Pecihitam.org<\/strong> – Islam secara khusus mengakui adanya pluralitas dan kemajemukan, baik dalam bidang agama, ras, dan kultur sebagai kehendak Allah. Islam hanya tidak mengakui paham pluralisme yang memandang semua agama sama. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pandangan Islam, yang membedakan seseorang muslim dan\nnon-muslim adalah akidahnya yang termanifestasikan dengan memeluk agama Islam.\nPerbedaan akidah merupakan perbedaan yang fundamental, sehingga menjadikan\nIslam tidak mentolerir secara teologis bahwa agama-agama lain sama dengan\nIslam.<\/p>\n\n\n\n

Dalam konteks al-Qur\u2019an, istilah non-muslim<\/a><\/strong> mengacu kepada apa yang disebut dengan kafir, hal ini dikarenakan mereka tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kata kafir sendiri secara etimologis memiliki arti menutup diri, melepas diri, menghapus atau menyembunyikan kebaikan yang telah diterimanya, dan dari segi akidah, kafir berarti orang-orang yang kehilangan imannya. Sementara secara terminologis, pengertian kafir adalah orang yang ingkar terhadap kebenaran Islam.<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan istilah kafir dalam al-Qur\u2019an merujuk pada suatu\nperbuatan yang berhubungan secara langsung dengan Allah, namun semua hubungan\ntersebut bersifat negatif, seperti pengingkari nikmatnya, lari dari tanggung\njawab penolakan atau pembangkangan terhadap hukum Allah, dan menginggalkan amal\nsaleh yang diperintahkan oleh Allah. <\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, dari total 525 kali kata kafir yang tertuang\ndalam Al-Qur\u2019an dengan berbagai derivasinya, arti yang paling dominan adalah\npendustaan atau pengingkaran terhadap Allah dan rasul-rasul-Nya, khususnya\nkepada Nabi Muhammad beserta ajaran yang dibawanya.<\/p>\n\n\n\n

Istilah kafir dengan non-muslim dalam arti yang luas adalah sama,\nyakni orang yang tidak menganut agama Islam. Tentu saja maksudnya tidak hanya\nmengarah pada satu agama saja, tetapi akan mencakup sejumlah agama dengan\nsegala bentuk kepercayaan dan variasi ritualnya. <\/p>\n\n\n\n

Sebagaimana firman-Nya, al-Qur\u2019an menyebut kelompok non-muslim ini\nsecara umum sebagai berikut: \u201cSesungguhnya\norang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-in,\norang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang Musyrik, Allah akan\nmember keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah\nmenyaksikan segala sesuatu<\/em>\u201d (QS. Al-Hajj 17).  <\/p>\n\n\n\n

Para ulama mengklasifikasikan non-muslim menjadi dua kelompok, ahl al-harb<\/em> dan ahl al-\u2018ahd.<\/em> Pembagian ini secara khusus mengacu pada firman Allah\ndalam surat al-Mumtanahan ayat 8-9. Ahl\nal-harb<\/em> adalah golongan orang-orang kafir atau non-muslim yang memerangi\natau terlibat peperangan dengan kaum muslim. Sikap kaum muslim terhadap mereka\nadalah keras disebabkan sikap mereka yang memusuhi dan memerangi Islam.<\/p>\n\n\n\n

Sementara itu, ahl al-\u2018ahd<\/em>\nterbagi lagi menjadi tiga kelompok, yakni ahl al-dzimmah, ahl al-hudnan, ahl\nal-aman. Ahl al-dzammah<\/em> adalah non-mulsim yang menjadi tanggung jawab kaum\nmuslim karena telah mengadakan perjanjian berupa tunduk dan patuh terhadap\nketentuan beserta hukum Allah dan Rasul-Nya seraya menunaikan jizyah dan mereka\nberdiam di wilayah Islam. Mereka dijamin hidup dengan aman, damai, dan\nmendapatkan hak dan kewajiban yang secara umum sama dengan penduduk muslim\nlainnya, terutama di bidang sosial.<\/p>\n\n\n\n

Golongan yang kedua adalah ahl\nal-hudnan<\/em>, yaitu non-muslim yang mengadakan perjanjian damai dengan Negara\nIslam. Kelompok ini tidaklah menetap di lingkungan Islam, hanya mengadakan\nperjanjian perdamaian. Oleh sebab itu, golongan ini tidak menjadi tanggung\njawab kaum muslim, hanya saja kaum muslim memiliki ikatan baik dalam\nberhubungan dengan mereka. <\/p>\n\n\n\n

Terhadap kelompok ini umat Islam diwajibkan untuk menjaga\nperjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, sebagaimana firman\nAllah: \u201cKecuali orang-orang musyrikin\nyang kamu Telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak\nmengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu\nseseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya\nsampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa<\/em>\u201d\n(QS. Al-Taubat 4).<\/p>\n\n\n\n

Dan firman Allah: \u201cBagaimana\nbisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan RasulNya dengan orang-orang\nmusyrikin, kecuali orang-orang yang kamu Telah mengadakan perjanjian (dengan\nmereka) di dekat Masjidilharaam[632]? Maka selama mereka berlaku lurus\nterhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya\nAllah menyukai orang-orang yang bertakwa<\/em>\u201d (QS. Al-Taubat 7).<\/p>\n\n\n\n

Golongan terakhir adalah ahl\nal-aman<\/em>, yaitu non-muslim yang tinggal di luar wilayah Islam namun memiliki\nkesepakatan dan perjanjian untuk mendapatkan jaminan keamanan ketika berdiam ke\ndalam wilayah Islam dalam jangka waktu tertentu. Perbedaan golongan ini dengan\ngolongan lainnya adalah bahwa keberadaan mereka di wilayah Islam bukan\nbermaksud untuk tinggal selamanya, namun dalam jangka waktu tertentu yang\nterbatas dan sementara.<\/p>\n\n\n\n

Meski al-Qur\u2019an telah memberikan posisi dan batasan yang jelas\nterkait dengan masalah hubungan antara muslim dan non-muslim dalam memberikan\ndan bersikap secara adil, agaknya akan menjadi berbeda jika dilihat dalam\nkonteks keindonesiaan. <\/p>\n\n\n\n

Indonesia adalah Negara majemuk yang di dalamnya terdapat keragaman\ndalam hal agama dan suku, seluruh perbedaan tersebut disatukan oleh asas\npancasila sebagai ideologi pemersatu. Meski kenyataannya Islam menjadi agama\nmayotitas, namun sistem aturan dan landasan hidup di Indonesia bukanlah Islam,\nmelainkan pancasila yang berbasis pada sistem demokrasi dan hukum.<\/p>\n\n\n\n

Sementara itu, dari seluruh rincian dan konsep-konsep yang\nal-Qur\u2019an berikan tentang masalah hubungan antara muslim dan non-muslim, tampaknya\nistilah yang agak cocok di Indonesia adalah ahl al-dzimmah<\/em>, karena ia\nmengacu kepada adanya mayoritas penganut agama di Indonesia adalah Islam, dan\nsuara-suara keadilan yang muncul dalam pergolakan sosial dan intelektual,\nbanyak dilakukan oleh orang-orang Islam.<\/p>\n\n\n\n

Meski kenyataannya Indonesia bukan Negara Islam, tetapi tidak bisa\ndipungkiri bahwa Indonesia adalah negara yang seluruh aturan dan sistem\nkenegaraannya tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang\ntertuang dalam al-Qur\u2019an, hal ini berbeda dengan apa yang berlaku bagi penganut\nagama minoritas di mana mereka harus lebih banyak menyesuaikan, meski secara\ndoktrin kadang-kadang ajaran mereka tidak sama secara jelas dengan agama\nmayoritas.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Islam secara khusus mengakui adanya pluralitas dan kemajemukan, baik dalam bidang agama, ras, dan kultur sebagai kehendak Allah. Islam hanya tidak mengakui paham pluralisme yang memandang semua agama sama. Dalam pandangan Islam, yang membedakan seseorang muslim dan non-muslim adalah akidahnya yang termanifestasikan dengan memeluk agama Islam. Perbedaan akidah merupakan perbedaan yang fundamental, sehingga […]<\/p>\n","protected":false},"author":13,"featured_media":8409,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[8],"tags":[2078,1535],"yoast_head":"\n