Imam Al-Qusyairi, Seorang Ulama Sufi Yang Mengkritik Para Sufi

Imam Al-Qusyairi Mengkritik Para Sufi

Pecihitam.org – Tasawuf dalam teori maupun penerapan pada setiap langkah dan jalan yang ditempuhnya merupakan hasil integrasi antara dunia Syariat dengan dunia Hakikat melalui jembatan penghubung yang disebut dengan istilah Tarekat. 

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Salah satu tokoh tasawuf yang mengaplikasikan perilaku tasawuf tersebut serta menjadi panutan dan kiblat dari sekian tokoh sufi yang datang sesudahnya terkenal dengan sebutan Imam Al-Qusyairi.

Imam Al-Qusyairi mempunyai  nama lengkap Abdul Karim bin Hawazin. Ia lahir pada tahun 376 H di Astawa. Ayahnya wafat ketika ia masih kecil dan pendidikannya diserahkan kepada Abdul Qasim Al-Yamany, salah satu sahabat dekat keluarganya.

Ketika dewasa ia pergi ke Naisabur untuk belajar hitung yang berkaitan dengan pajak. Naisabur adalah ibu kota Khurasan dan dulunya merupakan pusat cendekiawan, sastrawan, dan penyair.

Di kota tersebut Al-Qusyairi bertemu dengan salah seorang sufi terkenal bernama Abu Ali al-Daqaq. Al-Daqaq merasakan kecerdasan Al-Qusyairi dan mengajaknya untuk belajar sains. 

Melalui pertemuannya dengan Al-Daqaq, Al-Qusyairi merubah cita-cita awal dan impiannya menjadi pegawai negeri dan memilih jalan tasawuf. Ia selalu menghadiri pertemuan para gurunya dan ia disarankan untuk mempelajari hukum syariat terlebih dahulu. 

Baca Juga:  Riwayat Singkat Imam al-Qusyairi, Seorang Ulama Sufi, Theolog dan Ahli Fiqih

Al-Qusyairi belajar fiqih kepada Abu Bakr Muhammad bin Abu Bakr Ath-Thusi dan mempelajari ilmu kalam dan ushul fiqih dari Abu Bakr bin Farauk. 

Al-Qusyairi adalah seorang tokoh yang terkemuka pada abad ke-5 Hijriyah. Ia mengadakan pembaharuan dalam tasawuf, yakni dengan mengembalikan tasawuf ke landasan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Pada dasarnya tidak ada yang spesial pada pembaharuan tersebut. Namun, pemikiran tersebut menjadi spesial dan melekat pada Al-Qusyairi karena muncul sebagai kritik terhadap sufi-sufi pada masa tersebut. 

Pada era perkembangan tasawuf, tepatnya abad 4 dan 5 H mulai bermunculan sufi yang dianggap menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Banyaknya penyimpangan ajaran tasawuf pada zaman tersebut mengakibatkan kemunduran bagi perkembangan tasawuf.

Banyak sufi yang mengamalkan zuhud secara berlebihan dan terjebak pada anti duniawi semata. Mereka mengamalkan zuhud dengan berpakaian lusuh layaknya orang miskin, tetapi tidak dibarengi dengan pengamalan fiqih dan ibadah. Ditambah saling menyerukan diri bahwa dirinya adalah seorang sufi membuat Al-Qusyairi semakin resah dan prihatin.

Al-Qusyairi mengkritik keras para sufi semasa hidupnya. Ia menunjukkan bahwa kesehatan batin dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah itu jauh lebih penting daripada pakaian lahiriah.

Baca Juga:  Mengenal KH. Makshum Ali, Ulama Islam Nusantara yang Mendunia

Betapa sedikit orang-orang yang berpegang teguh pada agama. Banyak orang yang menolak membedakan masalah halal haram. Mereka cenderung meninggalkan sikap menghormati orang lain dan membuang jauh rasa mau. Bahkan, mereka merasa enteng pelaksanaan ibadah, melecehkan puasa dan shalat, dan terbuai dalam medan kemabukan dan mereka jatuh dalam pelukan nafsu sahwat dan tidak peduli sekalipun melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan.”

Sufi-sufi pada masa tersebut melaksanakan puasa tanpa berbuka karena mengganggap makan merupakan nafsu dan kenikmatan duniawi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Rasulullah SAW yang bahkan menganjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa. 

Pun demikian dengan berpakaian lusuh yang berlawanan dengan ajaran untuk selalu menjaga kebersihan dan kesucian diri, terutama ketika beribadah menghadap Allah SWT.

Kritik sebagai respon keprihatian Al-Qusyairi pada sufi semasa hidupnya tertuang pada kitab Ar-Risalah al-Qusyairiah.

Kitab tersebut tersiar luas keseluruh tempat kerena isinya ditujukan untuk mengadakan perbaikan terhadap ajaran-ajaran sufi yang telah banyak menyimpang dari sumber hukum Islam. Pada intinya, Al-Qusyairi mengajarkan untuk kembali ke ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.

Baca Juga:  Mengenal Abu Yazid Al Busthami dan Perkataan Wahdatul Wujudnya

Al-Qusyairi sesungguhnya tidak mengkritik ajaran-ajaran tasawuf yang dibawakan sufi-sufi terdahulu. Namun, ia mencoba untuk meluruskan penyimpangan tasawuf pada masanya.

Ia juga tidak bermaksud menjelek-jelekkan para sufi pada zaman tersebut. Seperti lumrahnya manusia yang mempunyai keresahannya tersendiri, kritik yang dilontarkan Al-Qusyairi muncul atas keprihatinannya terhadap perkembangan tasawuf saat itu. 

Penulis: Muhammad Irsyadul Ibad (Mahasiswa S1 UIN Sunan Ampel Surabaya)

Referensi:

  • Anwar, Khoirul. “Konsep Dakwah Masyarakat Multikultural dengan Meneladani Ajaran Al-Qusyairi dalam Tasawuf Akhlaqi”, Jurnal Al-Ittishol. Vol. 2, No. 1 (Januari, 2021).
  • Subakir, Ahmad. Pemikiran Tasawuf Imam Qusyairi. Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2021.
Redaksi