Mengupas Istilah: Poligami adalah Hak Wanita dan Pria Wajib Memenuhinya

poligami

Pecihitam.org – Poligami menjadi sesuatu “Musuh” bagi kebanyakan wanita. Menyebut kata POLIGAMI saja didepan wanita, terasa menyakitkan bagi mereka, namun demikian belakangan sebagian perempuan rela untuk dipoligami oleh suaminya bahkan perempuan itu yang mencarikan suaminya istri kedua.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Seperti ustadz Arifin Ilham (al-marhum) punya istri tiga, Aa Gym punya istri dua. Di Media Sosial seorang istri mengantar suaminya untuk menikah lagi dengan perempuan lain. Menurut info, salah satu alasan wanita katanya siap dipoligami, karena perempuan tidak ingin rasa cintanya kepada Allah swt dikalahkan oleh rasa cintanya kepada suaminya, karena itu ia rela dipoligami. Hmmm … Bagus juga ini doktrin.

Jika kita berbicara dalil tentang bolehnya bahkan “wajibnya” poligami baik yang ada di dalam al-Qur’an maupun di dalam Hadis, maka akan melahirkan interpretasi yang berbeda-beda. Karena itu, sebelum masuk pada persoalan dalil di dalam al-Qur’an dan Hadis, terlebih dahulu saya sampaikan data realitas sosial tentang jumlah pria dan wanita, setelah itu silahkan pikirkan bagaimana solusinya.

Nikah adalah hak bagi pria dan wanita, pria dan wanita memiliki hak untuk terpenuhinya kebutuhan biologis, emosional, hak untuk berkeluarga secara sah dan Islam tentu saja memberikan solusi terhadap hak-hak tersebut dengan syarat-syarat tertentu pula.

Hak berkeluarga sama kedudukannya hak untuk makan, mengutarakan pendapat, menentukan pilihan, hak punya rumah, hak memperoleh pendidikan dan lain sebagainya semuanya itu termasuk hak asasi manusia.

Islam menyadari bahwa pria dan wanita tidak bisa hidup membujang terus-menerus tanpa ada teman berbagi, maka islam menetapkan sebuah aturan untuk menenuhi hak-hak tersebut. Dalam Islam sebuah hubungan dinyatakan sah bila terlebih dahulu dilakukan pernikahan.

Sampai di sini saya kira tidak ada masalah. Lalu bagaimana dengan poligami apakah itu hak pria atau hak bagi wanita? Ada beberapa alasan poligami itu dibolehkan bahkan bisa menjadi “wajib”. Ini alasan bolehnya poligami, yaitu:

Jumlah wanita yang layak menikah melebihi jumlah pria yang layak menikah. Dalam buku Murtadha Mutahhari tentang Duduk Perkara Poligami menyebutkan bahwa menurut data PBB untuk tahun 1964, penduduk Korea 26.277.635 yang terdiri atas 13.145.289 Pria dan 13.132.346 wanita.

Baca Juga:  Untuk Para Suami, Sebelum Melakukan Poligami, Perhatikan Dahulu Hal Ini!

Jika dilihat sepintas maka jumlah pria lebih banyak dari pada wanita, jika itu berlaku untuk anak-anak yang berusia 1-4, 5-9,12-14, 15-19 tahun. Bila dalam kelompok usia 20-24 tahun proporsi tersebut berubah. Jumlah pria untuk usia tersebut 1.083.364, dan jumlah wanita 1.110.051.

Republik Soviet (sekarang Rusia) total penduduknya 216.101.000, terdiri atas 97.840.000 Pria dan 118.261.000 perbedaan ini ada sebelum usia nikah, dan terlihat pula dalam usia nikah, yakni dalam kelompok umur 20-24; 25-29; 30-34; 80-84 tahun.

Demikian pula di Inggris, Prancis, Jerman Timur dan Jerman Barat, Cekoslowakia, Polandia, Rumania, Amerika Serikat, Jepang dan sebagainya. Di Berlin Barat dan Berlin Timur, tingginya waniat lebih mencolok lagi, kecuali di India dan Iran jumlah Pria lebih banyak bahkan dalam kelompok usia nikah.[1]

Oleh karena itu, bila jumlah usia nikah wanita lebih banyak daripada pria, maka membatasi penikahan hanya untuk satu pria satu wanita adalah ketidakadilan. Sebaliknya dengan jumlah demikian maka poligami menjadi alasan yang logis daripada hubungan bebas, tidak sah seperti yang dilakukan di Barat apalagi hubungan homoseksual lebih tidak adil lagi.

Maka poligami harus dipandang sebagai “hak” wanita yang tidak bersuami dan kaum pria bertanggungjawab untuk memenuhi hak tersebut. Di berita di www.suara.com, news.okezone.com dan lainnya memberitakan wanita Tunisia demo agar suami diizinkan melakukan poligami, kenapa ini bisa terjadi karena jumlah wanita lebih banyak daripada laki. Maka pernikah satu banding satu adalah ketidakadilan bagi wanita lain.

Pertanyaannya kemudian apa sebab-sebabnya jumlah usia nikah wanita lebih besar/banyak daripada jumlah usia nikah pria? Ada beberapa sebab kenapa usia nikah wanita lebih banyak dari pada pria. Kematian dikalangan pria jauh lebih besar dari pada kematian dikalangan wanita.

Baca Juga:  Marak Nikah Siri, Pemerintah Aceh Akan Legalkan Poligami

Bila terjadi peperangan maka yang banyak korban adalah pria, sebab yang ikut dalam peperangan umumnya pria, tenggelam, tertimbun tanah longsor, tabrakan, penikaman, perkelahian yang menyebabkan kematian maka umumnya itu terjadi pada pria.

Jumlah korban dalam peperangan di zaman industri jauh lebih besar dibandingan dengan jaman perburuan dan pertanian. Selain sebab di atas, ada sebab lain, wanita dibandingan dengan pria lebih anti terhadap penyakit.

Majalah Sukhan tahun ke enam nomor 11 menurunkan sebuah artikel tentang Wanita dalam Politik dan Masyarakat intinya menyebutkan bahwa secara saintifik daya tahan wanita lebih kuat daripada pria. Sekali lagi, pernikahan satu banding satu adalah ketidakadilan bagi wanita itu sendiri.

Lalu apakah dengan demikian poligami menjadi keharusan? Tidak. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum kepikiran ingin melakukan poligami.

Pertama, keadilan. Adil secara sederhana menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Poligami menjadi haram, terlanga bagi mereka yang tidak bisa melakukan keadilan pada istrinya. Ini berdasar kepada firman Allah swt.

…seandainya kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka satu saja…(Qs. al-Nisa4:3)

Contoh poligami yang paling ideal bukan ustadz-ustadz di televisi atau yang melakukan pernikahan secara diam-diam baru minta maaf, tetapi contoh yang ideal adalah Rasulullah saw. Bacalah sejarah prilaku Nabi saw kepada istri-istrinya setelah membacanya dan mampu untuk melakukannya maka lakukanlah poligami.

Kedua, bahaya kezhaliman. Dalam kenyataannya pria yang melakukan keadilan terhadap istrinya sangatlah sedikit. Oleh karena itu, hanya sedikit wanita yang membolehkan suaminya melakukan poligami.

Wanita-wanita di Indonesia yang dipoligami oleh suaminya bila kita mencoba melakukan survai, kemungkinan besar akan memberi respon yang “sangat negatif” terhadap prilaku suaminya. Menarik mencermati kalimat al-Qur’an, “Jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahi satu saja”.

Jika kalian khawatir menggunakan air untuk berwudhu dapat mempengaruhi kesehatan anda maka janganlah menggunakan air gantilah dengan tayammum, jika kalian khawatir berpuasa dapat menggangu kesehatan anda, maka janganlah berpuasa, ganti dengan membayar fidyah, jika kalian khawatir makanan itu mengandung racun maka janganlah memakannya, begitu seterusnya.

Baca Juga:  UU Pesantren, Bentuk Pengakuan Negara Terhadap Pesantren

Jadi, sebenarnya keputusan untuk melakukan poligami sangat tergantung pribadinya tiap orang. Selain itu, menjadi syarat bagi seorang suami untuk meminta izin terlebih dahulu sebelum melakukan poligami. Jika hal-hal kecil kita bekonsultasi, komunikasi dengan istri untuk menentukan suatu keputusan maka lebih layak dan seharusnya untuk hal yang lebih besar suami terlebih dahulu meminta izin pada istrinya ketika hendak melakukan poligami.

Dalam fiqih setahu saya, syarat poligami tidak harus minta izin kepada istri, namun adab mengharuskan itu. Saya kira adab jauh lebih penting daripada merasapaling benar dari hukum fiqh itu sendiri. Selain itu, meminta izin adalah bentuk keadilan pertama bagi suami yang ingin melakukan poligami. Suami yang tidak meminta izin terlebih dahulu menunjukkan bahwa dia tidak mampu berbuat adil.  

Jadi, setelah menunjukkan data realitas sosial serta dalil kebolehan poligami, maka dapat disimpulkan bahwa poligami bukan untuk merendahkan martabat dan kehormatan wanita tetapi ingin melindungi, mengangkat martabat dan kehormatan wanita. Karena pada hakikatnya poligami adalah hak wanita, dan laki-laki berkewajiban untuk memenuhi hak wanita.

Poligami menjadi solusi yang tepat agar tidak merajalela kemaksiatan, agar suami tidak secara diam-diam melakukan pernikahan, terjadinya hubungan seks bebas, asalkan bisa memenuhi syarat-syaratnya. Pertama, mampu berlaku adil; kedua, mendapat izin dari istri pertama. Berat. Satu istri cukup. Wallahu A’lam bis Shawab.


[1] Murtadha Mutahhari, Duduk Perkara Poligami, Serambi Ilmu Semesta, 2007.

Muhammad Tahir A.