Pecihitam.org<\/strong> – Orang yang membaca sejarah akan mengetahui bahwa ternyata para ulama salaf dan khalaf melakukan amalan istighotsah<\/a><\/strong> kepada selain Allah, yakni meminta pertolongan kepada seorang nabi atau wali atau mendatangi makam mereka dengan keyakinan bahwa nabi dan wali hanya sebab, sedangkan pemberi pertolongan sesungguhnya adalah Allah. Ini sangat berbeda dengan yang dikesankan oleh sebagian orang bahwa para ulama salaf menganggap istighotsah, tawassul,<\/a> tabarruk <\/a><\/strong>sebagai syirik dan kufur. <\/p>\n\n\n\n Berikut ini sebagian fakta sejarah bahwa para ulama salaf dan khalaf melakukan istighotsah dengan selain Allah, tetapi tetap dengan keyakinan bahwa nabi dan wali hanya sebab, sedangkan pemberi pertolongan sesungguhnya adalah Allah.<\/p>\n\n\n\n Ibnu Katsir meriwayatkan dalam kitab al-Bidayah wa an-Nihayah (7\/90) bahwa: “Di suatu malam di musim paceklik Umar melakukan pengecekan terhadap kondisi rakyat Madinah. Ketika itu beliau tidak menemukan seorang pun tertawa, dan orang-orang tidak ada yang berbincang-bincang di rumah mereka seperti biasa. Beliau tidak melihat pengemis yang meminta, kemudian beliau bertanya tentang sebabnya, dan dikatakan kepadanya: Wahai Amirul Mukminin, para pengemis meminta tetapi mereka tidak diberi sehingga mereka berhenti meminta-minta, orang-orang juga dalam keadaan sedih dan kekurangan sehingga mereka tidak berbincang-bincang seperti biasanya, mereka juga tidak tertawa. Lalu umar mengirimkan surat kepada Abu Musa di Bashrah: \u201cTolonglah Ummat Muhammad,\u201d beliau juga menulis kepada \u2018Amr bin al \u2018Ash di Mesir: \u201cTolonglah Ummat Muhammad.\u201d Maka masing-masing mengirim rombongan utusan yang membawa gandum dan makanan-makanan. Atsar ini seperti dikatakan oleh Ibnu Katsir sanadnya jayyid (kuat).” <\/em><\/p>\n\n\n\n Faedah Atsar: Dalam atsar ini, Umar bin al Khaththab beristighotsah dengan Abu Musa dan \u2018Amr ibn al \u2018Ash padahal keduanya tidak berada di hadapan Umar (Gha-ib). ini adalah bukti bahwa Umar meyakini beristighotsah dengan seorang yang tidak di hadapan orang yang beristighotsah hukumnya boleh, bukan kufur dan bukan syirik, bahkan tidak haram sama sekali.<\/p>\n\n\n\n Ibnu Katsir juga menyebutkan riwayat Sayf dari Mubasysyir ibn al Fudlayl dari Jubayr bin Shakhr dan \u2018Ashim bin Umar bin Khattab bahwa: “Salah seorang dari kabilah Muzaynah di tahun paceklik di masa Umar diminta oleh keluarganya agar menyembelih seekor kambing untuk mereka, lalu ia menjawab: Kambing-kambing itu tidak ada dagingnya. Namun keluarganya tetap mendesaknya, akhirnya ia-pun menyembelih seekor kambing, dan ternyata tulang-tulangnya berwarna merah, lalu dia mengatakan: \u201cYaa Muhammadaah (tolonglah kami Wahai Muhammad).\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Faedah Atsar: Dalam atsar ini, orang tersebut beristighotsah dengan Nabi padahal beliau telah meninggal. Ini berarti istighotsah dengan seorang Nabi atau wali yang sudah meninggal hukumnya boleh, karena tidak ada seorang pun yang mengingkari hal itu.<\/p>\n\n\n\n Ad-Darimi meriwayatkan dalam Sunan-nya dengan sanad yang Laa Ba’sa bihi dari Abu al Jawza\u2019 ia mengatakan: \u201cSuatu ketika penduduk Madinah terkena paceklik yang parah, hingga mereka mengadu kepada \u2018Aisyah, maka \u2018Aisyah mengatakan: Lihatlah dan datangi kuburan Nabi, lalu buatlah di atasnya celah atau lubang ke arah langit sehingga tidak ada bagian dari atap yang menghalangi antara kuburan dengan langit. Maka mereka melaksanakan petunjuk Ummul Mukminin Aisyah tersebut dan akhirnya turun hujan deras hingga rerumputan tumbuh dan unta-unta kegemukan, hingga tahun tersebut dinamakan \u201cAam al Fatq\u201d, yakni tahun pada saat binatang-binatang ternak waktu itu gemuk-gemuk dan melimpah gajih dan dagingnya.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Faedah Atsar: Dalam hadits ini, Ummul Mukminin Aisyah memerintahkan penduduk Madinah agar mendatangi kuburan Nabi dan membuka atapnya sebagai bentuk Mubalaghah dalam beristisyfa\u2019 dan beristighotsah dengan beliau sebagaimana dikatakan oleh Syekh Ali al Qari dalam Syarh Misykaat al-Mashaabiih. Kisah ini terjadi setelah kisah Umar dan sahabat Bilal bin al-Harits al-Muzani di atas.<\/p>\n\n\n\n Yel-yel umat Islam ketika perang Yamamah pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakr ash-Shiddiq adalah: \u201cWaa Muhammadaah.\u201d (Diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam Tarikh-nya dan Ibnu Katsir dalam Tarikh-nya).<\/p>\n\n\n\n Faedah Atsar: Dalam atsar ini bahwa para sahabat beristighotsah dengan Nabi padahal Nabi telah meninggal. Ini berarti bahwa mereka meyakini bahwa beristighotsah dengan seorang Nabi atau wali yang mayyit (sudah meninggal) hukumnya boleh, bukan kufur, bukan syirik bahkan bukan perkara haram.<\/p>\n\n\n\n Imam asy-Syafi’i <\/a><\/strong>(w. 204 H) berkata:<\/p>\n\n\n\n \u0625\u0650\u0646\u0651\u0650\u064a\u0652 \u0644\u0623\u064e\u062a\u064e\u0628\u064e\u0631\u0651\u064e\u0643\u064f \u0628\u0650\u0623\u064e\u0628\u0650\u064a\u0652 \u062d\u064e\u0646\u0650\u064a\u0652\u0641\u064e\u0629\u064e \u0648\u064e\u0623\u064e\u062c\u0650\u064a\u0652\u0621\u064f \u0625\u0650\u0644\u064e\u0649 \u0642\u064e\u0628\u0652\u0631\u0650\u0647\u0650 \u0641\u0650\u064a\u0652 \u0643\u064f\u0644\u0651\u0650 \u064a\u064e\u0648\u0652\u0645\u064d \u2013\u064a\u064e\u0639\u0652\u0646\u0650\u064a\u0652 \u0632\u064e\u0627\u0626\u0650\u0631\u064b\u0627\u060c \u0641\u064e\u0625\u0650\u0630\u064e\u0627 \u0639\u064e\u0631\u064e\u0636\u064e\u062a\u0652 \u0644\u0650\u064a\u0652 \u062d\u064e\u0627\u062c\u064e\u0629\u064c \u0635\u064e\u0644\u0651\u064e\u064a\u0652\u062a\u064f \u0631\u064e\u0643\u0652\u0639\u064e\u062a\u064e\u064a\u0652\u0646\u0650 \u0648\u064e\u062c\u0650\u0626\u0652\u062a\u064f \u0625\u0650\u0644\u064e\u0649 \u0642\u064e\u0628\u0652\u0631\u0650\u0647\u0650 \u0648\u064e\u0633\u064e\u0623\u064e\u0644\u0652\u062a\u064f \u0627\u0644\u0644\u0647\u064e \u062a\u064e\u0639\u064e\u0627\u0644\u064e\u0649 \u0627\u0644\u0652\u062d\u064e\u0627\u062c\u064e\u0629\u064e \u0639\u0650\u0646\u0652\u062f\u064e\u0647\u064f \u060c \u0641\u064e\u0645\u064e\u0627 \u062a\u064e\u0628\u0652\u0639\u064f\u062f\u064f \u0639\u064e\u0646\u0651\u0650\u064a\u0652 \u062d\u064e\u062a\u0651\u064e\u0649 \u062a\u064f\u0642\u0652\u0636\u064e\u0649<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201cSungguh aku bertabarruk (mengambil berkah) Abu Hanifah, aku mendatangi kuburannya tiap hari \u2013dalam rangka berziarah-, dan jika muncul keperluan aku shalat dua raka’at lalu aku datang ke kuburannya dan aku memohon kepada Allah keperluan tersebut di makam Abu Hanifah, dan belum jauh aku meninggalkan kuburan kecuali hajat-ku tersebut telah dikabulkan oleh Allah.\u201d (Diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, 1\/122-125).<\/em><\/p>\n\n\n\n Faedah Atsar: Siapa yang berani mengatakan bahwa Imam Syafi\u2019i adalah ahli bid’ah atau termasuk para penyembah kuburan (\u2018Abadah al Qubur)? Adakah orang yang berakal berani mengatakan asy-Syafi’i meyakini bahwa meminta ke kuburan lebih menjadikan doa terkabul dari pada berdoa langsung kepada Allah tanpa ke kuburan? <\/p>\n\n\n\nUmar Bin Khattab<\/strong><\/h4>\n\n\n\n
Ummul Mukminin Aisyah<\/strong><\/h4>\n\n\n\n
Perang Yamamalah Masa Abu Bakar<\/strong><\/h4>\n\n\n\n
Imam Syafii<\/strong><\/h4>\n\n\n\n
Imam Ahmad Bin Hanbal<\/strong><\/h4>\n\n\n\n