<\/em> menerangkan alasan atas pertanyaan di atas. <\/p>\n\n\n\n