Begini Fungsi Akal dan Wahyu Menurut Pandangan Berbagai Aliran dan Tokoh

Fungsi Akal dan Wahyu dalam Perdebatan Berbagai Aliran dan Tokoh

PeciHitam.org Dalam diskursus teologi, akal dan wahyu ini menempati prioritas utama, karena berkaitan dengan konsepsi tentang Tuhan. Akal, sebagai daya berpikir yang ada dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri Tuhan, dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafi sika turun kepada manusia sebagai keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Konsepsi tersebut dijelaskan oleh Harun Nasution sebagai berikut: Tuhan berdiri di puncak alam wujud dan manusia di kakinya berusaha dengan akalnya untuk sampai kepada Tuhan; dan Tuhan sendiri dengan belas kasih-Nya terhadap kelemahan manusia, diperbandingkan dengan kemahakuasaan-Nya, menolong manusia dengan menurunkan wahyu melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul.

Akal dan Wahyu

Secara umum aliran-aliran teologi besar dalam Islam tidak ada perbedaan dalam soal ini. Yang menjadi persoalan utama adalah sejauhmana kemampuan akal manusia mengetahui Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia?

Sedangkan berkaitan dengan fungsi akal, Islam sangat menekankan untuk mendaya gunakannya. Baik Al-Qur’an maupun hadis Nabi, sangat menekankan pentingnya kegiatan berpikir.

Lebih dari lima puluh ayat Al-Qur’an yang mendorong kaum Muslimin untuk menggunakan akalnya. Juga, ketika Nabi Saw. mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, beliau menyatakan persetujuannya terhadap sikap sahabatnya tersebut yang akan menggunakan akalnya untuk berijtihad bila tidak menemukan nash-nash yang sharîh dalam Al Qur’an dan sunnah.

Baca Juga:  Kaum Sufi di antara Wahabi dan Syiah

Untuk mengetahui kedudukan akal dan wahyu secara keseluruhan, kita perlu membandingkan pendapat-pendapat tokoh terdahulu. Berkenaan dengan fungsi akal dan wahyu dalam pemikiran teologis (kalam) ini, para teolog memperdebatkan empat topik pokok, yakni :

  • yang manakah antara akal dan wahyu itu yang menjadi sumber pengetahuan manusia tentang Tuhan,
  • tentang kewajiban berterima kasih kepada Tuhan,
  • tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta
  • tentang kewajiban menjalan kan yang baik dan menghindari yang buruk.

Pendapat dari Berbagai Aliran dan Tokoh

Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam rasional berpendapat bahwa akal mempunyai kemampuan mengetahui empat hal di atas. Sementara itu, aliran Maturi diyah Samarkand yang juga termasuk penganut pemikiran kalam rasional, mengatakan, kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk, akal mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal lainnya.

Baca Juga:  Inilah Keajaiban Tulang Sulbi yang Tidak Hancur Hingga Hari Kiamat

Sebaliknya, aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisi onal berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui Tuhan, sedangkan tiga hal lainnya, yakni kewajiban berteri ma kasih kepada Tuhan, baik dan buruk serta kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat diketa hui manusia berdasarkan wahyu.

Di lain pihak, aliran Maturidiyah Bukhara yang juga termasuk pemikir kalam tradisional, berpenfapat bahwa dua dari empat tema pokok di atas, yakni mengetahui Tuhan dan mengetahui yang baik dan yang buruk dapat diketahui dengan akal. Tetapi, mengenai kewajiban berterima kasih kepada Tuhan dan kewajiban melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui dengan wahyu.

Sementara itu, dalam pandangan pembaru Islam Rasyid Ridha 1865-1935 murid terkemuka Abduh, yang sangat menghargai akal, menetapkan bahwa

Al-Qur’an mengatakan bahwa ahl al-kitab mengakui akal dan agama sebagai bertentangan satu sama lain dan bahwa apa pun yang disimpulkan oleh akal sebagai keluar dari teks-teks kitab suci adalah tidak benar.”

Baca Juga:  3 Golongan Hamba yang Akan Dimurkai oleh Allah pada Hari Kiamat

Di bagian lain, dia meringkas peranan akal sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an:

Al-Qur’an mengajarkan kepada para pengikutnya untuk mempertanyakan argumen-argumen dan kesalehan leluhur kita dalam mengikuti Al-Qur’an. Mereka mempunyai argu ment sendiri, mereka mempertanyakan argumen-argumen dan melarang masyarakat untuk menerima apa pun tanpa argumen. Kemudian datang generasi sesudahnya yang memutuskan sesuatu berdasarkan taklid, dan melarang mereka berpendapat hingga Islam menjadi sangat terbelakang dengan pola yang telah digariskan. (Mazheruddin Siddiqi, General Characteristics of Muslim Modernism)

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan