Ya Muqollibal Qulub: Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikan Hati

Ya muqollibal qulub

Pecihitam.org – Sejatinya hati manusia sangatlah rapuh sehingga mudah sekali berubah. Rasulullah pun pernah mengatakan bahwa sesungguhnya hati manusia berada di antara dua genggaman tangan Allah yang Dia bolak-balikkan menurut yang dikehendaki-Nya. Itulah mengapa Rasululllah Saw mengajarkan pada umatnya untuk selalu berdoa “ya muqollibal qulub” berikut doa lengkapnya:

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik

Artinya: “Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

Dari sini kita tahu bahwa sesungguhnya Allah sangat Kuasa untuk membolak balikkan isi hati manusia. Dan manusia tidak ada yang tahu ending dari dirinya sendiri. Maka dari itu perlulah kita selalu berdoa kepada Allah agar diteguhkan hati diatas agama-Nya.

Dalam catatan sejarah awal Islam, dapat kita lihat bahwa sejumlah nama terkenal yang sungguh mencengangkan dan juga menjadi bukti bagi betapa mutlaknya kuasa Allah dalam membolak balikan hati.

Umar bin Khattab. Ia memusuhi siapa pun yang ikut dakwah Rasul Saw. Adik kandung dan iparnya, dihajar hingga terjengkang-jengkang. Ia menjadi musuh dakwah Rasul Saw yang amat merepotkan. Allah Swt lalu mengaruniakan hidayah kepadanya, jadilah ia singa Rasulullah Saw.

Umar akhirnya membela Rasul Saw dengan jiwa dan raganya. Semua sahabat menyeganinya, semua musuh menggentarinya. Ia memegang kekhalifahan kedua, dan jasadnya dikebumikan bersebelahan dengan Rasulullah Saw dan Abu Bakar ash-Shiddiq. Bayangkanlah, betapa Allah Swt benar-benar Maha Membolak-balikkan hati manusia.

Khalid bin Walid. Dalam perang Uhud, hampir saja umat Islam hancur lebur gara-gara dia. Islam mengalami kekalahan berkat kejeniusan Khalid bin Walid dalam taktik perang, ia yang mengomandani pasukan kafir Quraisy pada waktu itu.

Baca Juga:  Waktu Yang Dilarang Untuk Berhubungan Suami Istri Dalam Islam

Kemudian Allah Swt memberikan hidayah, Khalid akhirnya memeluk Islam, berbaliklah ia menjadi panglima perang Islam paling legendaris yang tak pernah kalah oleh pasukan manapun. Tak pernah kalah! Bahkan pasukan Romawi pun tak berkutik. Melalui kegigihannya-lah Islam menyebar begitu luasnya hingga ke negeri-negeri jauh.

Wahsyi bin Harb, mantan budak Etiophia, yang membunuh Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib dalam perang Uhud. Setelah peristiwa Fathu Mekkah, Wahsyi memeluk Islam dan menjadi bagian dari prajurit Rasulullah Saw. Senjatanya yang dulu digunakan membunuh Sayyidina Hamzah ia gunakan untuk membunuh Musailamah al-Kazzab musuh Islam.

Sedangkan kebalikannya kita simak sosok bernama Abdullah bin Dzil Khuwaishirah at-Tamimi. Dia bagian dari pasukan Rasulullah Saw dalam Perang Hunain. Gara-gara pembagian ghanimah yang dianggapnya tak adil, ia protes kepada Nabi Saw.

Nabi Saw berkata tegas kepadanya, “Celakalah kamu! Aku tidak mungkin berbuat tanpa bimbingan Allah Swt.”

Dari peristiwa di tahun 8 H ini sekaligus menjadi asbabul wurud bagi lahirnya sejumlah sabda Rasulullah Saw tentang golongan manusia yang membaca al-Qur’an tetapi hanya sampai tenggorokan dan mereka keluar dari agamanya bagai anak panah yang melesat cepat dari busurnya.

Kemudian tahun 40 H, di masa khalifah Ali bin Abi Thalib, beliau dibunuh pemuka Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam at-Tamimi, yang pernah diramalkan Rasul Saw sebagai “pembunuhmu adalah seburuk-buruknya manusia.”

Abdurrahman bin Muljam digambarkan orang yang shalat malamnya begitu lama, bila siang berpuasa, hafal al-Qur’an, ahli ilmu al-Qur’an, dan pernah diutus oleh khalifah Umar bin Khattab ke Mesir untuk mengajarkan al-Qur’an.

Bayangkan, bagaimana Allah Swt membolak balikkan hati sedemikian tak terbayangkan, bahkan kepada ahli ibadah, ahli al-Qur’an, sekalipun.

Baca Juga:  Tragedi Karbala dan Sikap Muslim Sejati dalam Menanggapinya

Lalu cermatilah nama Umar bin Saad bin Abi Waqash. Ia adalah putra Saad, karenanya sering disebut Ibnu Saad. Bapaknya, Saad bin Abi Waqash adalah salah satu sahabat terkemuka Rasul Saw yang dijamin masuk surga.

Ibnu Saad inilah yang memimpin 4.000 pasukan atas perintah Ubaidillah bin Ziyad, gubernur Kufah, untuk mengepung kafilah Husen bin Ali di Karbala hingga menyebabkan cucu kesayangan Rasul Saw itu terbunuh dengan tragis. Ia dijanjikan jabatan gubernur oleh Ubaidillah bin Ziyad dengan syarat menumpas pergerakan Husein bin Ali, tetapi ia tak pernah mendapatkannya dan bahkan terbunuh di tahun 66 Hijriyah.

Bayangkan, Saad bin Abi Waqash, yang dalam Fadhilah Amal digambarkan sebagai panglima perang Islam yang sangat digentari oleh pemimpin pasukan musuh-musuhnya karena ucapannya, “Kematian bagi kami lebih kami cintai daripada dunia dan seluruh isinya yang kalian cintai.”, putranya berakhir dengan amat menyesakkan dada begitu rupa.

Betapa Allah Swt Maha Kuasa membalikkan hati yang begitu dekat dengan hati jernih yang amat dicintai oleh Rasukullah Saw tersebut.

Shimr bin Dzil Jauzan. Dialah panglima 4.000 pasukan penghancur kafilah Husein bin Ali. Dia adalah sahabat Ali bin Abi Thalib, bersama beliau saat perang Shiffin, tetapi dia pula lah yang membantai putra sahabatnya, Husein bin Ali.

Akhir hidupnya dituturkan sangat tragis: kepalanya dipenggal dan tubuhnya dibuang disantap anjing-anjing liar. Kepada Shimr inilah Husein bin Ali berkata, “Benarlah apa yang pernah dikatakan kakekku bahwa kelak aku akan berjumpa dengan anjing hitam berbelang putih dan dia akan meminum darah ahlul bait.”

Ja’dah binti al-Asy’at. Dia adalah cucu menantu Rasulullah Saw sendiri, istri Hasan bin Ali. Dia lah yang meracuni suaminya sendiri, cucu kesayangan Rasul Saw, karena tergiur oleh muslihat Yazid bin Muawiyah yang menjanjikan akan menjadikannya permaisuri bila membantunya ‘menyelesaikan’ Hasan bin Ali. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah dinikahi oleh Yazid.

Baca Juga:  Khalid Basalamah Salah Memahami Tabarruk, Ini Kritik dari Santri

Dari catatan sejarah tersebut menerangkan dengan serius betapa keimanan dan peribadatan kita, sama sekali bukan jaminan bagi husnul khatimah di akhir hayat. Begitupun sebaliknya, mereka yang kini masih jauh dari tuntunan syariat, dekat dengan kemaksiatan, akan terus tenggelam dalam suul khatimah hingga akhir hayatnya.

Maka dari itu kita tidak boleh jumawa kepada kualitas iman, takwa, dan akhlak karimah diri sepanjang napas masih berdenyut di dada. Karena boleh jadi hal sebaliknya di suatu kala mengempaskan kita.

Pun kita dilarang untuk menuding orang lain buruk, sesat, dan kafir sepanjang napas masih berdenyut di dadanya, karena boleh jadi di suatu titik ia dimuliakan Allh begitu tinggi dalam hal iman, takwa, dan akhlak karimahnya. La haula wala quwwata illa biLlah.

Sesungguhnya sebagai manusia biasa kita tidak pernah punya kuasa untuk menjamin masadepan diri sendiri. Maka janganlah jumawa dan jangan sombong. Ingatlah selalu kepada-Nya “ya muqollibal qulub” Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik