Zakat Saat Pandemi: Pesan Sosial yang Terdapat dalam Kewajiban Zakat

Zakat Saat Pandemi: Pesan Sosial yang Terdapat pada Kewajiban Zakat

PeciHitam.org Zakat merupakan rukun Islam yang keempat. Jenis zakat yang wajib dikeluarkan oleh orang Islam adalah zakat fitri dan zakat maal. Kewajiban zakat melekat kepada Muslim dengan syarat dan ketentuan tertentu.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Zakat secara umum adalah amalan mengeluarkan sebagain harta untuk diberikan/ tasarufkan kepada mereka yang berhak menerimanya. Orang yang berhak menerima zakat disebut dengan mustahiq zakat mencakup 8 Ashnaf/ golongan.

Golongan penerima zakat sudah ditentukan sejak masa Nabi Muhammad SAW dan tidak ada perubahan, sekedar mengalami penyesuaian standar menurut zamannya. Tentu ketentuan fakir-miskin era Nabi SAW berbeda dengan standar masa sekarang.

Zakat dalam Islam mengandung unsur misi sosial yang tinggi, karena memberikan bantuan kepada mereka yang berekonomi lemah. Saling membantu merupakan bentuk perhatian sosial kepada sesama manusia yang membutuhkan.

Apalagi masa sekarang dunia sedang dilanda Pandemi Covid-19, yang menjadikan ekonomi lesu, PHK banyak terjadi, bahkan beberapa Negara menuju Resesi, kebangkrutan ekonomi. Seyogyanya, zakat memainkan peran sosial untuk bisa mensikapi Pandemi Dunia.

Peran sosial zakat saat pandemi akan sangat membantu orang-orang yang terkena imbas Covid-19. Masyarakat akan terbantu dengan uluran tangan orang Islam melalui zakat, baik Maal atau Fitrah.

Daftar Pembahasan:

Zakat dan Pesan Sosial Islam

Zakat yang dikeluarkan umat Islam setiap tahun, baik Maal atau Fitrah sudah barang tentu sangat besar potensinya. Menurut Badan Amil Zakat Nasional atau Baznas, potensi zakat yang bisa digali dari umat Islam di Indonesia sebesar 233,8 Trilyun dalam setahun.

Komposisi Umat Islam yang sangat besar menjadikan banyak lembaga zakat berlomba-lomba untuk mengumpulkan zakat dan didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan. Menjamurnya lembaga zakat memberikan angin segar untuk mengkampanyekan kewajiban zakat bagi Muslim.

Walaupun beberapa Oknum memanfaatkan ceruk potensi zakat untuk kepentingan pribadi. Akan tetapi tidak menjadi soal tentang penyelewengan ini, bahwa Islam tetap memandang sangat baik untuk berzakat kepada Amil/ Lembaga Sosial yang kredibel.

Pesan sosial zakat bisa dipahami dari golongan yang wajib diberikan zakat. Batasan Islam tentang mustahiq zakat hanya 8 golongan sebagai berikut;

  1. Fakir, adalah golongan ashnaf yang mereka tidak memiliki pekerjaan atau uang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mereka dimasukan golongan mustahiq untuk menolong dan meringankan beban hidup sebagai salah satu misi sosial syariat zakat dalam Islam.
  2. Miskin, merupakan kategori orang yang memiliki pekerjaan atau uang akan tetapi tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Pendapatan hari ini digunakan untuk makan hari itu, dan belum tentu hari besoknya akan mendapatkan pekerjaan untuk mengganjal perut untuk makan.
  3. Gharim, bermakna orang yang banyak hutang yang digunakan untuk digunakan dalam jalan Allah SWT. Golongan Gharim tidak bisa disematkan bagi mereka yang berhutang untuk usaha membangun perusahaan atau mereka untuk maksiat.
  4. Ibnu Sabil, atau bisa diartikan sebagai Gelandangan yang membutuhkan uluran tangan bantuan zakat. Atau orang dalam perjalanan (bukan maksiat) yang kehabisan bekal.
  5. ‘Amil atau panitia zakat. Mereka segolongan orang yang bertugas sebagai pengumpul zakat dan membagikannya. Dibenarkan diberikan zakat karena mereka mengeluarkan tenaga, pikiran dan daya upaya untuk menyebarkan zakat dengan benar. ‘Amil adalah lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah yang berwenang.
  6. Muallaf, adalah mustahiq zakat yang wajib diberi zakat untuk menguatkan keimanan seseorang. Jika keimanan seseorang sudah mantap dan kuat tanpa diberi zakat maka bagian muallaf bisa dialihkan untuk orang lain. Batasan muallaf adalah ketika keimanan seseorang sudah mantap tidak terbatas dengan waktu. Tidak ada batasan, setahun, dua tahun atau dalam beberapa bulan untuk memantapkan keimanan seseorang. Akan tetapi pada masa Umar RA pernah mengatakan bahwa seorang muallaf sepantasnya tidak menerima zakat jika sudah 3 tahun keimanan.
  1. Riqab, adalah Budak yang dipekerjakan.
  2. Fi Sabilllah, merujuk kepada mereka yang berjuang dijalan Allah SWT. Pada era Nabi banyak para Mujahid yang menjadi prajurit Islam yang tidak mendapat bayaran rutin, maka mereka dimasukan dalam kategori Fi Sabilillah.

Kontekstualisme hukum Mustahiq Zakat pada era modern bisa terjadi pergeseran, sebagaimana ukuran orang Fakir dan Miskin. Keumuman anggapan pada era sekarang bisa dijadikan ukuran penerima zakat walaupun berbeda dengan pengertian masa Ulama Salaf.

Misalkan seseorang yang dianggap fakir dan miskin pada era sekarang karena mereka berada dibawah ukuran kemampuan ekonomi masyarakat umum. Walaupun mereka tidak masuk dalam kategori fakir—miskin menurut kaidah Ulama masa lampau.

Baca Juga:  Ibu Hamil Bolehkah Puasa, dan Bagaimana Islam Memandangnya?

Pesan sosial dalam zakat akan tersalurkan dengan baik kepada mereka yang membutuhkan, yakni mereka yang masuk dalam Ashnaf di atas. Terutama pesan zakat saat pandemi Covid-19, membantu mereka yang terkena dampak langsung dan tidak langsung.

Mereka yang biasa berdagang, atau bekerja luar ruangan diperkotaan sangat terdampak dengan nihilnya pemasukan. Tidak salah jika Ormas seperti Nahdatul Ulama membuat Himbauan untuk menyegerakan zakat Maal atau Fitrah ditengah Pandemi Covid-19.

Dalil Zakat Fitrah Saat Pandemi

Zakat sebagai pesan sosial dalam masyarakat harus bisa merespon keadaan masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan. Penyaluran zakat saat pandemi menjadi salah satu bentuk pesan sosial Islam memperhatikan orang kurang mampu.

Baca Juga:  Hukum Memajang Gambar Makhluk Bernyawa dalam Sudut Pandang Ulama Ahlussunnah

Zakat fitrah yang mana dikeluarkan umat Islam setiap akhir Ramadhan berupa makanan pokok. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa mengeluarkan zakat fitrah boleh tidak pada akhir Ramadhan. Dalilnya adalah,

يجوز تعجيل زكاة الفطر قبل وجوبها بلا خلاف ; لما ذكره المصنف . وفي وقت التعجيل ثلاثة أوجه (والصحيح ) الذي قطع به المصنف والجمهور : يجوز في جميع رمضان ، ولا يجوز قبله  

Dalil di atas disarikan dari Kitab Al-Majmu’ syarah Al-Muhadzab li Nawawi, karya Imam Syaraf bin Yahya An-Nawawi ad-Damasyq. Beliau menyebutkan bahwa “Boleh menyegerakan pembayaran zakat fitrah sebelum datang masa wajibnya dikeluarkan (malam 1 Syawal) dengan tidak kesepakatan Ulama

Menyegerakan membayar zakat fitrah diperbolehkan dengan berdasarkan pendapat Ulama. Hukum dasar membayar zakat fitrah yang paling utama adalah setelah matahari terbenam dihari terakhir bulan ramadhan. Walaupun diperbolehkan untuk ta’jil/ menyegerakan membayar zakat  pada awal bulan Ramadhan.

Tidak sah membayar zakat fitrah jika dilakukan sebelum bulan ramadhan atau setelah sholat ‘Ied didirikan pada pagi hari tanggal 1 syawwal.

Pesan sosial dalam zakat  ditengah pandemi yakni menyegerakan zakat tanpa menunggu waktu Utama dalam pembayaran zakat fitrah. Ketika melihat seorang yang sangat membutuhkan uluran tangan melalui zakat, maka langsung diberikan kepada mereka.

Pemberian zakat fitrah secara langsung tanpa melalui perantara ‘Amil Zakat diperbolehkan menurut pendapat para Ulama. Mentasarufkan zakat fitrah secara langsung kepada orang yang terkena dampak Covid-19 dan berkemampuan ekonomi lemah sangat dianjurkan sebagai pokok pesan sosial dalam zakat.

Baca Juga:  Suci dari Haid Saat Ashar, Wajibkah Mengqadha Shalat Dzuhur

Dalil Zakat Maal Saat Pandemi

Menunaikan zakat  Maal untuk meringankan orang yang terkena dampak Pandemi sangat dianjurkan. Karena membantu sesam yang sangat membutuhkan berpahala besar, apalagi dibarengi dengan penunaian kewajiban zakat.

Zakat saat pandemi dengan mengeluarkan sebagian harta umat Islam harus memperhatikan ketentuan dalam pembayaran. Ketentuan zakat Maal terikat erat dengan Haul dan Nisab. Beberapa zakat Maal hanya terikat dengan Nisab tanpa memperhatikan Haulnya, seperti barang temuan dan zakat hasil panen.

Dalam Kitab Nihayatu Muhtaj karya Imam Syaikh Asy-Syirbini dijelaskan;

يجوز تعجيلها في المال الحولي قبل تمام الحول فيما انعقد حوله ووجد النصاب فيه  

Artinya; “Boleh melakukan ta’jil zakat harta yang bersifat menahun sebelum sempurnanya sifat haul-nya, khususnya untuk harta yang terikat dengan haul dan telah mencapai nishab”

Jenis zakat yang bisa disegerakan untuk dikeluarkan zakatnya dengan mengabaikan haul untuk kepentingan zakat saat pandemi adalah simpanan emas-perak, perhiasan, ternak, harta dagang, dan simpanan uang. Al-Maal Al-Mustafad atau Zakat Profesi juga bisa dikeluarkan segera setelah menerima gaji dari kantor.

Zakat harta di atas bisa disegerakan dengan menghitung terlebih dahulu Nisabnya. Jika harta yang dimiliki sebelum satu tahun sudah melebihi Nisab, menyegerakan zakat untuk membantu orang yang terkena Imbas Pandemi sangat baik.

Keterangan dalam kitab Nihayatu Muhtaj menjadi dasar bahwa menyegerakan zakat Maal diperbolehkan. Apalagi motif/ alasan menyegerakan zakat untuk kepentingan lebih besar, membantu orang yang terkena pandemi.

Fungsi sosial zakat saat pandemi kiranya akan sangat membantu banyak orang yang terkena imbas Covid-19. Potensi zakat yang lebih dari 233 Trilyun bisa digunakan dengan penyaluran zakat produktif, atau bisa membantu kebutuhan sehari-hari para ashnaf zakat.

Ash-shawabu minallah

Mochamad Ari Irawan