Pecihitam.org<\/strong> – Kami cukup panik. Dua mahasiswi peserta Pelatihan Kepemimpinan Mahir Dasar (PKMD) mendadak tak sadarkan diri lalu marah-marah dan mengamuk, kesurupan. Saat itu adalah kali pertama kami mengadakan PKMD untuk mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ushuluddin IAIN Antasari Banjarmasin di luar ruangan, di alam terbuka. Sebagai panitia kami berusaha untuk tetap tenang meski sebenarnya dalam hati saya gelisah luar biasa.<\/p>\n\n\n\n Lalu teman-teman menghubungi orang yang tahu soal kegaiban karena ilmu pengetahuan sampai saat ini belum bisa menjelaskan fenomena kesurupan ini, apalagi mengobatinya. <\/p>\n\n\n\n Sambil menunggu pertolongan, saya menelepon ayah saya, memohon nasihat mungkin beliau tahu bagaimana mengobati kesurupan. Bapak saya mengaku juga tidak tahu, tapi beliau menganjurkan saya untuk membaca shalawat dengan cara-cara tertentu lalu ditiupkan ke kepala orang yang kesurupan. Tanpa bertanya kenapa dan apa gunanya saya langsung mengerjakannya.<\/p>\n\n\n\n Mahasiswi-mahasiswi kesurupan itu\ntak jua sembuh sampai orang ahli kesurupan yang diminta bantuan itu mengobati\nmereka dari jarak jauh! Mereka pun akhirnya sadarkan diri dan pulih seperti\nsedia kala.<\/p>\n\n\n\n Keesokan harinya di kampus saya bertemu mahasiswi yang kemarin hari dirasuki roh gaib itu. Saya benar-benar terkejut saat ia mengatakan: \u201cTerima kasih ya bang, sudah membacakan shalawat buat saya. Rasanya sejuk sekali seperti ada AC.\u201d <\/p>\n\n\n\n Darimana dia tahu kalau saya bacakan shalawat saat dia kesurupan waktu itu?<\/p>\n\n\n\n Dalam pemahaman kita orang yang kesurupan adalah orang yang kehilangan kesadaran diri tapi anehnya mahasiswi itu tahu saya sempat bacakan shalawat dan meniupkannya ke kepalanya. <\/p>\n\n\n\n Dia mengaku saat kesurupan sebenarnya dalam keadaan sadar tapi tubuhnya dikuasai \u201corang lain\u201d, namun dia tahu bahwa saya meniupkan shalawat dan saya cukup yakin membacanya dengan berbisik tanpa diketahui siapapun yang ada di sana waktu itu.<\/p>\n\n\n\n Itulah pengalaman yang saya alami saat kuliah dulu dan saya yakin bahwa ketika itu saya benar-benar dalam keadaan waras. Mungkin ada detil-detil yang terlewat saat mengingat kembali kejadian itu, sehingga terbangun narasi berlebihan yang mengubah fakta menjadi fiktif. <\/p>\n\n\n\n Meski begitu, rasanya cukup bagi saya untuk merasakan suatu pengalaman ketakjuban terhadap shalawat. Sejak saat itu saya percaya kedahsyatannya yang kemudian saya baca setiap kali saya menghadapi masalah atau sekedar mengisi waktu luang.<\/p>\n\n\n\n Saya dan sebagian besar muslim\npercaya bahwa shalawat, doa buat Nabi Muhammad, memiliki keajaiban. Setidaknya,\npercaya bahwa membaca shalawat akan membuat hati tenang. Tuan-tuan guru tempat\nsaya meminta nasihat juga pernah mengatakan shalawat mengandung unsur penyejuk,\njadi bacalah shalawat jika hati sedang kalut.<\/p>\n\n\n\n Kaum muslimin tradisional juga\npercaya bahwa dengan membaca shalawat peluang Rasulullah memberi syafa\u2019at<\/em> (pembersihan diri dari\ndosa-dosa) di hari kiamat kelak, dengan izin Allah tentunya, akan semakin terbuka\nlebar. Lebih-lebih Sang Rasul juga pernah mengatakan bahwa siapa yang\nmendoakannya satu kali akan dibalas beliau dengan doa untuknya berpuluh-puluh\nkali lipat. Siapa yang tak ingin didoakan oleh seorang yang suci?!<\/p>\n\n\n\n Dengan membaca shalawat, kaum\nmuslimin percaya bahwa, meski Baginda Rasulullah telah lama wafat dan pernah\nhidup di negeri yang jauh di sana, beliau masih berkontak mesra dengan umatnya\nsampai saat ini dan selamanya.<\/p>\n\n\n\n Karena itulah kaum muslimin\nramai-ramai membaca dan mengagungkan shalawat dan pengagungan itu diekspresikan\ndalam bentuk pembacaan maulid Nabi Muhammad Saw. Maulid dapat difahami sebagai\nkumpulan kisah hidup Rasulullah Saw yang dibaca dan diperdengarkan kepada\nsekumpulan jama\u2019ah. Pembacaan kisah hidup itu diseling-selingi dengan pembacaan\nsya\u2019ir-sya\u2019ir berisi shalawat, doa-doa dan puji-pujian bagi Sang Kekasih Allah.\nDi tengah-tengah maulid jama\u2019ah berdiri menyambut \u201ckedatangan\u201d Rasulullah Saw yang\nmemuaskan kerinduan umat yang beliau sayangi.<\/p>\n\n\n\n Konon, menurut Ibn Katsir dalam\nkitab Tarikh<\/em>-nya, pembacaan maulid\ndilakukan pertama kali oleh raja Irbil (wilayah Irak sekarang), Muzhaffaruddin\nal-Kaukabri, pada abad ke-7 Hijriyah. Sultan al-Muzhaffar saat itu mengundang\nseluruh ulama dan para pembesar untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad\nSaw secara besar-besaran dan didalamnya dibacakan maulid Nabi.<\/p>\n\n\n\n Namun para ulama lain, seperti Ahmad ibn \u2018Abd al-Halim al-Harani dan di Indonesia Nurcholish Madjid, mengatakan bahwa tradisi pembacaan maulid Nabi diwariskan oleh Shalah al-Din al-Ayyubi, pemimpin pasukan tentara muslim dalam perang salib. <\/p>\n\n\n\n Ketika Sang Singa Padang Pasir melihat berkurangnya semangat berperang pasukannya, ia membuat semacam \u201ceksperimen\u201d untuk mengembalikan semangat juang mereka, yakni membacakan kitab al-Maghaziy <\/em>berisi kisah-kisah perjuangan dan perilaku Rasulullah Saw dalam perang. Eksperimen tersebut ternyata bermanfaat dan pasukan muslimin pun kembali mendapat gairah menuntaskan tugas mereka.<\/p>\n\n\n\n