PeciHitam.org – Tahukan makna zakat dalam bahasa Arab? Ya, zakat berasal dari kata dasar (زكى — يزكي – زكاة) yang bermakna suci. Hal tersebut disebutkan pula dalam al-Quran surat at-Taubah: 103
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui (Qs. At-Taubah: 103)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa zakat membersihkan dan mensucikan harta secara maknawi, yaitu maksudnya dalam tafsir Kementerian Agama adalah membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Makna mensucikan guna menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
Dan beberapa kitab menerangkan bahwa zakat secara bahasa bermakna an-Namaau (النماء) yaitu “bertambah”. Istilah syariat menurut kitab Syarah Matn Ibnu Syuja bahwa zakat adalah nama bagi harta benda khusus (tidak semua harta dizakati), diambil dari harta yang memenuhi syarat dan diberikan atau ditasarufkan kepada golongan khusus pula.
Secara sederhana, zakat merupakan harta yang dikeluarkan dengan syarat-syarat tertentu untuk orang-orang dengan golongan tertentu juga. Tidak semua harta dikeluarkan zakatnya, dan tidak setiap hari zakat harus ditunaikan.
Garis besar zakat dalam Islam terbagi dalam dua kategori, yakni Zakat Maal dan Zakat Fitrah. Berikut ulasannya.
Daftar Pembahasan:
Zakat Fitrah dan Ketentuannya
Zakat Fitrah atau Zakat Fitri adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang muslim pada akhir bulan Ramadhan. Dikeluarkannya zakat fitrah tidak seketat persyaratan dalam zakat maal. Kaya ataupun miskin seluruhnya dikenai hukum wajib.
Zakat fitrah berfungsi sebagai pembersih diri dari hal-hal yang mengotori amalan ibadah bulan Ramadhan, dan menyempurnakannya. Walaupun bagi mereka yang tidak puasa penuh pada bulan Ramadhan, kewajiban zakat tetap tersemat kepadanya.
Bahkan bagi bayi yang baru terlahir sebelum matahari terbenam pada hari terakhir bulan ramadhan, fitrah tetap wajib baginya. Tujuan pokok zakat fitrah dalam Islam berbeda dengan zakat Maal yang bertujuan untuk membersihkan harta benda.
Ketentuan dalam zakat Fitrah dalam Islam berbeda dengan ketentuan zakat Maal yang mengenal haul dan Nisab. Ketentuan tersebut tertuang dalam Kitab Fathu Qarib adalah sebagai berikut;
- Beragama Islam, semua orang Islam baik kaya atau miskin, tua-muda, laki-laki ataupun perempuan, semuanya wajib membayarkan zakat fitrah. Baik orang tersebut menjalankan puasa Ramadhan ataupun tidak, kewajiban membayarfitrah tetap melekat kepada mereka. Intinya, selama Ia Muslim maka wajib membayarnya.
- Menjumpai waktu zakat Fitrah. Waktunya adalah ketika matahari terbenam pada hari terakhir bulan Ramadhan sampai ketika sholat Ied Selebihnya akan dihitung sebagai shodaqah biasa, tidak termasuk zakat fitrah.
Bayi yang baru lahir sebelum adzan Maghrib pada hari terakhir bulan Ramadhan tetap terkena kewajiban membayar zakat. Termasuk mereka yang wajibyaitu jika seorang meninggal dunia setelah adzan maghrib hari terakhir ramadhan. Jika seorang meninggal dunia sebelum masuk Idul Fitri maka tidak wajib.
- Memiliki makanan pokok diluar kebutuhan makan pada hari raya. Seorang Muslim yang masih memiliki makanan pokok melebihi 1 Sha maka diwajibkan zakat fitrah. Era sekarang, kiranya sangat jarang orang tidak memiliki harta sekedar untuk makan dalam sehari dan untuk berzakat.
Ulama berpendapat, semiskin-miskinnya seseorang tetap wajib zakat fitrah, walaupun dengan menjual harta mereka untuk kepentingan makan hari raya dan untuk zakat fitrah. Hal ini sebagai bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT.
Zakat Fitrah dan Mustahiq Zakat
Zakat fitrah dibayarkan oleh seseorang kepada Mustahiq zakat, yang terdapat 8 Ashnaf (golongan). Kedelapan golongan orang yang berhak menerima zakat adalah, Fakir, Miskin, Gharim, Ibnu Sabil, Amil, Muallaf, Riqab dan Fi sabilillah.
Kitab-kitab Fiqih panjang lebar membahas tentang ketentuan-ketentuan penerima zakat. Berikut ketentuan mustahiq zakat;
- Fakir, adalah golongan ashnaf yang mereka tidak memiliki pekerjaan atau uang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mereka dimasukan golongan mustahiq untuk menolong dan meringankan beban hidup sebagai salah satu misi sosial syariat zakat dalam Islam.
- Miskin, merupakan kategori orang yang memiliki pekerjaan atau uang akan tetapi tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Misalkan seorang bekerja serabutan, mendapatkan uang 25.000,- sedangkan untuk kebutuhan pokok keluarga membutuhkan sama dengan kebutuhannya.
Pendapatan hari ini digunakan untuk makan hari itu, dan belum tentu hari besoknya akan mendapatkan pekerjaan untuk mengganjal perut untuk makan.
- Gharim, bermakna orang yang banyak hutang yang digunakan untuk digunakan dalam jalan Allah SWT. Golongan Gharim tidak bisa disematkan bagi mereka yang berhutang untuk usaha membangun perusahaan atau mereka untuk maksiat.
- Ibnu Sabil, atau bisa diartikan sebagai Gelandangan yang membutuhkan uluran tangan bantuan zakat.
- Amil atau panitia zakat. Mereka segolongan orang yang bertugas sebagai pengumpul zakat dan membagikannya. Dibenarkan diberikan zakat karena mereka mengeluarkan tenaga, pikiran dan daya upaya untuk menyebarkan zakat dengan benar. Amil adalah lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah yang berwenang.
- Muallaf, adalah mustahiq zakat yang wajib diberi zakat untuk menguatkan keimanan seseorang. Jika keimanan seseorang sudah mantap dan kuat tanpa diberi zakat maka bagian muallaf bisa dialihkan untuk orang lain.
Batasan muallaf adalah ketika keimanan seseorang sudah mantap tidak terbatas dengan waktu. Tidak ada batasan, setahun, dua tahun atau dalam beberapa bulan untuk memantapkan keimanan seseorang.
Akan tetapi pada masa Umar RA pernah mengatakan bahwa seorang muallaf sepantasnya tidak menerima zakat jika sudah 3 tahun keimanan.
- Riqab, adalah Budak yang dipekerjakan.
- Fi Sabilllah, merujuk kepada mereka yang berjuang dijalan Allah SWT. Pada era Nabi banyak para Mujahid yang menjadi prajurit Islam yang tidak mendapat bayaran rutin, maka mereka dimasukan dalam kategori Fi Sabilillah.
Kontekstualisme hukum Mustahiq Zakat pada era modern bisa terjadi pergeseran, sebagaimana ukuran orang Fakir dan Miskin. Keumuman anggapan pada era sekarang bisa dijadikan ukuran penerima zakat walaupun berbeda dengan pengertian masa Ulama Salaf.
Misalkan seseorang yang dianggap fakir dan miskin pada era sekarang karena mereka berada dibawah ukuran kemampuan ekonomi masyarakat umum. Walaupun mereka tidak masuk dalam kategori fakir—miskin menurut kaidah Ulama masa lampau.
Ukuran Pembayaran Zakat Fitrah
Zakat fitrah dikeluarkan dengan menggunakan makanan pokok suatu daerah. Di Indonesia, secara luas menggunakan ukuran beras yang secara umum diakui sebagai makanan pokoknya.
Sangat mungkin terjadi perbedaan pembayaran zakat menggunakan Gandum, Jagung, Susu, Kismis dan lain sebagainya selama menjadi makanan pokok masyarakat tertentu.
Ukuran zakat fitrah yang dibayarakan adalah 1 Sha yang mana merupakan ukuran/ takaran masa Rasulullah SAW. Perbedaan Ulama-ulama mengkonversi timbangan 1 Sha kedalam ukuran Kilogram yang menjadi ukuran era modern.
Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa 1 Sha sama dengan ukuran 8 Rithl yang digunakan di Irak. Ukuran 8 Rithl pada masa Modern sama dengan 3,8 Kilogram. Pendapat Imam Syafii, Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa 1 Sha masa Rasul menyami 5 Rithl yang setara 2,176 Gram.
Maka kewajiban zakat fitrah menurut 3 Madzhab ini adalah sekitar 2,2 Kg. Menurut Kitab Fathul Wahab bahwa 1 Sha sekira dengan 2,7 Kg.
Ukuran-ukuran dalam zakat Fitrah tergantung akan mengambil Madzhab atau pendapat Ulama mana tidak ada larangan. Untuk lebih mengakomodir pendapat Ulama maka pendapat dari Kitab Fathul wahab bisa menjadi jalan tengah. Ash-Shawabu Minallah.