Cinta Sebagai Perekat Bagi Agama-Agama

cinta sebagai perekat agama

Pecihitam.org – Jika di bumi ini ada banyak sekali agama, lalu apa sebenarnya yang merekatkan antara satu agama dengan agama yang lain? Apa pula yang dapat menyatukan antara agama Yahudi, Kristen, dan Islam?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sejauh yang bisa kita pantau melalui berbagai kitab suci, yakni Taurat Perjanjian Lama, Injil Perjanjian Baru, dan Alquran, kita akan segera mengerti bahwa yang menjadi perekat antara berbagai ajaran agama ini adalah ajaran cinta kasih yang dibawa oleh Nabi.

Tidak ada agama yang datang hanya sebatas membawa ekspresi kesenangan dan kenikmatan hidup. Agama datang justru untuk melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan dan perlawanan terhadap penindasan yang terjadi di mana-mana.

Untuk meneguhkan keimanan yang dibawa oleh agama-agama itu, di tengah kegetiran, kesengsaraan, dan kezaliman, maka agama-agama hadir dengan agama cinta. Di dalam Kitab Perjanjian Lama misalnya, ada sebuah ayat yang menyebutkan agar orang-orang Yahudi selalu menunjukkan kasihnya kepada orang asing. Karena pada mulanya orang Yahudi Bani Israil juga asing di mata bangsa-bangsa yang lain.

Baca Juga:  Macam-Macam Hukum Islam, Defisnisi Serta Perbedaanya

Begitu juga bila kita perhatian dalam ajaran Kristen, pandangan yang cukup kuat di dalam kekristenan adalah tentang pentingnya ajaran cinta kasih itu. Ada yang berkata bahwa ajaran kasih di dalam kekristenan itu sudah menubuh dan menjasmani dalam diri Yesus Kristus (Nabi Isa).

Kalau kita perhatikan ayat-ayat Alquran, kita tahu sebuah ayat yang sangat populer, “wama arsalnaka illa rahmatan lil’alamin” tidak aku utus engkau Muhammad kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Karenanya, kehadiran Nabi Muhammad mestinya bukan hanya bermanfaat hanya untuk umat Islam secara terbatas, tapi juga secara luas untuk umat di luar Islam.

Fakta menunjukkan bahwa yang mendapatkan inspirasi dan memperoleh pelajaran dari kehadiran Nabi Muhammad bukan hanya orang Islam, tapi juga orang non Islam. Karena ajaran kasih itu adalah ajaran yang universal, tidak bisa disekat dan dibatasi hanya sebatas satu agama tertentu semata, tapi seluruh agama sama-sama membawa ajaran cinta. Cinta itulah yang menjadi perekat dan menyatukan antara satu agama dengan agama yang lain.

Baca Juga:  Kiai Maman Kritik Keras Menag Soal Rencana Libatkan TNI Jaga Kerukunan Beragama, Ini Alasannya

Muhyidin Ibnu Arabi, seorang sufi besar di abad pertengahan, pernah membuat syair yang cukup bagus sekali, katanya “agamaku adalah agama cinta, kemana pun dia berlayar, cinta itu adalah agamaku dan keimananku”.

Ibn Arabi tidak memandang perbedaan agama menjadi ancaman, perbedaan agama justru akan disatukan oleh ajaran cinta yang dibawa oleh seluruh agama-agama. Artinya, agama tanpa cinta dan tanpa kasih sayang, akan kehilangan spirit awalnya sebagai agama yang memberikan cinta kasih dan membebaskan dari yang tertindas, serta menuju kepada cinta Ilahiah.

Kalau cinta kasih itu menjadi spirit utama dari seluruh agama-agama yang ada di dunia ini, maka mestinya tidak boleh ada peperangan atas dasar agama dan tidak boleh ada kekerasan atas nama agama. Karena kekerasan dan peperangan itu sangat kontradiktif atau bertentangan dengan prinsip agama yang dibawa oleh semua para pembawa agama-agama itu.

Baca Juga:  Perspektif Buya Syafi'i Ma'arif Tentang Fenomena Ekstremisme Islam

Dengan demikian, harusnya orang yang beragama adalah orang yang di dalam hatinya terpatri cinta kasih dan tidak pernah melakukan kekerasan. Sekaligus meyakini bahwa melalui agama cinta ini, mereka dapat menjalani hidup dengan damai dan menghapus semua sekat-sekat pertentangan antara satu agama dengan agama yang lain demi mencapai taraf kehidupan yang harmonis. Dan, menjadikan berbagai perbedaan itu sebagai karunia Tuhan yang patut dijaga dan disyukuri.

Rohmatul Izad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *