Bolehkah Membayangkan Dzat Allah? STOP! Jangan Kebablasan, Ini Penjelasannya

Bolehkah Membayangkan Dzat Allah? STOP! Jangan Kebablasan, Ini Penjelasannya

PeciHitam.org – Berbicara tentang membayangkan Dzat Allah, tentu saja kita akan teringat bahwa ada salah satu kelompok sejak masa awal Islam berusaha untuk membayangkan dan menyerupakan Allah dengan makhluk, kelompok ini disebut sebagai kelompok mujassiimah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Lalu bagaimana sebenarnya hukum membayangkan Dzat Allah bagi manusia? Apakah diperbolehkan dalam Aqidah?

Mengenal Tasybih dan Tajsim

Sebelum jauh membahas tentang bagaimana hukum tersebut, kita perlu sedikit membicarakan tentang kelompok yang berpaham tasybih atau berusaha menyerupakan Allah dengan Makhluk dan mereka yang berpaham tajsim yaitu meyakini bahwa Allah adalah benda dan mempunyai sifat seperti benda.

Pandangan seperti ini tentu saja berbahaya dan sangat jauh ajaran Islam. Salah satu tokoh Mujassimah yang muncul pada abad pertama hijriyah adalah Muqatil bin Sulaiman as-Sadusy (150H) yang menyatakan sebuah argumen yang tentu tidak boleh kita yakini seperti berikut ini:

“Sesungguhnya Allah adalah benda yang mempunyai anggota-anggota badan, baik kecil atau besar, seperti tangan, kaki, dan kedua mata”

Baca Juga:  Tauhid Sebagai Ajaran Semua Nabi, Inilah Pengertian dan Pentingnya dalam Agama Ini

Selain Muqatil bin Sulaiman ada juga Hisyam bin al Hakam (190H) yang menyebutkan bahwa Allah mempunyai bentuk yang bisa berdiri dan bergerak sebagaimana makhluk. Pemikiran kedua tokoh ini tentu saja salah dan tidak boleh di ikuti.

Bahkan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa pemahaman keduanya tentang Dzat Allah adalah pendapat yang buruk dan tidak perlu di di ikuti sebagai berikut:

أتانا من المشرق رأيان خبيثان جهم معطل ومقاتل مشبه  

“Telah datang kepada kita kaum Muslimin, dua pendapat tokoh yang sangat buruk, Jahm bin Shafwan yang berpaham ta’thil dan pendapat Muqatil yang berpaham tasybih.”

أفرط جهم في النفي حتى قال إنه ليس بشىء وأفرط مقاتل فى الإثبات حتى جعل الله تعالى مثل خلقه  

“Jahm ceroboh dalam menafikan sifat Allah sehingga ia berpendapat Allah tidak mempunyai sifat yang sempurna yang layak bagi-Nya sekalipun (ta’thil). Dan Muqatil juga ceroboh dalam menetapkan sifat Allah (tidak disertai prinsip tanzih, yakni menyucikan-Nya dari sifat dan keserupaan terhadap makhluk sehingga berpaham tasybih.”

Baca Juga:  Qiyamuhu Binafsih, Sifat Wajib Ke-Lima Bagi Allah SWT

Hukum Membayangkan Dzat Allah

Dari sedikit penjelasan mengenai Tasybih dan Tajsim diatas bisa kita simpulkan bahwa mengatakan Allah sama dengan makhluknya merupakan sebuah pemikiran yang sesat dan tidak berdasar. Kemudian bagaimana jika membayangkan dzat Allah?

Mengenai hal ini, dalam Kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal jamaah dikatan sebagaimana berikut:

ما روي عن النبي – صلى الله عليه وسلم – في النهي عن التفكر في ذات الله عز وجل

  وعن عمر :  تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في الله 

Hadis diatas menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw melarang bagi seseorang untuk berfikir tentang Dzat Allah dengan mengatakan  تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في الله yang berarti ‘Berpikirlah tentang Makhluk Allah dan jangan berfikir tentang Allah’.

Kenapa hal ini dilarang? Karena manusia memiliki keterbatasan. Dalam Kitab Ihya Ulumiddin dijelaskan juga bahwa memikirkan Dzat Allah bagi orang yang awam dan belum menguasai ilmu agama merupakan pintu masuknya syaithan kedalam hati manusia.

Baca Juga:  Bisakah Manusia Mengubah Takdir? Ini Penjelasan Syekh Ibrahim al-Bajuri

Sehingga nantinya hal ini akan membawa pemikiran kita kepada hal hal yang tidak bisa dinalar dan membuat kita ragu terhadap pokok ajaran Islam.

Bahkan lebh jauh lagi bahwa pemikiran tersebut nantinya bisa membuat kita menyematkan suatu sifat kepada Allah yang seharusnya tidak patut disematkan kepada-Nya seperti yang dilakukan oleh kelompok Mujassimah. Naudzubillah

Mohammad Mufid Muwaffaq