Mengenal Strategi Dakwah Raden Noer Rahmat (Sunan Sendang Duwur)

Mengenal Strategi Dakwah Raden Noer Rahmat, Sunan Sendang Duwur

Pecihitam.org – Kita ketahui bersama kiprah Walisongo dalam menyebarkan dakwah Islam di Jawa mengalami dampak perubahan yang sangat besar. Hal tersebut dapat kita lihat dari hasil alkulturasi budaya dengan agama yang sangat indah. Baik dalam segi kesenian, pendidikan maupun dalam karya sastranya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun, perlu kita ketahui bersama bahwa terdapat seorang wali yang tidak termasuk jajaran walisongo namun mempunyai dampak yang sangat besar dalam penyebaran Islam di Jawa Timur yaitu Raden Noer Rahmat biasa disebut dengan Sunan Sendang Drajat atau Sunan Sendang Duwur.

Raden Noer Rahmat atau Sunan Sendang Duwur lahir pada tahun 1442 Saka/ 1520 Masehi di Desa Sedayu Lawas Kecamatan Brondong Gresik. Ia termasuk masih keturunan Bagdad-Jawa. Ia dilahirkan dari seorang pasangan yang ‘alim dalam bidang agama.

Ayahnya bernama  Syeh Abdul Qahar bin Abdul Malik. Ayahnya seorang alim ulama dari Negeri Baghdad yang kemudian diangkat anak oleh Tumenggeng Sedayu Gresik Djojosasmitro. Ibundanya adalah seorang putri dari seorang temenggung yang bernama Dewi Sukarsih.

Setelah ayahnya meninggal dalam dalam peperangan melawan Indro Suwarno Raja dari Kerajaan Sambas, Raden Noer Rahmat bersama ibundanya pindah dari Sedayu menuju ke Dukuh Tunon. Dukuh Tunon hutan rimba yang lebat dengan pepohonan dijadikan tempat tinggal dan perkampungan oleh Raden Noer Rahmat dan keluarga nya.

Baca Juga:  Islam Nusantara; Konsep Pengamalan Beragama Untuk Indonesia dan Dunia

Ia tinggal bersama ibundanya dengan penuh keprihatinan dan usaha sungguh-sungguh membuka lahan pertanian dan perkebunan pohon tebu, siwalan, dan wilus.

Sehingga lambat laun hutan tunon menjadi daerah yang subur dan pemukiman penduduk yang diberi nama Kampung Suto dan Kampung Lebak. Kedua kampung baru yang berada di Desa Sendang Duwur itu mendatangkan kemakmuran dan kedamaian.

Raden Rahmat merupakan sosok yang taat beribadah kepada Allah swt. Selain taat kepada Allah swt, ia juga seorang yang sangat berbakti kepada ibunya.

Raden Noer Rahmat rajin mempergunakan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat. Ia berprinsip jika sedang beribadah kepada Allah, maka seakan-akan ia akan mati besok, tetapi jika sedang bekerja seakan-akan bakal hidup selama-lamanya.

Selama hidup di perkampungan Suto dan kampung Lebak. Raden Rahmat bersama ibunya sangat giat dalam bertani. Ia menanam berbagai macam tanaman sayur. Tanaman tersebut tumbuh subur sehingga banyak warga sekitarnya yang belajar cara bercocok tanam ala Raden Rahmat.

Selain ia rajin berkebun, Raden Rahmat juga terkenal dengan sebagai pemuda yang ramah dan santun, sehingga orang-orang simpatik dan senang berkomunikasi dengannya.

Kemahiranya dalam bercocok tanam hingga terdengar sampai Sunan Drajat. Kemudian Sunan Drajat datang untuk memastikan berita yang beredar tersebut. Sehingga Sunan Drajat bergegas menemui Raden Rahmat untuk membuktikan bahwa Raden Rahmat benar-benar seorang yang mahir dalam bercocok tanam.

Baca Juga:  As-Sabiqunal Awwalun, Pemeluk Islam pada Masa Awal yang Dijamin Masuk Surga

Ketika tiba di Dukuh Tumon, Sunan Drajat merasa haus dan berjumpa dengan Raden Noer Rahmat. Setelah meminta izin dari pemilik pohon, ia memilih pohon siwalan yang besar dan banyak buahnya, lalu ditepuk tiga kali.

Seketika itu buah siwalan dan legen yang ada di atas pohon berjatuhan semua tanpa tersisa satu pun. Melihat kejadian itu, Raden Noer Rahmat mengingatkan Sunan Drajat bahwa cara seperti itu menjadikan pohon rusak dan buah-buah yang belum masak pun akan mati.

Melihat kejadian tersebut, akhirnya Raden Rahmat merasa bersalah karena melihat pohon yang besar tersebut di pukul oleh Sunan Drajat. Kemudian Raden Noer Rahmat memilih pohon yang sama besarnya dan diusapnya tiga kali.

Dengan izin Allah pohon siwalan itu melengkung ke hadapan Sunan Drajat, kemudian dipersilakan untuk mengambil sendiri buah siwalan yang diinginkanya.

Menyaksikan kehebatan dan karamah yang dimiliki oleh Raden Noer Rahmat, Sunan Drajat tertegun dan kagum terhadap kesaktiannya dan memberinya gelar Sunan Sendang Drajat.

Setelah mendapat gelar Sunan Sendang Duwur, Raden Noer Rahmat di perintah oleh Sunan Drajat untuk mendirikan masjid. Kemudian ia pergi ke Mantingan Jepara, Jawa Tengah untuk menemui Mbok Randa Mantingan (Nyai Ratu Kalinyamat) untuk membeli masjid miliknya.

Baca Juga:  Sunan Ampel, Guru Para Wali Songo dalam Dakwah Islam di Pulau Jawa

Mbok Randa menolak masjidnya dibeli, tetapi Sunan Sendang harus memindahkan sendiri masjid tersebut ke tempatnya tanpa bantuan orang lain. Mengetahui hal itu Sunan Sendang bertirakat dan berdoa kepada Allah supaya ia bisa mempunyai masjid sebagai pusat penyiaran Islam di Desa Sendang Duwur.

Akhirnya setelah 40 hari berdoa dengan ketawakalan kepada Allah, kemudian ia memperoleh petunjuk. Raden Rahmat pun mengikuti petunjuk tersebut dengan menghentakan kakinya tiga kali ke tanah.

Kemudian masjid Mantingan bergerak ke atas dan pindah sendiri ke Desa Sendang Duwur di atas Bukit Amitunon. Keberadaan masjid yang muncul tiba-tiba tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya disebut Masjid Tiban/Masjid Sendang Duwur oleh masyarakat.

M. Dani Habibi, M. Ag