Beginilah Cara Diplomasi Nabi Muhammad SAW kepada Para Raja

Cara Diplomasi Nabi Muhammad SAW kepada Para Raja

Pecihitam.org – Setelah Perdamaian Hudaibiyah, keadaan menjadi tenang dan dakwah Islam mendapat ruang gerak untuk maju. Nabi Muhammad Saw menulis surat kepada para raja dunia mengajak mereka untuk masuk Islam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Beliau sangat memperhatikan dalam memilih orang yang layak untuk diutus menemui para raja tersebut. Pilihan utusan tersebut haruslah orang yang menguasai bahasa dan negaranya untuk dapat menyampaikan risalah Islam.

Dikatakan kepada Nabi Saw bahwa para raja tidak mau menerima surat kecuali dengan suatu tanda (stempel). Oleh karena itu, Nabi pun membuat stempel tersebut dari perak bertuliskan “Muhammad Rasulullah.

Pengiriman surat-surat ini menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama orang Arab saja, atau agama Jazirah Arab saja. Islam merupakan agama manusia dan agama kemanusiaan yang merupakan peringatan sekitarnya, dan penguasa yang berada di segala penjuru.

Berangkatlah para utusan pada hari yang sama yakni di bulan Muharram tahun ketujuh Hijriyah. Diantara para raja yang mendapat surat dari Nabi saw adalah raja Romawi (Heraklius), Raja Persia (Kisra Abrawaiz), raja Habsyi (Najasyi), dan raja Mesir (Muqauqis).

Dalam surat-surat tersebut terdapat perbedaan yang didasari atas hikmah dakwah dan risalah kenabian. Cukup beralasan bahwa perbedaan tersebut didasari atas keyakinan dan latar belakang masing-masing raja yang sedang berkuasa.

Baca Juga:  Ketika Khalifah Umar bin Khattab Ingin Berhutang Pada Negara

Heraklius dan Muqauqis menganut agama Isa As. baik secara keseluruhan ataupun sebagian, dan meyakini bahwa Isa adalah anak Allah Swt.

Maka, dalah surat Nabi Saw yang ditujukan kepada keduanya terdapat kata Abdullah disertai dengan nama beliau. Dengan diawali kalimat basmallah beliau meneruskan dengan kalimat:

“Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Heraklius, raja Romawi” dan kalimat: “Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Muqauqis, raja Qibthi”.

Redaksi di atas tentu berbeda dengan surat Nabi Saw. yang ditujukan kepada Kisra Abrawaiz. Beliau mencukupkan dengan kalimat: “Dari Muhammad utusan Allah kepada Kisra, raja Persia.”

Perbedaan ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah seorang rasul yang sama seperti Nabi Isa As yang mereka (Heraklius dan Muqauqis) beriman kepadanya.

Kedua Nabi tersebut sama-sama diutus oleh Allah untuk mengajarkan Tauhid. Sedangkan Kisra adalah penyembah api yang tidak mempunyai kaitan dengan keEsaan tuhan.

Maka dalam surat yang ditujukan kepada Heraklius dan Muqauqis, Nabi Saw. mengutip ayat:

“Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Q.S. Ali Imran : 64)

Baca Juga:  Inilah 6 Jenis Kelompok Orang dalam Pelaksanaan Sholat Jumat

Hal ini tidak terdapat dalam surat yang ditujukan kepada Kisra Abrawaiz yang menyembah api. Sebabnya bukan lain karena ayat tersebut berbicara kepada Ahli Kitab, yang percaya dengan ketuhanan al-Masih, yang menjadikan rahib dan pendeta mereka serta al-Masih putra Maryam sebagai Tuhan selain Allah.

Heraklius dan Muqauqis bukan hanya pemuka agama Masehi pada waktu itu, tetapi juga pemimpin politik yang kuat.

Adapun Kisra Abrawaiz dan kaumnya merupakan penyembah matahari dan api. Mereka meyakini adanya dua tuhan, yaitu penggambaran kebaikan yang disebut Yazdan dan penggambaran kejahatan yang bernama Ahriman.

Keduanya sangat jauh dari pemahaman kenabian dan gambaran yang benar tentang risalah langit. Dalam surat yang ditujukan kepada Kisra terdapat kalimat: “Aku adalah utusan Allah kepada semua manusia untuk memberi peringatan bagi siapa yang hidup.

Berbeda lagi dengan isi surat yang ditujukan kepada Najasyi raja Habasyah, yang menerima golongan Hijrah pertama untuk meminta perlindungan. Najasyi pada saat itu adalah raja yang masih mengimani Isa putra Maryam sebagai hamba sekaligus utusan Allah Swt.

Baca Juga:  Mengapa Muharram Disebut Bulan Suro dalam Tradisi Jawa? Ini Alasannya

Maka dalam suratnya Nabi pun menegaskan bahwa Isa adalah bukanlah anak tuhan. Nabi Muhammad Saw. Setelah itu juga mengajak untuk beriman kepada ke-Esaan Allah dan menyampaikan risalah penutup para nabi.

Selain Nabi saw memilih orang-orang pilihannya (yang menguasai bahasa negeri tujuan) untuk mengantarkan surat, beliau juga memperhatikan kepercayaan yang dianut masing-masing raja.

Inilah cara diplomasi ala Rasulullah saw, yang tidak menampakkan kesombongan atas kenabiannya. Justru beliau mengajak dengan bahasa diplomasi dengan memberitahukan firmanNya atas kepercayaan mereka.

Justru di antara merekalah yang dengan kesombongannya menolak ajakan tersebut dan benar kerajaan mereka akan hancur di kemudian hari.