Zubair Bin Awwam, Pembela Rasul Hingga Terbunuhnya di Perang Jamal

Zubair bin Awwam

Pecihitam.org – Salah seorang sahabat Nabi yang termasuk asabiqunal awwalin yaitu Zubair bin Awwam bin Khuwailid. Beliau adalah keponakan Khadijah r.a, istri pertama Rasulullah Saw. Zubair bin Awwam masuk islam sejak usianya 15 tahun namun juga ada pendapat bahwa ia masuk islam sejak usia 8 tahun.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nama lengkapnya adalah Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay Al-Qurasyi Al-Asadi. Ibunya adalah saudara dari Sayyidah Khadijah. Ibunya bernama Shafiah binti Abdul Muththalib, bibi dari Rasulullah dan Sayyidina Ali.

Salah satu istrinya adalah Asma’ binti Abu Bakr, meskipun banyak yang berpendapat bahwa pernikahannya adalah pernikaha muth’ah, karena setelah beberapa waktu Zubair akhirnya menceraikan Asma’.

Juga ada yang mengatakan bahwa yang memaksa untuk menceraikan istrinya adalah anaknya yaitu Abdullah bin Zubair. Masuknya ia dalam islam yaitu setelah Abu Bakar, sebagian dari sejarawan mengatakan ia adalah orang ke lima atau ke enam yang masuk islam.

Baca Juga:  Kisah Sufi: Syaikh Kepala Ikan dan Nasehat Ibnu Arabi

Dalam memperjuangakan agama islam, Zubair telah ikut berperang bersama Rasulullah antara lain dalam perang badar, perang uhud, dan penaklukan kota mekah. Setelah wafatnya Rasulullah Zubair adalah salah satu orang yang menolak adanya Sidang Saqifah. Yaitu penentuan pengganti Rasulullah.

Hubungannya dengan khalifah Umar kurang baik,  terbukti dari ucapan  khalifah Umar kepada Ibnu Abas tentang Zubair, “Dia itu orang yang tidak sabar dan garang. Saat sedang senang berlagak seperti orang mukmin, tapi kalau sedang marah seperti orang kafir. Kadang seperti manusia, kadang seperti setan”.

Saat pemilihan Khalifah ketiga, ia memberikan suaranya untuk Sayyidina Ali, karena ia tidak sejalan dengan pemikiran khalifah Utsman, dan justru memprovokasi masyarakat untuk membunuh Utsman.

Setelah terbunuhnya khalifah Utsman, banyak orang berbondong-bondong datang ke rumah Imam Ali as, termasuk Thalhah dan Zubair. Mereka menyatakan siap mendukung dan membaiat khalifah Ali sebagai khalifah.

Namun mereka berubah pikiran, dan  setelah mendengar bahwa Sayyidah Aisyah juga tidak setuju mereka pergi ke mekah menemui Aisyah dengan dalih untuk pergi umrah. Ketika mereka meninggalkan Madinah, Imam Ali as berkata, “Mereka tidak pergi untuk mengunjungi Baitullah, namun untuk berbuat makar dan melakukan pengkhianatan.

Baca Juga:  Meski Dosa Sebesar Gunung, Janganlah Putus Asa dari Rahmat Allah yang Melangit Luas

Zubair dan Thalhah mengajak Aisyah menuju ke Bashrah bersama pasukan yang banyak untuk melawan Sayyidina Ali. Kemudian terjadilah perang Jamal antara pihak Sayyidina Ali dan Zubair bersama Aisyah, yang kemudian dimenangkan oleh sayyidina Ali.

Dan pada saat perang terjadi Sayyidina Ali dan Zubair bertemu dan berbincang, saat itu Sayyidina Ali mengingatkan Zubair dengan Sabda Rasulullah untuknya.

“Suatu hari di hadapan Ali, Rasulullah saw bertanya pada Zubair;”Apakah engkau mencintai Ali?”, Zubair menjawab, “Bagaimana aku tidak mencintainya”. Rasulullah saw kembali bertanya,”Bagaimana kau memeranginya dengan dhalim?.

Setelah apa yang disampaikan Sayyidina Ali, Zubair pun meninggalkan medan pertempuran, namun dalam perjalanannya ia diikuti oleh Amr bin Jurmuz dan beberapa orang mengikuti lalu membunuhnya di tempat bernama Wadi al-Siba’.

Baca Juga:  Kisah Lelaki Penganut Paham Mu'tazilah Tobat di Malam Pertama

Setelah membunuh Zubair, Amr menghadap pada Sayyidina Ali. Dia berkata pada penjaga, “Ijinkan aku masuk untuk pembunuh Zubair”. Imam Ali as berkata:”Ijinkan dia masuk dan berikan hadiah neraka padanya”. Rasulullah saw bersabda tentang pembunuh Zubair, “Tempat pembunuh Zubair adalah neraka”.

Meninggalnya Zubair membuat Sayyidina Ali tidak bahagia. Ia mengenang kegigihan dan keberanian Zubair saat awal islam dengan melihat pedang Zubair. Ia berkata: “Pedang ini berkali-kali telah membuat Rasulullah saw senang”. Zubair wafat dengan meninggalkan harta dan anak-anaknya, kemudian ia dimakamkan di Bashrah. Wallahua’lam.

Lukman Hakim Hidayat