Pecihitam.org<\/strong> – Dalam beberapa minggu terakhir, ramai orang memperbincangkan disertasi Abdul Aziz tentang konsep milk al-yamin<\/em> Muhammad Syahrur. Berbagai obrolan seputar karya tulis kontroversial itu mengemuka, mulai dari diskusi di ruang-ruang kuliah sampai obrolan di grup-grup WhatsApp, mulai dari diskusi berdasarkan pertimbangan ilmiah sampai obrolan berisi caci-maki. Stasiun-stasiun televisi juga tak mau ketinggalan memanfaatkan situasi ini.<\/p>\n\n\n\n

Soal isi disertasi tentunya bukan kapasitas saya karena terlebih dahulu saya harus mempelajari hermeneutika al-Qur`an yang menjadi bidang garapan penulis disertasi dan pemikiran Muhammad Syahrur tentang metode penafsiran kitab suci secara umum.<\/p>\n\n\n\n

Namun setelah melihat\nperkembangan yang ada, Abdul Aziz dengan disertasinya itu nampaknya telah\nberhasil hadir di ruang publik dan segera menjadi wacana yang bahkan\nmenyisihkan sosok Syahrur itu sendiri. Oleh karena itu, saya lebih cenderung melihat\nfenomena tersebut sebagai apa yang disebut Foucault sebagai \u201cwacana\u201d (discourse<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Baginya,\nwacana bukanlah sekedar rangkaian kata atau atau proposisi dalam teks, tetapi\nia memproduksi sesuatu yang lain, yakni gagasan, ide, konsep atau efek yang\ndibentuk dalam suatu konteks tertentu (Eriyanto, 2005: 11).<\/p>\n\n\n\n

Pertanyaannya\nadalah \u201cgagasan apa?\u201d, \u201ckonsep apa?\u201d, \u201ckonteks apa?\u201d. Hal ini perlu kajian yang\nlebih mendalam, tapi pada titik ini tidak keliru kiranya untuk mengatakan\nwacana kontroversi disertasi Abdul Aziz hadir karena peran media. Mengapa\nmedia? <\/p>\n\n\n\n

Dua hari\nsetelah Abdul Aziz mempertahankan disertasinya itu di depan dewan penguji,\npihak Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, tempat disertasi\ndipromosikan, menggelar konferensi pers pada hari Jumat 30 Agustus lalu.<\/p>\n\n\n\n

Jumpa pers itu digelar untuk mengklarifikasi beberapa pemberitaan di media daring yang dinilai \u201cagak menyimpang\u201d. Sebagaimana diberitakan Tirto.id (05\/09)<\/a>, <\/em>pemberitaan yang disebut adalah dua judul berita yakni \u201cMahasiswa UIN Sunan Kalijaga: Seks di Luar Nikah Tak Langgar Syariat\u201d dan \u201cDisertasi: Hukum Islam Lindungi Seks di Luar Nikah\u201d <\/p>\n\n\n\n

Dengan\ndemikian, ada peran media untuk menghadirkan disertasi Abdul Aziz ke ruang\npublik, tentunya dengan bingkai (framing<\/em>) tertentu. Dalam hal ini, media\ndapat mendefinisikan nilai atau perilaku yang sesuai dan nilai atau perilaku apa\nyang dianggap tidak sesuai dengan nilai suatu kelompok (Eriyanto, 2002: 115). Bagaimana\njika disertasi itu tidak terpublikasi? <\/p>\n\n\n\n

Wacana\nHermeneutika al-Qur`an sebenarnya bukanlah hal baru. Wacana itu sudah mengemuka\ndalam studi akademik sejak kira-kira lebih dari 15 tahun yang lalu. Ketika itu\nsaya masih kuliah semester ketiga dan saya sudah mengenal hermeneutika sebagai\nmetode penafsiran kitab suci, begitu pula sosok Muhammad Syahrur, meski saya\ntidak menaruh perhatian pada metode tafsir baru itu.<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja\nhermeneutika dan pemikiran Syahrur mengundang kecaman dari berbagai pihak,\nkhususnya yang memegang erat ortodoksi. Meski begitu, hermeneutika dan\nwacana-wacana progresif lainnya, serta pemikiran tokoh-tokoh kontemporer dalam\nstudi Islam sudah menjadi barang yang biasa diutak-atik di dunia akademik dan\ntradisi semacam ini jelaslah bukan konsumsi publik.<\/p>\n\n\n\n

Menurut cerita\nyang beredar di kalangan mahasiswa di Banjarmasin, UIN Sunan Kalijaga\nYogyakarta menjadi pemimpin dalam progresivitas wacana studi Islam. Bahkan,\npada tahun 2003 terbit sebuah buku berjudul \u201cHermeneutika al-Qur`an Madzhab\nYogya\u201d yang ditulis oleh Sahiron Syamsuddin dkk. Pemikiran Muhammad Syahrur\nmenjadi salah satu topik yang diangkat dalam buku tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Judul buku itu\nmenyiratkan hermeneutika al-Qur`an telah menjadi bidang kajian akademik yang\nserius di Yogyakarta. Kita bisa prediksi bahwa sudah banyak kajian tafsir\nal-Qur`an yang berdasar pada hermeneutika, tapi kajian-kajian itu tidak\nterpublikasi kepada khalayak umum. Ketika publik terkejut dengan hadirnya\ndisertasi Abdul Aziz, studi Islam di dunia akademik sudah jauh melangkah.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Abdul\nAziz kebetulan menjadi pihak yang \u201cmalang\u201d. Hasil kajian ilmiahnya terpublikasi\ndalam bingkai \u201cMahasiswa UIN Sunan Kalijaga: Seks di Luar Nikah Tak Langgar\nSyariat\u201d dan \u201cDisertasi: Hukum Islam Lindungi Seks di Luar Nikah\u201d. Sebuah karya\ntulis ilmiah yang seharusnya dibahas dan dikritik secara ilmiah pula di dunia\nakademik, kini dicerca habis-habisan oleh publik yang menilai secara emosional.<\/p>\n\n\n\n

Media dapat disoroti dalam menanggapi kehebohan disertasi Abdul Aziz. Dalam konteks ini, media telah menjadi pengantar dan pembingkai makna dan dengan bingkai itu berhasil membangkitkan amarah publik yang suaranya sedang dikuasai oleh konservativisme. Hingga pada akhirnya, penulis disertasi harus meminta maaf <\/a>kepada umat Islam.<\/p>\n\n\n\n

Disertasi\nAbdul Aziz hendaknya ditempatkan dalam kajian ilmiah. Ia adalah bahan kajian di\nlingkungan kampus atau setidaknya disikapi sebagai \u201cliteratur kelabu\u201d (grey\nliterature<\/em>) yang terbebas dari publikasi dan masih harus menjalani\nserangkaian uji ilmiah sebelum diterapkan ke ranah publik. Tapi sekali lagi,\nmedia telah memainkan perannya.<\/p>\n\n\n\n

Apa yang telah\ndilakukan promotor dan penguji disertasi sudah benar dari sudut pandang\nakademik. Disertasi mendapat nilai \u201cmemuaskan\u201d ditinjau dari metode penelitian\ndan penulisan, serta penampilan saat sidang, meski promotor dan penguji juga\nmengkritik isinya secara ilmiah dan meminta penulisnya merevisi karyanya. Soal\nsetuju dan tidak setuju isinya hendaknya dinilai dan diungkapkan secara ilmiah\npula.<\/p>\n\n\n\n

Di luar dewan penguji, kritik terhadap isi disertasi Abdul Aziz yang terbaik sejauh ini menurut saya adalah tulisan Abdul Mustaqimdi Alif.id<\/a>: , dan yang terbaru dari Arif Maftuhin yang menempatkan disertasi itu sebagai disertasi<\/a>.<\/p>\n\n\n\n

Li kulli maqamin maqalun, wa li kulli maqalin maqamun.<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Dalam beberapa minggu terakhir, ramai orang memperbincangkan disertasi Abdul Aziz tentang konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur. Berbagai obrolan seputar karya tulis kontroversial itu mengemuka, mulai dari diskusi di ruang-ruang kuliah sampai obrolan di grup-grup WhatsApp, mulai dari diskusi berdasarkan pertimbangan ilmiah sampai obrolan berisi caci-maki. Stasiun-stasiun televisi juga tak mau ketinggalan memanfaatkan situasi […]<\/p>\n","protected":false},"author":37,"featured_media":7695,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[8],"tags":[3797,3796],"yoast_head":"\n