Dakwah Terang-terangan Rasulullah Saw dan Musuh Terbesar Umat Manusia

dakwah terang terangan

Pecihitam.org – Setelah menerima wahyu yang pertama Rasulullah Saw. mendakwahkan agama Islam secara sembunyi-sembunyi. Dakwah tersebut terutama dilakukan kepada orang-orang terdekat beliau, terutama dari kalangan keluarga.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Setelah 3 tahun hal tersebut beliau jalankan muncul perintah Allah agar beliau mendakwahkan agamanya secara terang-terangan. Perintah dakwah secara terang-terangan diperintahkan oleh Allah SWT agar Rasulullah SAW menampakkan agama-Nya dalam Al-Qur’an:

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang telah diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS. Al-Hijr [15]: 94)

Dan, berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. Dan, rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang beriman.” (QS. Asy-Syu’araa [26]: 214-215)

Dan, katakanlah (hai Muhammad), ‘Sesugnguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata.” (QS. Al-Hijr [15]: 89)

Rasulullah Saw. naik ke Bukit Shafa seraya berseru dengan suara keras, “Ya Shahabah”. Teriakan yang sangat dikenal dan berpengaruh dikalangan bangsa Arab. Setiap manusia merasakan bahaya musuh yang hendak menyerang suatu negeri atau suku pada saat mereka lengah.

Dengan seruan Rasulullah Saw. tersebut tidak seorangpun dari suku Quraisy terlambat menyambutnya. Mereka berkumpul di hadapan seorang laki-laki dari bangsanya yang hendak menyampaikan risalah kenabian.

Rasulullah Saw. berkata, “Wahai Bani Abdul Muthalib! Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Ka’ab! Bagaimana pendapat kalian jika kukabarkan kepada kalian bahwa dibalik bukit ini ada pasukan musuh yang hendak menyerang kalian, apakah kalian mempercayaiku?”

Baca Juga:  Pesan Imam Syafi’i Tentang Menjaga Ujaran

Salah satu ciri dari bangsa Arab ialah bangsa yang praktis dan percaya terhadap realitas yang ada. Mereka menyaksikan seorang laki-laki yang mereka beri gelar Al-Amin karena kejujuran, amanah dan nasihatnya.

Beliau berdiri di atas sebuah bukit yang dapat melihat sesuatu yang ada di hadapannya maupun yang ada di belakangnya. Sedangkan mereka yang datang hanya dapat melihat apa yang ada di hadapannya yaitu Rasulullah al-amin. Maka mereka menjawab seruan Rasulullah Saw. dengan berkata, “Ya, kami percaya.”

Permulaan alami yang begitu gemilang dengan di ikuti kesaksian bangsa Arab atas apa yang hendak disampaikan telah terjadi. Maka Rasulullah Saw. berkata, “Sesungguhnya, aku merupakan pemberi peringatan untuk kalian, tentang adanya adzab yang berat.”

Dalam periode awal ini memang dakwah Rasulullah Saw. banyak menyampaikan tentang kehidupan akhirat. Pengenalan Rasulullah Saw. atas kenabian yang telah diturunkan kepadanya dengan pengetahuan khusus tentang hakikat keghaiban dan ilmu anugerah Allah Swt (ilmu tentang akhirat dan adzab). Pengetahuan yang tidak diketahui oleh bangsa Arab dimana mereka telah banyak terjerumus terhadap penyembahan berhala.

Kaum Quraisy pun terdiam mendengar peringatan Rasulullah Saw. tersebut. Namun, Abu Lahab berkata, “Celakalah engkau! Apakah engkau mengajak kami hanya untuk ini?”

Baca Juga:  2 Prinsip Dasar Investasi Dalam Islam

Terdapat keterkaitan yang sangat erat antara musuh manusia dan adzab yang akan ditimpanya di hari kebangkitan. Dengan peringatan Rasulullah yang penuh hikmah di atas mengajarkan kepada bangsa Arab bahwa musuh terbesar yang sangat berbahaya ada dalam diri mereka.

Jika tidak dapat memerangi musuh tersebut dan mengalahkannya maka adzab akan menimpa di hari pembalasan. Namun hal tersebut kurang disadari oleh mereka, bahkan ditentang secara terang-terangan dengan menyepelekan peringatan Rasulullah Saw.

Padahal musuh-musuh tersebut selalu mengintai setiap manusia tanpa disadari yang perlu perhitungan untuk menghadapinya. Musuh itu ialah ketidaktahuan akan Sang Pencipta Alam dan Sang Pemilik Semesta beserta sifat-sifat dan nama-nama-Nya.

Mereka terjatuh dalam perilaku syirik dan berhalaisme yang tak sekalipun pernah diajarkan oleh Nabi Ismail As. Sebagai nenek moyangnya. Bahkan banyak dari mereka tak sadar telah menyembah diri dan hawa nafsunya dan diliputi keraguan atas kehendakNya. Melanggar batas-batas aturan Allah Swt. Dan merusak kehormatan.

Musuh-musuh di atas tidak hanya datang kepada manusia terdahulu, bahkan manusia modern pun tak sadar diperdaya. Perasaan cemas dan ketakutan yang berlebihan akan apa yang terjadi di hari esok menghinggapi manusia.

Baca Juga:  Keutamaan Shalat Subuh yang Jarang Diketahui Umat Islam

Bahkan bukan hanya orang kafir yang terbuai dengan musuh-musuhnya, tetapi sebagian umat Islam pun demikian. Beberapa diantaranya adalah melanggar norma-norma agama, meninggalkan kewajiban sebagai seorang muslim, penghambaan diri, dan mengikuti hawa nafsunya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw. bersabda:

رَجَعْتُمْ مِنَ اْلجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الجِهَادِ الأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الأَكْبَر يَا رَسُوْلَ الله؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ

“Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran akbar. Lalu sahabat bertanya, “Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab, “jihad (memerangi) hawa nafsu.”

Hal tersebut juga didukung oleh Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani “Barangsiapa menyangka ada yang lebih memusuhi dirinya ketimbang nafsunya sendiri, berarti ia kurang mengenali pribadinya sendiri.” [Munabbihât ‘ala-sti‘dâdi li Yaumil Mî‘âd karya Ibnu Hajar al-Asqalani]. Oleh karena itu, sangat penting kiranya setiap manusia mengenal diri sendiri, untuk senantiasa berjihad dalam keimanan dan ketaqwaan.