Pecihitam.org <\/strong>– Siapa yang tidak kenal dengan Syekh Abdul Qadir Jailani, seorang ulama dan penghulu para wali diseluruh dunia. Dalam perjalanannya mendapatkan gelar sulthanul auliya (rajanya para wali) ternyata tidaklah sembarangan. Terdapat kisah menarik dan pernuh hikmah di baliknya. Seperti apa kisahnya? Simak selengkapnya.<\/p>\n\n\n\n

Di waktu menimba ilmu, Syekh Abdul Qadir Jailani berteman dengan dua orang yang bisa dibilang cukup cerdas dan pandai yaitu Ibnu Saqa dan Ibnu Abi `Asrun. Pertemanan itu berlanjut hingga mereka bertiga ingin mengunjungi seorang wali berpangkat wali al-ghouts. Rumah wali tersebut cukup jauh dari hiruk pikuk keramaian kota. Mungkin lebih tepatnya bisa dikatakan sangat terpelosok. Tapi, keinginan mereka untuk bertemu sang wali tidak terhalang jarak dan waktu yang demikian jauh dan sudah barang tentu kunjungan mereka tak lepas dari maksud dan tujuan.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjalanan, mereka saling bertanya satu sama lain terkait tujuan dan niat masing-masing. Dengan polosnya Ibnu Abi `Usrun memulai pertanyaan kepada Ibnu Saqa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cHei Saqa, kamu mau ngapain bertemu wali itu?\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cAku akan mengajukan sebuah pertanyaan yang begitu sulit, hingga ia bingung dan tidak mampu untuk menjawabnya, ha.. ha.. Aku ini kan orang cerdas, jadi, sudah sepatutnya menguji kedalaman ilmu seorang wali,\u201d jawabnya. <\/p>\n\n\n\n

Tak menunggu lama Ibnu Abi `Asrun pun mengatakan maksudnya. <\/p>\n\n\n\n

\u201cKalau aku ingin bertanya tentang sesuatu yang aku yakin dia tidak mampu untuk menjawabnya,\u201d tuturnya.<\/p>\n\n\n\n

Pada hakikatnya tujuan dari keduanya sama yakni ingin menguji ketinggian ilmu dari seorang wali. Mungkin karena Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tidak segera mengutarakan niatnya, akhirnya mereka berdua bertanya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cHey Qadir, kamu mau mengajukan pertanyaan seperti kami atau ada hal lain?\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak mau bertanya apa-apa?\u201d jawabnya. <\/p>\n\n\n\n

Lalu mereka pun bertanya lagi. <\/p>\n\n\n\n

\u201cLho, terus kamu ini mau apa? Hanya mau mengikuti kami?\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya itu tak punya pertanyaan yang mau diajukan. Saya hanya ingin sowan saja dan mengharap berkah darinya. Itu saja cukup kok, karena orang seperti ini biasanya hanya disibukkan dengan kekasihnya yaitu Allah SWT,\u201d jelas Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.<\/p>\n\n\n\n

Dari dialog mereka, kita sudah bisa melihat sifat dan sikap mereka terhadap kekasih Allah SWT. Kesombongan dan rendah diri manusia, juga bisa diukur dengan sebuah perkataan. Kesombongan terhadap orang lain terjadi ketika kita memposisikan diri kita lebih tinggi atau lebih hebat daripada orang lain. Sementara, orang yang rendah hati tetap memposisikan dirinya sebagai penerima anugrah ilahi yang tidak sempurna dan lemah. Dia merasa memperoleh segala sesuatunya karena karunia Allah bukan karena kegagahan dan kehebatannya.<\/p>\n\n\n\n

Setelah sampai di rumah wali al-ghouts, mereka mengetuk pintu rumahnya. Tapi, sang wali tak kunjung membuka pintu, malahan ia memperlambat jalannya. Kemudian, wali tersebut keluar dalam keadaan marah seraya bertanya. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSiapa di antara kalian yang bernama Ibnu Saqa?\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya, wahai Syekh,\u201d jawab Ibnu Saqa. <\/p>\n\n\n\n

Tak banyak bicara, wali itu pun langsung menebak pertanyaan Ibnu Saqa dan langsung memberikan jawabannya secara detail, begitu pula dengan pertanyaan dan jawaban Ibnu Abi `Asrun dan langsung mengusir mereka berdua dari hadapannya. Sebelum mereka berdua beranjak dari kediamannya, wali itu meng-kasyaf (membaca lewat batin) mereka berdua dengan karamahnya. <\/p>\n\n\n\n

\u201cHai Ibnu Saqa, dalam pandangan batinku, aku melihat ada api kekufuran yang menyala dalam tulang rusukmu. Dan kamu Ibnu `Asrun, sesungguhnya aku melihat dunia berjatuhan menimpa tubuhmu.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Pada giliran Syekh Abdul Qadir Jailani, wali al-ghouts tadi hanya memandangi sekujur tubuhnya, dan tak lama kemudian, wali tadi berkata.<\/p>\n\n\n\n

\u201cWahai anakku, Abdul Qadir, aku tahu tujuan kamu ke sini hanya ingin berkah dariku, dan insyaallah tujuan baikmu akan tercapai.\u201d <\/p>\n\n\n\n

Sebelum menyuruh pergi Abdul Qadir, ia berkata, \u201cAku melihat kamu berkata padaku, \u2018kakiku ini berada di leher seluruh para wali di dunia ini\u2019, sekarang pergilah anakku!\u201d<\/p>\n\n\n\n

Selang beberapa hari dari kejadian aneh itu, Ibnu Saqa dipanggil oleh raja di negerinya dan diperintahkan untuk pergi menemui ulama Nasrani agar ia berdebat dengan para ulama pentolan-pentolan Nasrani. Dalam perjalanan menuju ulama Nasrani, ia bertemu dengan seorang gadis cantik keturunan Nasrani dan jatuh cinta kepadanya. Namun, hubungan cinta mereka berdua tidak direstui. Tanpa pikir panjang akhirnya dia menemui ayahnya dan menyampakan bahwa dia sungguh mencintainya dan siap berkorban apa pun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya terbukti perkataan wali al-ghouts bahwa ada api yang menyala dalam tulang rusuknya dan benar, ia telah menggadaikan agamanya dengan agama Nasrani. <\/p>\n\n\n\n

Sedangkan Ibnu Abi `Asrun, diberi jabatan oleh raja di negerinya untuk mengurusi harta wakaf dan sedekah<\/a><\/strong> dan jabatan itu datang terus menerus dari seluruh penjuru kota tersebut. Setelah itu ia sadar bahwa ini merupakan doa dari wali al-ghouts. <\/p>\n\n\n\n

Sementara Syekh Abdul Qadir Jailani mendapatkan maqam tertinggi dari Allah SWT berkat sikap rendah dirinya kepada seorang wali dan beliau diangkat menjadi raja dari para wali di muka bumi. <\/p>\n\n\n\n

Pada saat mengajar para santrinya, beliau pun berkata seperti apa yang dikatakan wali al-ghouts, \u201ckakiku ini berada di atas lehernya seluruh para wali,\u201d<\/strong><\/em> dan perkataannya didengar oleh seluruh wali di penjuru dunia, lalu mereka berikrar \u201csamina wa atha’na.\u201d<\/p>\n\n\n\n

Ada sedikit hikmah yang bisa kita ambil pelajaran dari kejadian ini, bahwa siapa pun kita tidaklah pantas mengedepankan kelebihan karena di atas langit masih ada langit. Sikap rendah diri haruslah menjadi prioritas utama setiap manusia, mengingat adab lebih utama dari pada ilmu. Sebagaimana perkataan Sayyid Muhammad Alwi Al- Maliki, \u201cAl-Adab qabla al-`Ilmi\u201d (adab lebih didahulukan dari pada ilmu). Wallahu a\u2019lam Bisshawab.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Siapa yang tidak kenal dengan Syekh Abdul Qadir Jailani, seorang ulama dan penghulu para wali diseluruh dunia. Dalam perjalanannya mendapatkan gelar sulthanul auliya (rajanya para wali) ternyata tidaklah sembarangan. Terdapat kisah menarik dan pernuh hikmah di baliknya. Seperti apa kisahnya? Simak selengkapnya. Di waktu menimba ilmu, Syekh Abdul Qadir Jailani berteman dengan dua […]<\/p>\n","protected":false},"author":14,"featured_media":8606,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[10,16],"tags":[3972,3971,3970],"yoast_head":"\n