Fenomena Crosshijaber dan Patologi Beragama

fenomena crosshijaber

Pecihitam.org – Hijab sebagai identitas yang sudah melekat untuk diri perempuan tiba-tiba banyak yang memperbincangkan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Maraknya pemberitaan di media sosial tentang penggunaan hijab dan cadar oleh seorang laki-laki dan memasuki masjid.

Tentu saja hal semacam ini dapat memperkeruh keadaan bangsa saat ini. Selain meresahkan kasus seperti ini juga menciptakan ketakutan terhadap perempuan.

Pasalnya Crosshijaber ini sudah memiliki komunitas yang cukup besar di media sosial. Tentu saja hal samacam ini tidak wajar dalam kehidupan sehari-hari beragama kita saat ini.

Fenomena berhijab yang sebagai bagian dari identitas perempuan muslim malah justru menjadi aneh rasanya jika dipakai laki-laki. Crosshijaber ini merupakan perilaku beragama yang tidak lazim terjadi bagi seorang muslim beragama.

Istilah Crosshijaber ini berkembang tidak lain dari bentuk cross-dressing yang diartikan sebagai seorang laki-laki yang memakai pakaian perempuan.

Baca Juga:  Hijrah Yang Sesungguhnya Menurut Ilmu Tasawuf

Nah, melihat perilaku seperti ini aneh sekali jika melihat dari sudut pandang beragama. Karena dalam ajaran agama sekalipun seorang laki-laki tidak boleh memakai pakaian perempuan untuk kepentingan yang tidak wajar.

Sudah melenceng jauh dari tradisi yang ada dalam berislam dan beragama. Jika kita melihat fenomena ini dari kacamata psikologis tentu saja ada abnormalitas yang terjadi pada seorang laki-laki yang memakai pakaian perempuan.

Kecenderungan yang muncul pada seseorang yang memiliki perilaku yang tidak wajar seperti crosshijaber ini adanya kecenderungan pemenuhan kebutuhan seksual yang tidak terpenuhi.

Pelampiasan yang terjadi adalah dengan menggunakan objek lain yang dapat memenuhi hasrat atau obsesi yang ada dalam dirinya.

Untuk menjelaskan fenomena crosshijaber atau crossdressing ini, kita dapat menggunakan istilah gangguan psikologis yang dikenal sebagai  gangguan parafilia atau transvestic fetishisme yang digunakan oleh The American Psychiatric  Association (2013).

Baca Juga:  Pantaskah Maaher At-Thuwailibi Dipanggil dengan Sebutan Ustadz?

Keduanya merupakan gangguan mental dan yang terjadi adalah adanya fantasi-fantasi atau rangsangan psikologis dari penggunaan pakaian perempuan itu sendiri.

Berdasar dari temuan penelitian dari Zucker dan Blanchard (1997) fenomena atau gangguan transvestic fetishisme ini berkaitan dengan ketidakmampuan belajar dan adanya kelainan pada lobus temporal.

Temuan ini di dukung adanya ketidakpastian terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial yang lainnya, termasuk adanya pengaruh terbesar pada lingkungan dan pengalaman masa lalu.

Kejadian fenomena seperti ini menjadi sebuah ketakutan dan teror tersendiri bagi sebagian perempuan muslimah. Dengan mudahnya seorang laki-laki merubah cara penampilannya dengan mengunakan cara berpakaiannya.

Selain sebagai gangguan psikologis, perilaku yang tak wajar ini menjadi perilaku yang dapat menghilangkan marwah hijab sebagai identitas muslimah sendiri.

Baca Juga:  Mengkritisi Slogan Kembali ke Al Qur'an dan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam

Akan tetapi banyak perempuan muslim yang juga seharusnya menjadikan fenomena crosshijaber ini sebagai refleksi terhadap diri seorang muslimah.

Meminjam istilah Jean Couteau (2017) yakni “derilium religiousum” yang menakutkan dari beragama adalah munculnya patologi beragama yang kemungkinan besar menganggap dirinya semakin religious.

Seharusnya simbol-simbol identitas muslim ramah itu tidak menjadi ketakutan psikologis dalam diri seorang beragama. Wallahu’alam bishowaf

Arief Azizy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *